NovelToon NovelToon
CEO Sadis Yang Membeli Keperawananku

CEO Sadis Yang Membeli Keperawananku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: GOD NIKA

Demi menyelamatkan keluarganya dari utang, Lana menjual keperawanannya pada pria misterius yang hanya dikenal sebagai “Mr. L”. Tapi hidupnya berubah saat pria itu ternyata CEO tempat ia bekerja… dan menjadikannya milik pribadi.
Dia sadis. Dingin. Menyakitkan. Tapi mengapa hatiku justru menjerit saat dia menjauh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GOD NIKA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api Yang Tidak Pernah Padam

Keheningan di safe house terasa berat. Nama "Arka Surya" masih menggantung di udara, seakan mengubah suhu ruangan. Raka memandang Leon dengan tatapan bertanya - tanya, tapi ia tidak berani menyela. Lana merasakan ketegangan yang berbeda, ini bukan sekadar kemarahan biasa. Ini seperti luka lama yang terbuka kembali, dan darahnya belum pernah berhenti mengalir.

"Lima tahun lalu?" Lana memecah keheningan itu. "Apa maksudmu, Leon?"

Leon tidak langsung menjawab. Ia berjalan ke jendela, menyingkap sedikit tirai, memeriksa keadaan di luar. Setelah yakin tak ada yang mencurigakan, ia kembali menatap pria yang terikat di kursi.

"Kau pikir bosmu itu kuat?" Leon berkata pelan, hampir seperti berbisik. "Dia cuma serpihan dari masa lalu yang seharusnya sudah terkubur. Tapi rupanya, ada orang-orang yang lebih suka menggali kuburannya sendiri."

Pria itu tidak bereaksi, tapi pupil matanya sedikit menyempit,Leon menangkapnya. "Aku tahu Arka," lanjutnya. "Dulu, dia bagian dari timku. Aku yang membawanya masuk… dan aku juga yang menjatuhkannya. Atau setidaknya, yang kupikir terjadi waktu itu."

Raka memutar tubuhnya, bersandar pada meja. "Kalau dia masih hidup, berarti semua yang kita pikir aman selama ini ternyata nggak lagi aman."

Leon mengangguk tipis. "Arka bukan tipe orang yang sekadar membalas dendam. Dia juga menghancurkannya dari akar, lalu membakar sampai tak ada yang bisa tumbuh lagi.

Lana memandang Leon. "Kalau dia seberbahaya itu… kita harus pindah tempat sekarang." aku gak mau terjadi apa - apa pada Arya dan juga kita.

"Tidak." Leon menatapnya. "Kalau kita pindah, dia akan menganggap kita pengecut. Aku tidak akan lari dari orang - orang yang berasal dari masa lalu."

Suasana tegang pecah ketika pria di kursi mulai tertawa. "Kalian terlambat. Bos sudah menyiapkan langkah berikutnya. Dan kalau aku bilang… kalian nggak akan bisa menghentikannya."

Katanya dengan tatapan sinis.

Leon mencondongkan badan, kedua tangannya menekan sandaran kursi. "Coba saja."

Pria itu tersenyum samar, lalu memalingkan wajah. "Bahkan kalau aku mati di sini, rencananya sudah berjalan."

Leon melirik Raka. "Kunci dia di ruangan belakang. Jangan lepaskan. Besok pagi, kita buat dia bicara lebih banyak."

Raka menarik kursi dengan kasar, menyeretnya ke ruangan gelap di ujung koridor. Suara pintu terkunci bergema, meninggalkan safe house, suasana kembali sunyi.

Beberapa Jam Kemudian

Lana belum bisa tidur. Dia duduk di sofa, menatap layar ponselnya, meski tidak benar-benar membaca apa pun. Leon datang dari dapur, membawa dua cangkir kopi.

"Kamu kenapa nggak tidur?" tanya Leon, meletakkan salah satu kopi di meja.

"Aku gak bisa tidur kalau tahu ada orang seperti itu di ruangan sebelah," jawab Lana jujur. "Apalagi setelah mendengar nama itu keluar dari mulutnya."

Leon duduk di hadapannya. "Arka… dia dulunya anak jalanan yang ku pungut. Pintar, licin, cepat belajar. Aku pikir, dia setia. Sampai aku tahu dia menjual informasi perusahaan ke pada pesaing ku."

"Dan kamu yang menjatuhkannya?"

"Aku serahkan semua bukti ke pihak berwenang. Dia dihukum. Tapi pada malam eksekusi transfer ke penjara maksimum, konvoi diserang. Semua orang di daftar tahanan dianggap tewas." Leon menatap ke bawah. "Aku yakin dia mati waktu itu. Rupanya… dia menghilang untuk menyiapkan pembalasan dendam ini."

Lana menggenggam tangannya. "Kalau dia menyerang dari masa lalu, berarti dia sudah mempelajari semua gerakanmu selama ini. Kita harus berhati-hati."

Leon menatapnya, ada sesuatu di matanya, campuran tekad dan rasa takut yang jarang ia tunjukkan. "Itulah kenapa kamu dan Arya harus tetap di sini. Raka dan aku yang akan menghadapi Arka."

Lana ingin protes, tapi menahan diri. Dia tahu, perdebatan sekarang tidak akan mengubah keputusan Leon.

Pagi Hari

Raka masuk ke ruang tamu dengan ekspresi datar. "Orang Arka membuka mulut."

Leon berdiri. "Apa yang dia bilang?"

"Dia mau bicara langsung sama kamu. Katanya cuma kamu yang bisa mengerti masalah ini."

Leon menuju ruangan belakang. Pria itu duduk dengan wajah setengah lebam, tapi senyumnya tetap merekah.

"Aku pikir semalam kamu akan membunuhku," katanya pelan.

Leon tidak menjawab. "Bicara."

"Bosmu… eh, maksudku, mantan bosmu punya pesan. Dia ingin bertemu denganmu. Katanya, cukup dirimu sendiri. Kalau kamu berani."

Leon mendengus. "Dan kalau aku tidak  datang?"

"Dia akan datang ke sini. Dengan cara yang kamu nggak akan suka." katanya sambil menyeringai sinis.

Raka berbicara dari balik pintu. "Ini pasti jebakan."

"Tentu saja jebakan," jawab Leon. "Tapi kadang, satu-satunya cara keluar dari lingkaran ini adalah masuk lebih dalam."

Leon menatap pria itu lagi. "Di mana?"

Pria itu mengangkat bahu. "Gudang pelabuhan, jam sepuluh malam ini. Sendiri."

Sore Hari

Raka membanting pintu garasi. "Kamu bener - bener mau datang sendiri? Itu bunuh diri, Leon!"

"Aku nggak akan datang sendirian. Tapi aku akan membuat mereka berpikir aku datang sendirian." Leon membuka kotak senjata di bagasi. "Kita atur perimeter. Kalau Arka muncul, kita tangkap. Kalau dia bawa pasukan, kita tidak punya pilihan selain mundur."

Raka menghela napas. "Aku tak suka permainan seperti ini."

"Aku juga nggak suka. Tapi Arka akan terus menyerang selama kita cuma bertahan." Leon menutup kotak. "Sekarang waktunya kita yang menyerang."

Malam hari di Pelabuhan

Udara asin menusuk hidung. Lampu-lampu pelabuhan menciptakan bayangan panjang di antara kontainer. Leon berjalan pelan, jaket hitamnya menyatu dengan kegelapan. Di telinganya, suara Raka terdengar melalui earpiece.

"Posisi aman. Dua orang di atap gudang, tiga di dekat pintu masuk."

Leon melangkah melewati deretan kontainer. Langkahnya bergema, setiap detik terasa panjang.

Dari kejauhan, seorang pria berdiri di bawah lampu kuning redup. Posturnya tegap, wajahnya sebagian tertutup bayangan. Tapi Leon mengenali cara orang itu berdiri, tenang, percaya diri, penuh kendali.

“Lima tahun, Leon,” suara itu memecah keheningan. “Dan kamu masih sama. Sok jadi pahlawan.”

Leon mendekat. “Dan kamu masih sama. Sok menjadi seorang korban.”

Arka tersenyum. “Korban? Tidak. Aku ini adalah hasil dari pengkhianatanmu. Kamu menjatuhkanku untuk menyelamatkan dirimu sendiri.”

“Kamu menjual rahasia tim,” balas Leon tajam. “Kamu membahayakan nyawa orang-orangku.”

“Orang-orangmu? Mereka bukan milikmu, Leon. Dan sekarang… kamu yang akan jadi milikku.”

Tiba-tiba, lampu-lampu di sekitar padam. Suara langkah cepat terdengar dari segala arah.

“Raka… !” seru Leon ke earpiece.

“Leon! Mereka datang dari semua sisi” Suara Raka terputus oleh letusan senjata.

Arka tersenyum lebar. “Selamat datang di permainan baruku.”

1
Risa Koizumi
Bikin terhanyut. 🌟
GOD NIKA: Terima kasih🙏🥰🥰
total 1 replies
Mít ướt
Jatuh hati.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!