Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 4, part 4
"Anj*ing, setan, bajingan*! pergi kau dari sini!
ngapain kamu masih disini, hah?
puas kamu tadi menertawakan penderitaanku, puas?"
Napas Anja memburu marah, matanya yang merah berkilat-kilat penuh amarah, keinginan membunuhnya terpencar begitu jelas dalam tatapannya yang penuh dendam, sementara badannya gemetar menahan ketakutan.
pergi!
Ia termangu, menyaksikan Anja yang kini berjongkok sambil menangis histeris. Ia tadi datang hanya untuk meminta maaf, tetapi mengapa reaksinya sedemikian besar? Bukan kah tadi dia baik-baik saja, merajuk manja, berbicara tanpa beban, lalu sekarang?
Mengapa sekarang dia seperti ini? matanya berkaca-kaca, tenggorokannya tercekat oleh rasa sakit, mengingat sedikitpun dia tak mendapat kesempatan untuk bicara,
"Anja aku..."
"pergi! Apa kamu tak mendengarku? pergi, sudah aku katakan, pergi!"
Reka terdiam, air matanya perlahan menetes, ia tau ia sangat pantas menerima kebencian ini, akan tetapi... melihat seorang yang ia cintai dalam keadaan hancur seperti ini, siapa yang kuat menyaksikannya?
Perlahan tubuhnya merosot, merangkak kemudian berlutut dihadapan istrinya memohon pengampunan "maafkan aku, ma- maaf karena sudah hadir dalam hidupmu!"
Anja menjerit ketakutan, beringsut dan berusaha menjauh "tidak... tidak ... Jauhi aku, tidak ...!" racaunya sambil terus menggeleng-gelengkan kepalanya ketakutan "menjauh, aku mohon! menjauhlah!"
Hatinya remuk redam, namun ia hanya bisa menurut dan beringsut, menjauh secara perlahan dari posisi istrinya kini dengan perasaan putus asa. Matanya memandang Anja dengan tatapan pilu, adakah takdir bisa dipesan sehingga bagian cerita ini dihilangkan saja? Atau setidaknya waktu bisa diulang, sehingga pertemuan dengannya tak usah terjadi? Sungguh, baginya kematian tak terasa menakutkan lagi ketimbang dengan menyaksikan wanitanya seperti ini.
Ia pikir, seperti yang dikatakan kakaknya bahwa semua baik-baik saja, ia pikir semua berjalan seperti yang tadi pagi dilihatnya, tetapi... Bukan kah ini seperti memulai semuanya dari awal, bahkan lebih buruk lagi?
Reka menyusut air matanya sambil mendongak tak mengerti, gemelutuk giginya menahan sakit sambil mengepalkan tangan, ingin sekali ia meninju apapun untuk melampiaskan rasa sakitnya.
Sekarang, bahkan ia tak dapat melakukan apapun selain menangis, memperhatikan Anja yang memeluk diri dengan tatapannya yang kosong.
Ia ingin sekali berteriak dan bertanya, bukan kah semuanya baik-baik saja, namun mengapa ada kejadian seperti ini?
Ia tak berani mendekat, padahal ia ingin sekali memeluk tubuh mungilnya untuk mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja. Hanya saja dia takut, ia takut jika memaksa malah membuatnya semakin tak terkendali.
Sampai seseorang datang dengan wajah panik, dia masih juga belum beranjak.
"Anja, kamu gak apa-apa kan sayang? Hah? Kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?" runtutan pertanyaan dari Erna tak mendapat respon sama sekali.
"Anja, sadar!"ucapnya panik sambil mengguncang tubuh Anja, menatapnya dengan penuh kekhawatiran.
Bibir Anja gemetar mengatakan sesuatu, "mbak, mengapa dia ada disini?"ucapnya kemudian memeluk tubuh Erna dan menangis keras disana. Wanita itu meraung-raung kesakitan seolah mencoba melepaskan semua beban yang selama ini mengendap didasar hatinya.
"Bukankah tadi dia baik-baik saja, apa yang terjadi?"suara Bu Niar yang baru datang. Erna mengangkat tangan dan berisyarat untuk diam, memberi kesempatan pada Anja untuk menangis sampai tenang.
"maafkan kami yang tak mengerti kondisimu. mbak senang tadi melihatmu baik-baik saja, mulai sekarang... Kamu kalau merasa sakit jangan lagi ditahan,ya?" Erna mengeratkan pelukan sambil mencoba menghapus air mata yang menetes, terus sakit dengan apa yang Anja rasakan.
"mbak, aku tak pernah membencimu. Aku tak membenci mami sama papi, tapi dia... Aku benar-benar tak bisa menerimanya. Kata mbak dia sudah berubah, tapi... Maafkan aku, aku... Aku...!"
"sudah, sudah... tak apa-apa, mbak ngerti kok. Justru mbak minta maaf karena mungkin selama ini sudah membuatmu tak nyaman. Mbak janji, mulai sekarang... Mbak tak akan memaksamu untuk menyukainya lagi,"
"mbak, terimakasih... Maafkan aku. Tapi bisakah, memintanya untuk tidak menemuiku lagi?"
Reka mengepalkan tangannya demi menahan rasa sakit. Ia memalingkan wajah seraya menyembunyikan air matanya yang menetes, ia ingin Anja memaafkannya kemudian mulai membangun hubungan, apa itu rumit?
Ia ingin sekali bertanya pada Tuhan.
semangat kak author 😍