Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha Negoisasi
"Inggih, Pak. Bapak Kepala Desa tidak bosan-bosannya memperingatkan kami agar rajin beribadah dan berdoa."
*
Setelah 3 hari pencarian, Satria dkk masih tetap belum ditemukan bahkan ke 3 motor mereka juga tidak tahu kemana rimbanya. Pak Haji Mashudi yang ikut membaca informasi tentang perkembangan kasus itu pun akhirnya datang ke kantor polisi untuk meminta ijin menerawang plat nomor yang ditemukan oleh Pak Ustad Mahmud.
Di mushola Polsek, Pak Haji Mashudi mengadakan sholat dhuha dan wiridan terlebih dahulu sebelum melakukan penerawangan, mengingat dia pernah diserang saat mencoba menembus pertahanan lawannya dengan mata batinnya.
Selama hampir 2 jam, Pak Haji itu terus berdoa hingga akhirnya dia masuk ke proses penerawangan dengan menempelkan telapak tangan kanannya pada plat nomor kendaraan Satria dkk seraya mulutnya terus komat kamit membaca doa.
Saat melakukan penerawangan, Pak Haji Mashudi tidak mencoba untuk mencari tahu siapa yang sudah menculik Satria dkk, tapi dia berusaha untuk menelusuri dimana saja plat nomor kendaraan itu melintas. Butuh waktu hampir 1 jam untuk Pak Haji itu mendapatkan jawabannya.
Setelah selesai urusannya, Pak Haji Mashudi pun kembali ke ruang kerja Pak Shodiq.
"Bagaimana, Pak Haji? Bapak mendapatkan sesuatu?" polisi berpangkat Bripka itu sudah tidak sabaran.
"Setelah melakukan penerawangan, saya sedikit mendapatkan petunjuk, Pak Shodiq," timpal Pak Haji.
"Bapak dapat petunjuk apa?" tanya polisi tersebut.
"Berdasarkan penerawangan saya, motor mereka melintas menuju ke hutan terlarang," jawab Pak Haji Mashudi yang membuat Pak Shodiq kaget.
"Beneran, Pak Haji?" polisi tersebut bertanya untuk memastikan kebenarannya.
"Saya yakin 100%, Pak Shodiq," sahut Pak Haji mantap.
"Berarti selama ini kita mencari di area hutan yang salah. Tapi waktu pamitan dengan orang tua, kenapa mereka bilangnya mau berburu di hutan dekat rumah?" pikiran polisi itu mulai berspekulasi.
"Itu artinya mereka berbohong, Pak. Bisa jadi mereka penasaran dengan hutan terlarang setelah mendapat beberapa kabar terkait hutan angker itu lalu mencoba pergi ke sana," tebakan Pak Haji Mashudi lumayan jitu.
"Kalau mereka masuk hutan terlarang, kemungkinan besar mereka tidak akan bisa kembali lagi," Pak Shodiq menyampaikan praduganya.
"Sepertinya begitu, Pak. Dari kabar yang saya dengar, sampai sekarang ini tidak ada yang berani mendekati hutan terlarang apalagi masuk ke dalamnya," balas Pak Haji Mashudi.
"Lalu bagaimana dengan penemuan ke 3 plat nomor motor mereka di dekat gapura Desa Semilir, Pak Haji? Apa mungkin benda-benda itu sengaja dibuang disitu atau bagaimana, Pak?" lanjut polisi tersebut.
"Saya benar-benar minta maaf Pak Shodiq, saya tidak mampu menerawang siapa yang sudah membuang plat nomor kendaraan itu di dekat gapura Desa Semilir. Mata batin saya tidak bisa menembus ke arah sana," terang Pak Haji Mashudi.
"Ya sudah Pak Haji, kalau memang panjenengan hanya bisa menerawang segitu ya tidak apa-apa, jangan dipaksakan, saya yang malah berterimakasih. Tapi semisal kalau Pak Haji nanti saya mintai bantuan untuk menjelaskan hasil penerawangan panjenengan ke orang tua 5 pemuda itu bagaimana, Pak Haji? Panjenengan bersedia atau tidak?" kata Pak Shodiq.
"Tentu saja saya bersedia Pak Shodiq, silahkan Bapak atur waktunya kapan."
3 hari kemudian, orang tua Satria dkk dipertemukan dengan Pak Haji Mashudi. Setelah pertemuan itu selesai, para orang tua tersebut sepakat untuk berkonsultasi dengan pemilik perguruan silat tempat anak mereka berlatih ilmu bela diri.
Karena orang tua Satria dkk ingin sekali menemukan anak mereka, maka pemilik perguruan silat itu pun mengumpulkan beberapa teman seperguruannya termasuk para murid senior yang semuanya sudah diisi tubuhnya dengan ajian-ajian.
Selama 1 minggu mereka mempersiapkan diri termasuk membeli sesajen dan beberapa ekor ayam cemani yang niatnya akan dijadikan persembahan untuk penunggu hutan terlarang.
Tanpa sepengetahuan pihak kepolisian dan Pak Haji Mashudi, tepat jam 9 malam jum'at, puluhan orang dengan mengendarai sepeda motor melaju menuju ke hutan terlarang untuk mengadakan negoisasi dengan si penunggu hutan agar mereka mengembalikan Satria dkk.
1 km sebelum sampai di hutan terlarang, rombongan itu sudah merasakan aura negatif yang sangat kuat, yang membuat nyali mereka agak ciut termasuk pimpinannya.
Setibanya di pinggiran hutan angker tersebut dan memarkir kendaraan, dengan dibantu pencahayaan dari senter, mereka menata persembahan lalu duduk bersila dan merapal mantra sesuai yang diinstruksikan oleh pimpinan perguruan silat.
Selama mereka mengadakan ritual, banyak pasang mata yang berwarna merah menyala, menyorot tajam pada kumpulan manusia itu dari balik rerimbunan pepohonan.
Sesudah 2 jam an mulut mereka komat-komit, dari arah hutan terlarang muncullah asap hitam tebal yang kemudian berubah wujud menjadi laki-laki tua berpakaian serba hitam, berambut dan berjenggot putih panjang.
"Untuk apa kalian datang kemari?! Mengganggu ketenanganku saja!" pria tua itu tidak senang dengan kedatangan mereka.
"Mohon maaf Eyang jika kedatangan kami sudah mengganggu ketenangan Eyang. Maksud kedatangan kami ke sini adalah karena kami ingin membawa murid kami kembali," balas Ki Kusumo, si pemilik perguruan silat.
"Jadi 5 anak muda goblok itu muridmu? Ha ha ha ha ha, murid dan gurunya ternyata sama-sama gobloknya," ejek laki-laki tua berpakaian serba hitam itu.
"Atas nama murid saya, saya benar-benar minta maaf Eyang jika mereka sudah berani masuk ke daerah kekuasaan Eyang. Saya dan para senior lain sama sekali tidak tahu jika mereka nekat masuk ke hutan terlarang," Ki Kusumo terus merendah agar tidak menyulut emosi pria tua tersebut.
"Maaf? Gampang betul kamu mengucapkannya! Sudah tahu hutan ini adalah hutan terlarang, mereka malah sengaja mengantar nyawa. Benar-benar goblok!" sengak laki-laki tua itu.
"Sekali lagi atas nama murid saya, saya benar-benar minta maaf Eyang, tolong ampuni mereka," untuk kali ini pimpinan perguruan silat tersebut sampai bersujud di tanah yang diikuti oleh yang lainnya.
"Dari ke 5 pemuda itu sudah 2 orang yang tinggal tulang belulang karena aku jadikan persembahan," ucap pria tua berpakaian serba hitam itu terus terang.
"Tidak apa-apa Eyang, kalau begitu kerangka mereka dan murid saya yang masih hidup, kami bawa kembali," sahut Ki Kusumo.
"Ha ha ha ha ha. Kamu pikir aku ini siapa hingga dengan mudahnya mengembalikan mereka. Sekali mereka masuk ke hutanku, mereka tidak akan bisa kembali," ujar laki-laki tua berambut putih panjang tersebut.
"Saya mohon Eyang, tolong maafkan dan kasihani mereka," pimpinan perguruan silat itu terus memohon.
"Apa yang bisa kamu berikan padaku sebagai ganti nyawa mereka? Nyawamu sendiri?" tantang pria tua itu.