NovelToon NovelToon
Malam Yang Mengubah Takdir

Malam Yang Mengubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Kaya Raya
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Tyger

Anya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang sederhana dan damai. Namun, yang ada hanyalah kesengsaraan dalam hidupnya. Gadis cantik ini harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Hingga suatu malam, Anya secara tidak sengaja menghabiskan malam di kamar hotel mewah, dengan seorang pria tampan yang tidak dikenalnya! Malam itu mengubah seluruh hidupnya... Aiden menawarkan Anya sebuah pernikahan, untuk alasan yang tidak diketahui oleh gadis itu. Namun Aiden juga berjanji untuk mewujudkan impian Anya: kekayaan dan kehidupan yang damai. Akankah Anya hidup tenang dan bahagia seperti mimpinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Tyger, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 - Tidur Lelap

Setelah perjalanan panjang, mobil akhirnya berhenti di depan rumah. Anya masih tertidur pulas di bahu Aiden, sama sekali tak menyadari bahwa mereka telah sampai di tujuan. Abdi segera membuka pintu penumpang, sementara Hana dan para pelayan lainnya sudah berbaris rapi di depan pintu menyambut kedatangan tuan mereka.

Aiden turun dari mobil sambil menggendong Anya, membiarkan wanita itu tetap tertidur dalam pelukannya. Anya sempat bergumam pelan, tersadar sedikit saat kehilangan sandarannya. Namun, tak lama kemudian ia kembali tertidur, membenamkan wajahnya ke dada Aiden.

Aiden melangkah masuk ke kamar utama, diikuti oleh Hana yang segera membukakan pintu untuk mereka berdua. Ia mengangkat selimut di atas tempat tidur besar dan merapikan bantal agar Anya bisa tidur dengan nyaman. Setelah itu, ia langsung keluar dari kamar.

Dengan hati-hati, Aiden meletakkan tubuh Anya di atas ranjang. Saat kepala Anya menyentuh bantal empuk, terdengar helaan napas puas dari bibirnya. Aiden pun tersenyum kecil melihatnya.

Ketika ia hendak beranjak dan meninggalkan kamar untuk menuju ruang kerja, tiba-tiba kedua tangan Anya memeluk pinggangnya erat, seolah tak ingin melepaskannya. Aiden sedikit terkejut saat melihat dua tangan mungil melingkari tubuhnya dengan erat.

Seandainya wanita itu sadar saat memeluknya seperti ini, mungkin jantung Aiden sudah berdebar hebat saking bahagianya. Sayangnya, Anya melakukannya dalam tidurnya. Mungkin saat terbangun nanti pun dia tidak akan mengingatnya.

Namun, hanya dengan momen sekecil ini saja sudah cukup untuk membuat hati Aiden hangat. Setidaknya, Anya secara tak sadar merasa nyaman bersamanya.

Aiden pun duduk kembali di tepi ranjang. Tangannya terangkat, membelai rambut Anya perlahan. Ia merapikan helaian rambut yang jatuh di atas bantal, menenangkan Anya hingga akhirnya wanita itu kembali tertidur nyenyak.

Sebelum keluar, ia membungkuk dan mengecup kening Anya lembut. Ciuman itu berlangsung beberapa detik seolah ingin meninggalkan jejak di tubuh wanita itu. Setelah memastikan Anya tertidur dengan damai, barulah Aiden meninggalkan kamar untuk melanjutkan pekerjaannya.

Sesaat setelah Aiden keluar, Hana melihat bahwa pakaian yang dikenakan Anya berbeda dari yang ia pilihkan tadi pagi.

'Sepertinya... itu bukan baju yang tadi kupilihkan untuk Anya,' gumamnya.

Saat masih berpikir, pintu kamar utama terbuka dan Aiden keluar. Melihat Hana, Aiden langsung berkata, “Bu Hana, tolong carikan salep luka bakar untuk wajah Anya.”

Salep luka bakar?

Sebelum sempat bertanya lebih jauh, Aiden sudah berjalan pergi ke ruang kerjanya, meninggalkan Hana yang kini dilanda rasa penasaran. Dengan pikiran bertanya-tanya, ia segera mencari salep untuk luka bakar.

Saat itu, ia melihat Harris berjalan di koridor. Tampaknya Harris hendak ke ruang kerja menemui Aiden. Namun, rasa penasaran Hana terlalu besar hingga ia buru-buru menghampiri anaknya sebelum sempat naik ke atas.

“Harris, sebentar!” seru Hana sambil menarik lengan anaknya, membuat Harris kaget.

“Ada apa sih, Ma? Pak Aiden sedang menunggu aku,” ucap Harris sambil melirik ke arah lantai dua.

“Apa yang terjadi dengan Anya? Kenapa Aiden nyuruh Mama cari salep luka bakar? Anya kenapa?”

Harris menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ceritanya panjang, Ma. Tadi Anya sempat ribut dengan Natali dan ayahnya. Natali siram dia pakai kopi. Tapi sepertinya tidak terlalu parah, karena kopinya sudah tidak panas lagi.”

Penjelasan Harris membuat mata Hana melebar. Kaget, lalu marah.

“Natali Tedjasukmana itu memang kurang ajar! Dari awal dia memang tak pernah suka sama Aiden cuma karena Aiden buta. Sekarang malah menjebak perempuan polos dan menjadikannya kambing hitam buat batalin pertunangan. Terus bapaknya gimana? Pasti kaget lihat dua anak perempuannya berantem kayak gitu!”

Harris hanya bisa menghela napas. Ia teringat bagaimana sikap Deny yang diam saja saat anak kandungnya dipermalukan.

“Bapaknya malah diam saja. Giliran Aiden datang, baru dia sok baik,” kata Harris kesal.

“Orang tua macam apa yang membiarkan anaknya dipermalukan di depan umum begitu?” Hana mengomel panjang lebar, membuat Harris sedikit risih.

“Entahlah, Ma. Keluarga mereka aneh banget. Nggak seperti keluarga normal.”

“Terus gimana kelanjutannya?”

“Pak Aiden udah balas Natali, tapi dia nggak sentuh Deny karena itu ayah kandungnya Bu Anya. Lagian, kelihatannya Anya masih sayang sama ayahnya walaupun udah disia-siain begitu.” ujar Harris, menatap jam tangannya. “Ma, aku harus lanjut kerja. Pak Aiden sudah nunggu.”

Setelah itu, Harris langsung naik ke ruang kerja, meninggalkan ibunya yang masih bergumam sambil mencari salep.

***

Sementara itu, Anya terbangun karena merasa tidak nyaman. Ia duduk di ranjang dan meregangkan tubuhnya yang pegal. Saat memandangi jendela, ia baru sadar bahwa hari sudah gelap.

“Berapa lama aku tidur?” pikirnya.

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. “Iya?”

“Madam, apakah Anda sudah bangun? Waktunya makan malam. Tuan Aiden menunggu di ruang makan,” ucap salah satu pelayan dari balik pintu.

Mendengar itu, Anya melirik ke jam yang ada di meja nakas. Jam menunjukkan pukul setengah delapan malam.

Aiden menungguku makan malam... dia sampai menunda makannya? batinnya.

“Aku akan segera turun,” jawab Anya.

Ia buru-buru mengganti pakaiannya yang kusut karena tidur. Ia juga merapikan sedikit rambutnya yang berantakan sebelum keluar kamar.

Saat menuruni tangga, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia akan bertemu Aiden lagi malam ini...

Apakah dia masih marah padaku? Haruskah aku minta maaf?

Bagaimana caranya agar Aiden tidak marah lagi kepadaku?

Anya menuruni tangga sambil memikirkan bagaimana ia harus bersikap di hadapan Aiden. Pertengkaran terakhir mereka di mobil membuat pria itu marah padanya. Aiden meminta sesuatu yang tidak mungkin bisa ia lakukan, tapi ia paham bahwa pria itu hanya memikirkan kebaikannya. Aiden tidak bersalah, hanya saja keadaan membuat segalanya jadi rumit.

Sepertinya, ia harus meminta maaf supaya suasana di antara mereka tidak kembali canggung.

Meskipun mereka tidak saling mencintai, kini mereka terikat dalam pernikahan seumur hidup. Mereka akan hidup bersama dalam waktu yang lama. Walau tanpa cinta, mereka tetap harus belajar hidup berdampingan. Setidaknya, mereka bisa menjalin hubungan sebagai teman. Oleh karena itu, hubungan mereka harus tetap baik-baik saja.

Ia harus minta maaf pada Aiden!

Anya masuk ke ruang makan dan melihat meja makan sudah penuh dengan makanan, tapi Aiden tidak duduk di kursinya seperti biasanya. Saat itu, Aiden sedang berdiri menghadap jendela, menatap ke arah danau yang tenang. Meski pria itu membelakangi dirinya, Anya bisa merasakan suasana hati Aiden yang tampaknya sudah lebih tenang.

Sepertinya, kemarahan Aiden sudah mereda.

Anya berjalan mendekat, memastikan langkah kakinya cukup terdengar agar Aiden tahu ia datang. Ia tidak ingin mengejutkan Aiden karena pria itu tidak bisa melihat. Namun, tanpa perlu isyarat pun, Aiden sudah tahu ia datang. Refleksi bayangan di kaca jendela memperlihatkan sosok Anya yang mendekat.

Aiden melihat Anya telah berganti pakaian dengan baju santai rumah. Rambutnya terurai dengan jepit rambut kecil yang membuatnya tampak rapi.

Aiden sangat menyukai pemandangan ini. Ia menyukai saat Anya berada di rumah, mengenakan pakaian santai, seolah menunjukkan bahwa dirinya merasa nyaman tinggal di sini. Semua ini membuat Aiden merasa, Anya adalah miliknya.

Meski wanita itu tak mengingat apa pun tentangnya.

Anya berdiri di samping Aiden, menjaga jarak agar tidak bersentuhan. Jarak yang sebenarnya tidak disukai Aiden. Ia ingin sekali memeluk wanita itu, menyandarkan wajahnya pada rambut Anya yang semerbak wangi. Ia ingin merasakan kehangatannya.

"Kamu masih marah sama aku?" tanya Anya pelan. Matanya menatap Aiden, tapi pria itu tak membalas tatapannya. Aiden tetap memandang ke luar jendela, tangannya terlipat di belakang punggung.

Tanpa perlu bergerak, siluet Aiden di balik cahaya remang bulan terlihat sangat memesona di mata Anya. Saat berdiri di samping Aiden, kepala Anya bahkan hanya setinggi pundaknya.

"Kamu tahu kenapa aku marah?" tanya Aiden. Suaranya terdengar tenang, tanpa nada tinggi sedikit pun. Seperti air jernih yang mengalir tanpa riak.

1
Syifa Aini
kalo bisa updetnya 3 atau 4 x dalam sehari. 🥰
Syifa Aini
alur ceritanya menarik, lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!