NovelToon NovelToon
Raja Terakhir

Raja Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Dunia Lain
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dranyyx

Sang raja terakhir tiada, dan bayangan mulai merayap di antara manusia.
Ketika dunia runtuh, satu-satunya harapan tersisa hanyalah legenda yang tertulis di sebuah buku tua. Riski, pemuda yang mencari ibunya yang menghilang tanpa jejak, menemukan bahwa buku itu menyimpan kunci bukan hanya untuk keluarganya… tetapi juga untuk masa depan dunia.

Dalam perjalanannya, ia harus melewati misteri kuno, bayang-bayang kutukan, dan takhta yang menuntut pengorbanan jiwa.

Apakah ia akan menemukan ibunya… atau justru menjadi Raja Terakhir yang menanggung beban akhir zaman?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34 : Arc Penjelajahan Bagian 5

Belum sempat berdiri, mata Riski teralihkan dengan pemandangan yang makin memperkeruh suasana.

Beberapa pria terlihat turun dari lantai dua rumah tua itu. Mata mereka menatap kosong ke arah Riski. Salah seorang dari pria itu melemparkan bom asap sehingga seluruh ruangan menjadi gelap.

Pandangan Riski mendadak kabur beberapa menit. Hanya suara teriakan dari teman-temannya yang terdengar. Saat ia membuka matanya, Tak ada seorang pun yang terlihat. Hanya secarik kertas yang tertinggal di lantai.

 Cari aku di gubuk tua belakang hutan, sebelum tengah malam hari esok. Jangan lupa gulungannya.

Riski terdiam. Tatapannya kosong. Ia tak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Penjelajahan yang awalnya seru dan menyenangkan, berubah menjadi ngeri dan menegangkan. Yang ia rasakan hanyalah rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Kedua tangannya tak berhenti gemetar." A... Apakah aku akan kehilangan lagi...! Arggh..."

Tubuhnya kaku, ia tak dapat menggerakkan meski ia terus mencoba.

Ruangan itu terasa sunyi… terlalu sunyi. Hanya ada suara berdengung pelan, seperti bisikan listrik yang menjalar di dinding. Semakin lama, dengungan itu berubah jadi tekanan di telinganya, membuat napasnya tersengal. Ia masih duduk terpaku. Nafasnya yang awalnya mulai tenang, tiba-tiba saja menjadi cepat. Riski mengangkat kedua tangannya—lalu ia menatap dalam. Tangannya tak berhenti bergetar." Kalau saja aku lebih cepat… kalau saja aku tidak lemah…” Kata-kata itu berputar di kepalanya, menusuk, mengupas habis sisa keberanian yang ia punya. Ia membenci dirinya." Perlahan air matanya mengalir. Riski menyentuh pipinya yang basah." Aku selemah ini?"

"Kalau kau lemah, jadilah lebih kuat." Terdengar suara menggema di dalam ruangan. Suara itu memecah keheningan malam.

"Siapa kamu...!" Riski beranjak bangun dan menodongkan pisaunya ke sekeliling ruangan. Matanya liar menatap seisi ruangan gelap rumah tua." Aku bukan siapa-siapa..." suara asing itu terdengar menggema lagi.

"Keluar kalau kau seorang pria..." Teriak Riski menjawab suara itu.

"Hmmph... Pria? Bukankah aneh seorang pria yang menangis mempertanyakan hal itu ke orang asing." Terlihat sosok berjubah hitam menuruni anak tangga dan mendekat ke arah Riski.

Alis Riski terangkat tinggi, bibirnya sedikit terbuka tanpa suara. Ia hanya berdiri terpaku, seakan mencoba memastikan apa yang barusan dilihatnya itu nyata." Kau siapa?" Riski menodongkan pisaunya tepat ke arah wajah pria asing itu." Jawab atau benar-benar Kucincang dirimu."

"Pisau itu terlalu elegan untuk orang lemah sepertimu." Pria itu menerjang dengan cepat sebelum Riski bereaksi.

Keringat dingin bercucuran dari wajah Riski ketika sebuah belati emas telah tepat berada di lehernya." Belajarlah sopan santun anak muda, sebelum kepalamu terpisah dari tubuhmu.

Riski hanya bisa menelan ludah dan tak bereaksi apa-apa." Maaf..."

Pria itu tak menaruh kecurigaan ke Riski, akhirnya tanpa ragu ia menurunkan belati itu dari leher Riski." Maaf agak kasar,"

Pria itu berjalan pelan ke depan Riski. Langkah anggun bak ksatria dari negeri dongeng, di padu dengan pakain hitam berjubah hitam bercorak emas. "Aku Martian De Luis." Pria itu membungkuk sedikit dengan tangan di dadanya.

"Martian apa tadi?"

"De Luis" sambung pria itu.

Riski menarik nafas panjang dan langsung mengeluarkannya. Wajahnya yang awalnya pucat, seketika cerah kembali." A... Aku Riski." Riski menirukan gerakan pria itu.

"Maaf atas kelancanganku. Tapi sejak awal diriku sudah memperhatikan kejadian tadi. Dan maaf, aku tak ikut membantu karena aku di kirim disini bukan untuk itu." Kata pria itu saat menatap tajam wajah Riski.

"Maksudnya apa? Aku tidak paham." Kata Riski yang membalas ucapan pria itu.

"Dan tunggu... Kau melihatku terdesak, teman-temanku di culik, dan... Dan kau dengan tenang mengatakan bukan urusanmu...!?"

"Tolong tenanglah... Aku bukan musuhmu disini. Serahkan gulungan kertas itu," mendengar permintaan pria itu, seketika Riski menjaga jarak. Ia sekejap mundur ke belakang dan menghentakkan kakinya ke lantai sehingga katana yang tergeletak melayang. Ia menangkap pedang itu dengan cepat.

"Kau... Tidak ada bedanya dengan Parakan tadi ternyata... entah apa yang kalian cari dengan benda ini." Mata Riski menatap tajam dan mulai mengambil kuda-kuda untuk menyerang.

Riski menerjang, pedangnya berkilat tajam saat membelah udara, mengarah lurus ke dada pria berjubah hitam itu. Dalam sekejap, langkah pria itu bergeser setapak—ringan, hampir tanpa suara. Tebasan itu hanya mengiris angin.

Tak memberi waktu bernapas, Riski memutar tubuh, melancarkan tebasan menyilang ke arah leher. Denting singkat terdengar ketika bilahnya disambut oleh pedang tipis berlapis emas. Sentuhan logam itu hanya sepersekian detik, lalu lawannya sudah kembali berdiri tegak, tenang seperti sebelumnya.

Riski maju lagi, serangan demi serangan meledak—tusukan, tebasan vertikal, hingga sapuan rendah ke kaki. Namun setiap serangan hanya bertemu udara kosong atau ditangkis dengan gerakan singkat yang nyaris malas, seperti seseorang yang menepis debu dari bajunya.

Pria itu menangkis dengan satu tangan, sementara tangan satunya terkepal di belakang punggung, menjaga sikap yang tak berubah—datar, tenang, dan anggun.

“Hanya itu?” suaranya rendah, namun cukup untuk menusuk harga diri Riski.

Giginya terkatup rapat, Riski menghimpun tenaga, lalu melancarkan tebasan terakhir dengan teriakan penuh amarah. Pedang mereka bertemu, dentingnya memecah udara. Tapi pria itu hanya memutar pergelangan tangannya, membuang arah tebasan Riski, dan melangkah mundur satu tapak.

Riski terhuyung. Napasnya terengah, dadanya naik-turun.

Ia menyadari—sepanjang pertarungan ini, bahkan ujung pedangnya belum pernah menyentuh lawan itu sekalipun.

Serangan terakhir dilancarkan, Riski meloncat ke udara, dan langsung menebas ke pria itu, pria itu menghindar sedikit, saat pedang Riski melesat ke lantai, Pria itu menendang punggung pedang hingga melesat dan menancap di lantai.

Tak memberi kesempatan, pria itu menendang keras ke dada Riski, hingga Riski terpental ke lantai." Aku kecewa, rumor itu tak se-wah kedengarannya." Martian berjalan pelan, aku minta gulungan itu untuk memecahkan kodenya. Benda yang ingin kalian cari di rumah tua ini bukanlah benda biasa. Dan lokasinya hanya aku yang tau. Aku telah memindahkannya dari ruang kamar rumah ini, sebelum di ambil oleh orang-orang dari VIRUS.

Tatapan mata pria itu menjadi dingin." Apa tujuanmu mencari buku itu? Hanya karena penasaran? Kalian pikir ini adalah benda untuk mainan anak-anak?"

Riski tergeletak dilantai dengan tubuh memar dan nyeri di sekujur badannya, seketika ia terdiam. Ia hanya bisa menarik nafas dengan terengah-engah. "Ibuku... Aku masih percaya ia masih hidup."

"Impian yang mulai. Tapi jika dia masih hidup dan dia di tawan oleh orang yang lebih kuat darimu? apa yang akan kamu lakukan, dengan tubuh lemahmu ini." Pria itu terdiam sejenak." Baiklah kamu akan aku bantu. Tapi, aku yakin tujuanmu akan bisa jadi lebih besar dari itu."

"Aku tidak peduli keparat..." Caci Riski menggelengar.

Tapi pria itu hanya tersenyum tipis." Kertas itu kamu jaga dulu dengan lebih baik. Sekarang lebih baik kamu bergegas mencari temanmu."

Riski pun bangkit dan berjalan gontai keluar rumah itu dengan membawa pisau dan pedangnya.

Ia hanya menatap diam, memperhatikan Riski yang berlalu pergi.

"Dari mana kau tahu? Tentang semua ini." Kata Riski yang tak menoleh ke belakang.

Tapi tak ada jawaban, saat ia menoleh pria itu sudah tak ada di tempatnya...

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!