Cinta, benarkah cinta itu ada? kalau ya, kenapa kamu selalu mempermainkan perasaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erny Su, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Bel pintu terus berbunyi hingga akhirnya Alvino berjalan menghampiri pintu dan membuka pintu tersebut.
Alvino terdiam saat seseorang kini berdiri di ambang pintu."Dasar anak tidak berbakti kau ingin melihat wanita itu lenyap detik ini juga."ucap tuan Wijaya.
"Daddy stop aku sangat mencintai dia dan aku tidak akan pernah melepaskan dia."ucap Alvin tegas.
"Tapi honey bagaimana dengan calon anak kita."ujar Kania.
Duar!!!... bagaikan disambar petir di malam tanpa hujan, Jiwa langsung memundurkan tubuhnya saking syok nya.
"Jangan bicara sembarangan Kania."ucap Alvin yang kini terlihat dilema.
"Aku tidak pernah bohong dengan itu honey kamu sendiri yang bilang bahwa kamu akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi karena kamu begitu mencintai ku dan kamu ingin menghancurkan wanita yang telah membuat perusahaan mu mengalami kerugian besar waktu itu karena asisten pribadi mu mengundurkan diri."ucap Kania seakan semua itu benar nyata adanya.
"Cukup!! Pergi kalian dari rumah ku sekarang juga dan jangan pernah tampakkan lagi wajah kalian disini aku benci kalian semua!! Aku benci! semoga tuhan membalas semua yang kalian lakukan selama ini."teriak Jiwa pada semua orang kemudian ia berlari menuju tangga untuk menuju lantai dua.
Sementara yang lainnya pergi membawa Alvin bersama mereka meskipun pria itu terus menolak untuk meninggalkan Jiwa yang kini tengah bersedih karena nya.
Sementara itu tidak jauh dari area rumah Jiwa sebuah mobil sport mewah terparkir disana, pria yang sejak sebelum kedatangan keluarga Alvin tersebut sudah berada di samping pilar rumah Jiwa, dia sudah mendengar semua yang terjadi pada gadis itu.
Dia sekarang tau bahwa Jiwa adalah gadis yang malang.
Jiwa pun masih menangis sesenggukan sampai saat pintu rumah itu tertutup otomatis dari luar karena pria itu sengaja menutup pintu tersebut agar Jiwa bisa istirahat di keadaannya saat ini.
Sungguh bukan tipe nya untuk ikut campur dalam masalah orang lain tapi Jiwa adalah gadis yang telah menyelamatkan hidupnya hari itu jadi tidak ada salahnya dia membalas kebaikan Jiwa.
"Mutiara Di Jiwa, sungguh malang nasibmu."ucap Dion yang kini tengah membaca riwayat hidup dari gadis penolong nya itu.
Dion Alexander, dia adalah pengusaha sukses yang mewarisi bisnis keluarga nya. Diusianya yang masih sangat muda yaitu dua puluh lima tahun dia mampu menjaga semua yang telah diwariskan oleh keluarganya padanya.
Dan kini perusahaan itu sudah semakin berkembang pesat hingga dia dinobatkan sebagai penguasa muda tersukses di tahun ini.
Sementara itu di kediaman Jiwa saat ini dia meminta bantuan Devan untuk mengirimkan semua perabotan yang diberikan oleh Alvino beberapa waktu lalu dan Devan menyanggupi nya keesokan paginya, beberapa truk pengangkut barang datang dan beberapa orang mengosongkan seluruh ruangan yang dihuni oleh barang mewah tersebut hingga ustazah salamah kaget dan bertanya kepada jiwa.
"Nak kenapa barang-barang mewah ini diangkut lagi bukankah ini adalah pemberian calon suami mu."ucap ustazah salamah yang datang untuk mengantar sarapan pagi untuk Jiwa.
"Hmm... pasti ustadzah salah faham, saya tidak memiliki calon suami. Dan barang-barang ini adalah salah kirim, salah alamat tentunya, dan sekarang saya akan kirim balik ke rumah pemesan nya ia kan bapak-bapak?"ujar Jiwa yang hanya dibalas anggukan kepala oleh mereka yang sebenarnya tidak mengerti dengan apa yang Jiwa maksud.
"Hmm... tapi pria itu terlihat sangat meyakinkan nak, kalau tidak salah namanya tuan Alvino."ucap ustazah.
"Dia bos di tempat aku bekerja dulu ustazah dia bukan calon suami saya dia tunangan sahabat saya yang salah kirim alamat rumah."ucap Jiwa yang terus berusaha untuk meyakinkan nya.
"Oh pantas saja kalau begitu."ucap ustazah yang kini memberikan bingkisan berisi sarapan pagi untuk Jiwa.
"Dimakan ya neng sarapan nya. Jangan dipikirkan tentang yang salah kirim, semoga saja dengan begitu Allah benar-benar mewujudkan impian mu dan diganti dengan kenyataan bukan kesalahan."ucap ustazah salamah.
"Iya ustazah Amin terimakasih doanya."ucap Jiwa yang kini tersenyum manis pada ustadzah meskipun ustadzah tau ada tatapan mata penuh luka di mata Jiwa saat ini.
Tepat setelah ustadzah pergi, truk itu pun pergi meninggalkan rumah Jiwa yang kini terasa sepi dan kosong itu.
"Kakak aku merindukan mu."ucap Jiwa yang kini kembali berlinang air mata sambil duduk di depan meja kitchen set dialasi kursi plastik yang ia gunakan.
Disana ada nasi uduk dengan telur rebus dan juga gudeg yang mirip seperti di warteg Padang itu.
Dia sebenarnya tidak ingin sarapan pagi saat ini, tapi dia tidak tega membiarkan makanan itu dingin setelah orang berbaik hati memberikan semua itu.
Sementara itu di kediaman Alvin saat ini terlihat sangat hancur saat kedatangan beberapa truk pengangkut barang pindahan yang mengirimkan berbagai perabotan rumah yang ia beli untuk Jiwa kemarin sore.
Alvin yang sedang diawasi oleh orang-orang suruhan kedua orang tuanya pun hanya bisa pasrah dan meminta mereka memasukkan semua itu ke paviliun samping rumah nya.
Alvin berusaha untuk menghubungi Jiwa tapi ternyata nomor nya telah di blokir kembali oleh wanita yang mungkin sudah sangat terluka oleh nya saat ini.
Alvin pun langsung melempar handphone tersebut ke dinding kamar nya hingga handphone tersebut hancur berantakan.
Dia tidak pernah ingin ini terjadi, tapi ada aturan yang tidak bisa ia bantah dalam hidup nya. Yaitu kedua orang tuanya dan aturan yang mereka terapkan padanya.
Jiwa adalah cinta mati nya, tapi dia tidak bisa terus memperjuangkan cintanya itu karena sebentar lagi dia akan segera dinikahkan dengan Kania.
Sementara itu di tempat Jiwa gadis itu kembali memasuki kamar nya dan berbaring di atas ranjang empuk nya itu.
Jiwa pun menatap langit-langit kamar nya yang kini terlihat putih polos dan hanya ada satu lampu yang menggantung menjadi penerang di dalam kamar tersebut.
"Kau seperti ku yang tidak memiliki siapapun di dunia ini."lirih Jiwa dengan air mata yang luruh di sudut matanya.
Jiwa pun meraih ponsel nya dan mulai membuka aplikasi belanja online lalu menggeser handphone tersebut keatas kebawah mencari-cari barang apa saja yang cocok untuk perabotan rumah dan juga yang sesuai dengan isi dompetnya itu.
Jiwa membeli satu set meja makan dan satu set sofa juga beberapa printilan unik mengisi rumahnya yang kosong melompong itu meskipun dengan harga murah tapi setidaknya barang-barang tersebut cukup estetik saat dipandang.
Jiwa pun akhirnya selesai melakukan pembayaran dan barang-barang tersebut akan segera dikirim oleh pihak toko.
...*****...
Jiwa pun langsung bergegas menuju kamar mandi, saat ini adalah jadwal dia untuk ngamen di taman kota bersama dengan Rudy.
Devan pun mengetahui hal itu, tapi sebelum Jiwa pergi mobil milik Jiwa yang selama ini dijadikan barang bukti dari kasus kematian Arjuna pun sudah ia kirim ke rumah baru Jiwa.
Devan ingin Jiwa memiliki kendaraan untuk berpergian karena motornya lagi-lagi masih di kantor polisi saat Alvin melaporkan kehilangan Jiwa saat itu.
Jiwa yang baru saja selesai mandi dan masih menggunakan bathrobe tersebut pun langsung berlari menuju carport rumah nya dimana seseorang mengirim kan mobil miliknya atas suruhan Devan.
Jiwa pun langsung berterimakasih kepada orang tersebut begitu juga pada Devan yang begitu peduli padanya meskipun dia bukan siapa-siapa bagi Devan kecuali pegawai di cafe nya.
Saat Jiwa kembali masuk, seseorang datang memencet bel pintu pagar.
Jiwa yang baru saja akan memijak tangga terakhir dia langsung berbalik arah dengan sangat hati-hati.
Jiwa melihat sebuah mobil mewah yang tidak asing baginya hingga dia pun keluar dan menghampiri pintu pagar tersebut. Tampak Alvaro berdiri dengan gagah di hadapan Jiwa yang kini masih menggunakan bathrobe nya itu.
"Ada perlu apa tuan datang kemari saya sudah mengembalikan semua pada tempatnya jadi sudah tidak ada lagi urusan apapun saat ini."ucap Jiwa.
"Boleh saya masuk dulu, rasanya tidak baik berbicara sambil berdiri."ucap Alvaro.
"Akan tidak baik lagi bicara didalam sedang posisi saya sendirian di rumah ini. Saya tidak ingin terjadi fitnah."ucap Jiwa tegas.
"Saya tunggu kamu besok pagi di perusahaan."ucap Alvaro.
"Maaf saya tidak punya waktu."balas Jiwa sambil berbalik pergi.
"Saya serius, saya ingin menawarkan pekerjaan padamu."ucap Alvaro.
"Maaf saya sudah tidak berminat untuk itu."ucap Jiwa yang akhirnya benar-benar pergi dari hadapan Alvaro Tapi ada satu hal yang kini bisa dimaklumi oleh Alvaro. Yaitu tentang Jiwa yang tengah terluka.
Hingga akhirnya Alvaro pergi dan perabotan rumah milik Jiwa pun datang, Jiwa yang baru selesai berpakaian itu pun langsung bergegas mempersilahkan mereka menata semuanya di dalam dan di teras minimalis itu untuk tempat ia bersantai.
Jiwa pun langsung bergegas merapihkan printilan yang dia beli untuk rumah tersebut dia tidak menunggu lama lagi untuk mengurus semuanya itu.
Jiwa yang memang sudah harus berangkat ke tempat ngamen tersebut pun terpaksa mengulur waktu karena urusan rumah.
Hingga akhirnya jadwal ngamen tersebut beralih di sore hari, ditempat nya di pinggir jalan tempat dimana banyak orang berlalu lalang untuk sekedar jalan-jalan sore meskipun Rudy sudah mengamen sejak tadi pagi.
Jiwa tidak tahu sampai detik ini bahwa Rudy adalah anak orang berada yang tengah kabur dari rumah dan sengaja berkelana karena dia tidak mendapatkan ijin untuk menjadi seorang penyanyi terkenal, karena keluarganya ingin Rudy menjadi pengusaha sukses seperti ayahnya.
Rudy adalah nama samaran yang ia gunakan, nama asli Rudy adalah Cristian Atmaja.
Rudy juga tidak pernah menggunakan uang pendapatan nya itu untuk diri sendiri, melainkan ia berikan pada beberapa keluarga tidak mampu yang selama ini ada di lingkungan tempat tinggal nya.
Dia sendiri masih hidup dari uang tabungannya hingga saat ini dan keluarganya tidak pernah memblokir kartu ATM yang mereka berikan pada nya.
Rudy yang kini telah mandi dan berpakaian rapi pun langsung bergegas menuju alamat rumah Jiwa yang Jiwa kirimkan karena dia juga ingin tahu dimana tempat Jiwa tinggal.
Tidak lama motor yang dikendarai oleh Rudy tiba di depan rumah Jiwa, dia langsung menghubungi Jiwa yang sudah bersiap sejak tadi siang.
Jiwa pun langsung keluar dan mempersilahkan Rudy untuk masuk dan berkeliling rumah nya yang tidak terlalu luas itu tapi cukup nyaman untuk Jiwa.
"Wow ini rumah yang sangat nyaman, lain kali aku akan datang lebih awal agar bisa menikmati jamuan di rumah baru mu ini."ucap Rudy.
"Ada-ada saja aku tidak pernah masak makanan yang enak, tadi pagi saja dikirim sarapan oleh bu ustadzah yang rumahnya di ujung deretan rumah ini."ucap Jiwa.
"Hmm... rumah elit ekonomi sulit."ucap Rudy.
"Hahaha tuh tau."ucap Jiwa yang kini tertawa lepas.
"Puas ya, tapi mendingan kamu punya rumah sendiri aku dikasih orang lain kali ikut kerumah ku untuk tamasya."ucap Rudy bercanda.
Sementara Jiwa terkekeh kecil."Kau itu tidak seperti orang susah, tapi lebih ke orang kaya minggat dari rumah, karena siapapun tahu harga motor sport yang kamu gunakan itu memiliki harga yang cukup fantastis."ucap Jiwa yang langsung membuat Rudy terdiam di tempatnya.
"Kau bisa saja, itu motor tidak semahal itu mungkin hanya mirip."ucap Rudy.
"Ah sudahlah mahal atau tidak itu rejeki mu."ucap Jiwa.
"Kalau begitu ayo kita mencari rezeki yang lebih banyak lagi agar kita bisa membeli seluruh isi dunia ini."ucap Jiwa.
"Baiklah let's go."ujar Jiwa yang kini turun kebawah mendahului Rudy yang kini tersenyum kecil dan bergegas menyusul Jiwa yang kini membawa gitar dan kunci mobil nya.
"Kita naik mobil saja Rudy agar kamu bisa nyetir aku sudah lama tidak nyetir mobil sedikit ngilu sejak kejadian itu."ucap Jiwa.
"Hmm... baiklah kalau begitu, sekarang biar aku yang menjadi sopir taksi mu nona Jiwa."ucap Rudy sambil tersenyum.
"Kau ini bercanda saja masukan dulu motor mu."ucap Jiwa.
"Ah baiklah."balas Rudy.
Mereka akan mengamen hingga saat bekerja tiba sebagai penyanyi cafe tiba dan mereka akan pulang di pagi dini hari.
Semua memang butuh perjuangan, tapi keduanya tidak pernah mengeluh untuk hal itu, dunia tarik suara itu sudah seperti hobi bagi mereka.
Rudy sendiri sebenarnya bisa saja membawa Jiwa untuk menjadi penyanyi sesungguhnya, tapi dia juga belum siap menghadapi masalah yang akan timbul jika orang tuanya tau tentang itu.
Rudy hanya ingin tetap menikmati waktu nya saat ini dengan bernyanyi membuat hatinya tenang dan dia bisa melihat luasnya dunia dari lirik lagu yang sering ia bawakan selama ini.
Dan kini kedua pasang gitar itu tengah dimainkan hingga menarik perhatian pengunjung karena suara merdu yang mereka miliki saat ini.
Tidak sedikit pasangan kekasih yang melewati jalanan tersebut berhenti sejenak dan mendengarkan lagu yang mereka bawakan kemudian menyisihkan sebagian uang mereka di tempat yang keduanya sediakan.
Jiwa tidak pernah merasa malu dengan itu, karena menurutnya itu adalah pekerjaan yang halal, dia menjual suara merdunya pada orang yang menyukainya.