"Panggil Bee aja seperti biasa. Gak ada akan ada yang curiga kan kalau kita in relationship, namaku kan Bilqis keluarga panggil aku Bi."
"We have no relationship."
Samapai kapanpun aku akan mengingat kalimat itu.
>_<
Bahkan hubungan yang aku pahami, lain dari hubungan yang kamu pahami.
Kamu tidak salah.
Aku yang salah mengartikan semua kedekatan kita.
Aku yang begitu mengangumimu sejak kecil perlahan menjelma menjadi cinta, hingga salah mengartikan jika apa yang kamu lakukan untukku sebulan terakhir waktu itu adalah bentuk balasan perasaannku.
Terima kasih atas waktu sebulan yang kamu beri, itu sudah lebih dari cukup untuk membuatku merasakan layaknya seorang kekasih dan memilikimu.
Tolong jangan lagi seret aku dalam jurang yang sama, perasaanku tulus, aku tidak sekuat yang terlihat. Jika sekali lagi kamu seret aku kejurang permainan yang sama, aku tidak yakin bisa kembali berdiri dan mengangkat kepala.
This is me, Bee Ganendra.
I'm not Your Baby Bee Qiss anymore
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Unik Muaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jagan Terlibat
Flash Back
Sejak lahir aku tidak pernah menyesal memiliki nama Adesya, nama yang diberikan Abang Ar untukku.
Tapi saat di umurku kelima tahun saat itu, nama Ade menjadi nama yang menakutkan untukku. Bahkan lebih menakutkan dari kekalahanku atas segala hal.
Masih teringat jelas kejadian hari itu, bagaimana aku berlari menghampiri Sakura yang sedang bersama Dia dan Chaka.
"Saku ..."
Sakura yang sedang memakan kue ulang tahunnya menoleh padaku.
"Saku, mau pipis ... Ikut yuk."
"Ayo, aku juga mau ke toilet."
Saat itu aku berjalan dengannya bersama sembari bergandengan tangan kearah toilet yang terletak diarea luar ballroom hotel, tempatnya dan dia merayakan pesta ulang tahun mereka.
"Bi mau ditemenin kakak masuk gak?" Tanya Sakura sembari berjalan di sampingku.
Aku menggelengkan kepala pelan, "Enggak, Bi bisa kok cebok sendiri."
Sakura terkekeh kecil, tanganku menggulung-gulung dress yang aku pakai agar tidak kesulitan didalam toilet nanti.
Kami hampir sampai di toilet, tiba-tiba ada seorang pria keluar dari toilet laki-laki dan menghadang langkah kami berdua.
"Minggir dong Om" aku sudah kebelet mengomelinya sembari memegangi dressku, "Kita mau lewat, Bi udah kebelet ini."
Bukannya menyingkir, pria itu malah menundukkan kepalanya lalu menatap kami berdua secara bergantian dengan tatapan datar sebelum tersenyum lebar.
Ada keanehan yang aku tangkap dari senyumnya yang tiba-tiba itu.
"Om denger gak sih?" Keluhku mulai kesal.
"Oh Hai Adesya" ucap pria itu, "Do you want to go to the toilet?."
Keningku mengerut dalam, aku menoleh kepada Sakura yang juga menoleh padaku, kami paham dengan apa yang pria itu katakan.
Yang aku tangkap saat itu, Pria didepan kami sedang menyapa Sakura, karna orang-orang memanggil Sakura dengan nama depannya, Adesya. Berbeda denganku, orang-orang lebih banyak memanggilku Bilqis, karna aku tidak suka dipanggil Ade yang seolah-oleh aku Adek alis anak kecil.
"No she is not" bantahku sembari menepuk pundak Sakura, "so mr, excuse me."
Ya, aku yang butuh ketoilet sekarang juga bukan Sakura.
Karna sudah sudah kebelet pipis, aku mendorong pria didepanku itu kesamping dan melanjutkan langkahnya kearah toilet wanita.
Aku yang sudah kebelet pipis tidak tahu jika Sakura masih diluar bersama pria itu.
Sakura tidak ada di bilik toilet dan disekitar toilet, sehingga aku kembali masuk keballroom, dan disanalah puncak semua terjadi.
Semua orang panik, Dia marah padaku.
Dan beberapa hari setelahnya aku tahu kenapa Sakura diculik, pria itu sebenarnya ingin menculikku namun salah membawa Adesya. Karnaku, keluarga dia ikut terlibat dalam polemik keluarga besarku.
Masih ingat bukan, nama depanku dan nama depan Sakura sama-sama Adesya.
Flash End
^-^
Kejadian tahun itu kembali teringat.
"Jangan dekat-dekat denganku dan kembaranku, Bi. Pergi sana!."
Itu adalah kalimat yang dia ucapkan setelah Sakura berhasil ditemukan, tepat pada saat aku ikut Ayah Bunda untuk meminta maaf pada keluarga Atmaja. Kalimat itu kembali terngiang dibenakku setelah sekian lama.
Kupeluk lututku dan menyandarkan kepalaku diatasnya sembari menatap keluar restaurant An Angel milik Kak Gea. Resto and Caffee milik Kak Gea yang dia jalankan sejak remaja.
"Mbak bisa minta tolong bersihkan meja nomor empat gak?."
Terasa suara itu begitu dekat denganku, aku langsung mengangkat kepala dan menoleh mencari sumber suara.
Seorang perempuan muda menatapku dengan tatapan sengit, untung saja aku sedang tidak mood untuk ribut, sehingga aku berdir dari dudukku dan hendak berjalan membersihkan meja nomor empat.
"Jadi pelayan kok santai banget duduk-duduk, emangnya gak dimarahin ama bos lo?."
Perempuan itu berkomentar sembari membuntutiku dari belakang. Aku tidak menaggapinya, tetap dengan niatku untuk membersihkan meja nomor empat.
"Bilqis ..."
Sayup-sayup aku mendengar namaku dipanggil sehingga aku menoleh kearah asal suara, disana ada Sisil pelayan Restaurant and Coffe milik Kak Gea ini. Aku hanya tersenyum segaris padanya menenangkan.
Hanya membereskan meja bukan pekerjaan yang berat, hitung-hitung sebagai menghilangkan kebosananku.
"Kalau gue jadi bos lo, udah gue pecat lo. Pelayan aja sok-sokan duduk dikursi customer, begaya pula. Lo itu gak pantes duduk disana, lo kan hanya pelayan. Lagian galau gak usah masuk aja, jangan ..."
Perempuan tadi ternyata masih berdiri disekitarku dan melanjutkan omelannya.
Aku menghela nafas sejenak, berbalik badan dengan mulut terbuka siap mengomelinya balik karna sudah tidak tahan.
"Mbak, dia pemilik tempat ini."
Sisil tiba-tiba sudah berdiri diantara perempuan itu dan Aku.
Aku tersenyum sinis, memiringkan kepalaku menatap perempuan didepanku dengan sedemikian rupa.
"Oh ya?, saya kira dia pelayan, bajunya kan sama kayak kalian."
Sontak saja aku terkekeh sembari bertepuk tangan, namun itu hanya bertahan beberapa detik sebelum wajahku berubah datar dan menatapnya tajam.
Kubuka sweter yang aku pakai, lalu kembali kupakai dengan posisi terbalik, dibagian kerah menjadi dipinggang.
"Gue gak tahu mbaknya bisa bedain kaos sama sweter apa enggak, tapi dari segi bahan jelas berbeda. Dan sweter yang gue kenakan ini bisa dapat tiga sampai empat tas yang mbaknya pakai" ucapku dengan nada tenang.
"Lo ngomong kasar banget sih?" Serangnya.
Aku tersenyum simpul, mengambil piring yang tadi aku susun di atas meja nomor empat lalu kembali menatap perempuan itu.
"Sebelum mengatai gue, tolong berkaca" ucapku dan melangkah hendak pergi, "meja bersih masih banyak, obsesi banget ama nomor empat, tempat makan favorit ama mantan ya?" Tanyanya sembari terus melangkah.
Meski perempuan itu pergi dan gak jadi makan, aku gak perduli. Mau Sisil nanti mengadu sama Kak Gea pun aku gak perduli, lagi pula hanya kehilangan satu pelanggan doang.
Karna sudah terlanjur membantu membereskan meja nomor empat, aku jadi keterusan membantu membersihkan segala hal yang ada di Resto and Caffee milik Kak Gea. Meski Sisil dan beberapa karyawan Kak Gea sempat melarangku.
Hingga pergerakanku terhenti karna pantulan kaca yang sedang aku bersihkan memantulkan sosok yang sudah beberapa hari ini tidak pernah lagi menemuiku.
"Gue suka gaya lo" ucapnya.
Kutahan wajah datarku sebelum berbalik badan menatapnya.
"Gue liat lo cekcok sama pelanggan tadi, keren" pujinya. "Sekarang malah bantu pelayan bersih-bersih meja, padahal sweter yang lo pakai bisa beli tiga tas mbak itu."
Aku tidak memperdulikan apa yang dia katakan, menghela nafas sejenak dan tersenyum sopan.
"Silahkan duduk, biar nanti pelayan yang nya ..."
"Gue mau ketemu Abang-Abang lo ama Elio, gak mau makan" potongnya.
Seketika tubuhku serasa kaku karnanya.
Otakku berputar mengingat apa yang waktu itu aku dengar dari meretes ponsel Ayah saat Elio bersama Sahabat Ayah, Aase dan Sahabat Abang Ar, Raja.
Dia masih berdiri didepanku, menatapku dengan kening mengerut, "kenapa?" tanyanya dengan anda lembut.
"Jangan terlibat" ucapku tegas.
Keningnya semakin mengerut dalam, aku yang mulai tersada berkacak pinggang siap menjelaskan kenapa, namun ekor mataku menangkan sosok yang aku kenal.
Bang Ar berjalan hendak masuk ke An Angel.
Segera kau berlari menghampirinya tampa memperdulikan dia yang masih berdiri ditempatnya menatapku.
"Abang jangan" ucapku tegas setelah menghentikan langkahku didepannya, "jangan biarkan dia terlibat."
Kening Bang Ar mengerut, menolehkan kepala mungkin menatap Dia, lalu menatapku dengan tatapan tajamnya.
"Sejauh mana yang kamu ketahui?, disini seharusnya kamu yang jangan terlibat Bilqis!.
^-^