Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 13 Titik Terang Keberadaan Mirna
"Sarah gak diajak?" Kembali Juragan Bandi bertanya.
"Hanya sebentar saja," jawabnya. Dia segera pergi dari sana.
***
Sementara di tempat lain Mirna, Amir, dan Emaknya tengah asik menonton. Tak ada hiburan lain untuk orangtua itu selain televisi.
Emak Ijoh adalah nama ibunya Amir. Karena stroke yang dia derita, dia tidak bisa menegur sikap anaknya yang kelewat batas.
"Ya Allah, sebenarnya siapa wanita ini? Kenapa selalu ada bayangan hitam dibelakangnya?" Batin Mak Ijoh.
"Mirna, semenjak Purnomo menikah, kamu sudah tidak memberikan air ramuan lagi padanya. Aku hanya khawatir dia kembali sadar dan melupakanmu." Kata Amir.
"Aku sudah bilang berkali-kali, dia sudah tidak perlu meminum air itu. Akan ada saatnya dia sendiri yang melakukan ritual." Kata Mirna. Pandangannya tetap pada siaran televisi.
"Ritual? Amir tampak ragu, tapi tidak mau membantah. "Mirna apa kau yakin tidak bersedih, atas pernikahan Purnomo?" Kembali Amir menanyakan pertanyaan yang pernah dia lontarkan.
"Sedih? Aku tidak bersedih sama sekali. Hanya saja aku menyesali kejadian yang tidak sesuai dengan keinginan ku." Ucapnya.
Amir mengernyitkan dahinya, menatap Mirna. "Maksudnya?"
"Aku menyesali kematian Kakek yang terlihat oleh warga." Ucapnya. Mirna sedikit khawatir kalau-kalau warga itu melihat dia yang menghabisi kakeknya.
Tapi sejauh ini, tidak ada yang menyinggung tentang itu. Justru mereka hanya fokus dengan pelet Purnomo.
"Hmm, Sudahlah. Tak perlu disesali. Kita fokus dengan rencana kita saja." Ucap Amir seraya terus menggeser tubuhnya lebih dekat dengan Mirna.
"Iya, terimakasih karena sudah membantuku." Mirna sangat senang karena ada orang yang masih menganggap nya manusia.
"Sama sama, aku bantu kamu karena kita memiliki tujuan yang sama."
"Sepertinya tidak." Mirna merasa tak terima kalau mereka dianggap memiliki satu tujuan.
"Tentu saja sama. Aku ingin bersama Sarah, sedangkan kamu mau bersama Purnomo. Intinya kita ingin mereka berpisah." Terang Amir.
"Kamu salah, mir. Aku sama sekali tidak menginginkan Purnomo. Aku hanya mau melihat Sarah bersedih, karena lelaki yang dia cintai lebih memilih ku." Tegas Mirna.
"Baiklah, terserah kamu saja." Wajah Amir sudah berada tepat dihadapan Mirna. Mirna tak bisa lagi bergeser karena sudah rapat dengan dinding rumah.
"Amir, kamu ngapain sih mepet terus?" Mirna merasa tidak nyaman. Ini pertama kalinya dia dekat dengan seorang lelaki.
"Mirna, apa kamu masih perawan?" Tanya Amir.
"Memangnya kenapa?" Mirna sedikit canggung. Pertanyaan Amir terlalu sensitif baginya.
"Untuk memikat lelaki, kamu harus bisa puasin dia di ranjang. Kalau masih perawan artinya kamu belum bisa buat Sarah sedih." Ucap Amir.
"Maksudnya gimana, Mir?" Mirna sedikit mendorong Amir, membuat sedikit jarak diantara mereka.
"Wanita akan merasakan kehancuran, kalau kamu bisa seranjang dengan pasangannya." Amir menjelaskan pada Mirna yang masih polos.
"Ya Allah, ampuni anak hamba! Dia akan merenggut kesucian seorang wanita." Mak Ijoh hanya bisa menangis dalam diam.
"Kalau kamu tidak tahu, aku akan mengajarimu." Amir kembali menggeser tubuhnya kearah Mirna.
Kali ini Mirna tidak mendorongnya menjauh, dia ingin tahu apa yang dimaksud Amir.
Amir menautkan bibirnya pada bibir Mirna. Mirna tidak menolak, dia justru menikmati sensasi menyenangkan yang mulai menguasai dirinya.
Desiran darah mengalir, gejolak rasa yang tak pernah ada semakin menyeruak. Tiba tiba Amir melepaskan pagutannya.
"Kenapa berhenti?" Tanya Mirna.
"Kau menikmatinya? Apa kau menyukainya, Mirna?" Tanya Amir.
Mirna mengangguk, Amir tersenyum jahat. Tadi dia hanya berniat untuk menikmati bibir ranum Mirna, tapi ternyata dia diberi akses lebih.
"Apa kau mau aku melakukannya lagi?" kembali Mirna mengangguk meski malu malu harimau.
Amir segera mencumbu Mirna, tangannya mulai menggerayangi tubuh gadis itu. Satu persatu pakaian Mirna dia tanggalkan, hingga tak tersisa sehelai benangpun.
Menyadari disana masih ada sang emak, Amir segera mengantarnya ke kamar dan membaringkan emaknya di tempat tidur.
"Maafkan aku, Mak! Aku tidak bisa menahan nafsu ini." Ucapnya kemudian bergegas kembali pada Mirna.
Amir membawa Mirna ke kamar dan akan mengeksekusinya. Dia mulai menanggalkan pakaiannya, sampai pada saat akan membuka celana. Mirna menutup matanya dengan tangan.
"Buka matamu Mirna, dia ingin berkenalan dengan pemilik rumah barunya." Amir menunjuk pada joninya.
Mirna perlahan menurunkan tangannya.
"Tahan sebentar, sayang! Aku akan membawa mu menikmati indahnya hidup." Ucap Amir.
Mirna hanya diam, ini benar benar menyenangkan baginya.
"Ahwww!" Mirna berteriak kala Amir berhasil memasukkan Joni ke rumah barunya. Kemudian mereka kembali menikmati aktivitas itu.
Yang tidak mereka tahu,saat Mirna berteriak kesakitan Salman mendengarnya. Hingga desahan desahan laknat keluar dari mulut kedua anak manusia itu.
"Astaghfirullah, jadi selama ini Mirna bersama dengan Amir. Apa mereka benar benar melakukan maksiat pagi begini?" Gumam Salman dalam hati.
Salman segera pergi ke pintu depan, dia ingin mengacaukan perbuatan maksiat di dalam rumah itu.
"Assalamualaikum, Amir!" Seru Salman diluar.
"Ada orang, Amir!" Mirna takut kalau orang sampai melihatnya.
"Biarin aja, udah di ujung ini." Kata Amir. Dia masih asik memajukan mundurkan pinggulnya.
"Amir, sudah aku mau pipis."
"Pipis saja, gak pa apa." Amir mempercepat temponya dan tak lama, cairan kecebong tumpah di dalam inti Mirna. Mirna pada saat itu juga tengah mencapai klimaks.
"Amir!" Panggil Salman. Dia tidak putus asa, mengganggu moment dua sejoli itu.
"Lagi apa, Man?" Tanya seorang petani.
"Eh, ini mang, mau ketemu Amir. Tapi kayaknya orang nya gak ada di rumah. Dari tadi dipanggil gak keluar keluar." bohong Salman.
Dari arah belakang rumah, Amir muncul. Dia membawa ember kosong.
"Loh, Salman. Ada apa?" Tanya Amir yang baru datang.
"Nah itu orangnya. Kamu dari mana, Mir?" Tanya Petani itu.
"Biasa, Mang. Habis liat tangkapan ikan, tapi belum dapat." Bohongnya.
"Tumben kemari, man? Ada perlu apa?" Amir menatap Salman penuh curiga.
"Ini titipan ibu ku, buat Emak Ijoh." Salman menyodorkan bungkusan berwarna biru.
"Terimakasih, Ya." Amir segera menerima bungkusan itu. " Masuk dulu, man." Tawar Amir sekedar basa basi.
"Tidak, terimakasih. Aku masih mau anterin ini ke yang lainnya." Salman menunjukkan beberapa bungkusan dalam kresek.