Masa lalu membuat Sapphira Mazaya membenci suaminya. Namun, demi kedua buah hatinya, ia terpaksa menikah dengan Kaivandra King Sanjaya, ayah dari kedua anak kembarnya.
Kaivan melakukan berbagai cara hingga Sapphira mau menjadi istrinya. Rasa tanggung jawab atas hadirnya sepasang anak kembar yang baru ia ketahui tujuh tahun kemudian membuat ia harus rela hidup dengan kebencian dari perempuan yang kini berstatus sebagai istrinya.
Akankah Kaivan mampu merubah rasa benci di hati Saphira padanya menjadi cinta kembali seperti di masa lalu? Serta memberikan kebahagiaan yang bukan sekedar sandiwara untuk kedua putra dan putrinya?
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SYKB 13 Salah Paham
Suami Yang Ku Benci (13)
Langit sudah menggelap. Matahari sudah berganti bulan. Anak-anak mulai menanyakan ayah mereka karena belum juga menelpon.
" Buna, kenapa ayah belum menelpon?," protes Shila.
" Mungkin masih di jalan,"
" Buna saja yang nelpon duluan," usual Sakha.
Saphira hanya diam. Selama ini dia belum pernah menelpon duluan.
" Bun, ayo telpon ayah," Shila mulai tak sabar.
"Hmm, baiklah,"
Saphira menghirup nafasnya dan menghembuskannya. Mencoba mengurangi rasa gugupnya.
Tuut.... Tuut .... Tuut ..
Panggilan pertama tidak di angkat.
" Telponnya tidak di angkat,"
" Coba lagi, Bun,"
Tuut ...
"Halo!!,"
Deg
Saphira melihat ponselnya khawatir salah menelpon. Tapi sayangnya benar. Yang ia hubungi memang ponsel suaminya.
Tapi,kenapa yang mengangkat malah perempuan.
" Halo!! ,"
Tunggu, rasanya ia mengenal suara itu.
" Mas Kenan nya kemana? Kenapa ponselnya kamu yang jawab?," tanya Saphira.
Ia tahu yang mengangkat ponsel itu adalah Laura.
"Oh, Kenan lagi ke kamar mandi. Dia titip ponselnya di aku,"
Saphira mengerutkan keningnya. Benarkah? Ia sangsi tapi, kenyataannya ponsel itu ada di tangan Laura.
" Suami kamu memang luar biasa ya. Benar kata Jeni, permainannya hebat," puji Laura membuat Saphira tak mengerti.
Permainan apa? Jeni?
Merasa tidak ada balasan dari Saphira, Laura tetap bercerita. Ia tahu Saphira masih mendengarnya.
" Dulu, aku pikir Jeni bohong soal mereka yang suka menghabiskan malam bersama. Ternyata, benar. Kaivan seperti yang Jeni ceritakan..."
Ingatan Saphira tiba-tiba tertuju pada pertemuan mereka di bandara. Laura sempat mengungkit jika Kaivan dan Jeni sudah melakukan hal lebih.
"Tolong bilang mas Ivan, kalau anak-anak, menunggu telponnya,"
Klik
Saphira menekan dadanya. Hatinya berkecamuk.
Sepertinya ia sudah benar untuk tidak menaruh hati pada Kaivan. Ternyata suaminya tidak sebaik yang ia bayangkan.
" Buna, bagaimana," tanya si kembar berbarengan. Si kembar menghampirinya keluar kamar dan membuyarkan lamunannya.
Saphira memang langsung menjauh saat mendengar suara perempuan yang mengangkat telponnya.
" Maaf, kata ayah. Ayah masih sibuk. Belum bisa nelpon," jawab Saphira berbohong.
Ia tak yakin jika Kaivan akan menelpon malam ini. Jika sesuai apa yang di ceritakan Laura dan sesuai bayangan Saphira, Kaivan pasti sedang melakukan sesuatu.
Tapi, tidak mungkin. Elak Saphira dalam hati.
Sementara itu, Kaivan yang menyadari sudah waktunya anak-anak, untuk tidur segera mencari-cari ponselnya.
Namun, nihil. Tidak ada.
" Putar balik, Ta. Kayaknya ponsel aku ketinggalan," perintah Kaivan pada Desta yang sedang menyetir.
Kaivan sudah dalam perjalanan pulang. Saat sampai di tempat tadi, ia berlari keluar dan malah bertemu Laura.
" Hai,Van. Ini ponsel kamu ketinggalan," Laura menyerahkan ponsel Kaivan saat tidak sengaja bertemu di parkiran.
" Oh, begitu. Terimakasih,"
Kaivan langsung mengambil ponselnya dan masuk kembali ke dalam mobil setelah berpamitan. Ia tidak berpikir macam-macam.
Tuut... Tuut . Tutt ...
Kaivan menelpon Saphira tapi, tidak di angkat. Panggilan kedua pun sama. Begitu beberapa panggilan berikutnya.
" Apa dia sudah tidur?,"
" Kenapa?," tanya Desta
"Saphira tidak mengangkat telponnya,"
" Mungkin sudah tidur,"
" Mungkin saja" jawab Kaivan.
Tapi, pikirannya tidak tenang. Entah kenapa ia merasa tidak yakin Saphira sudah tidur.
...******...
" Setelah ini tidak ada pekerjaan lain kan?," tanya Kaivan.
Raganya disini tapi, tidak dengan pikirannya. Sejak semalam ia tidak bisa menghubungi istrinya. Bahkan kini panggilannya tidak tersambung.
" Sebenarnya masih ada yang harus di urus. Tapi, itu bisa aku handle. Kalau mau pulang, pulanglah,"
Desta tidak yakin untuk menahan Kaivan disana. Percuma jika ia tidak bisa fokus pada pekerjaannya.
" Ya. Tolong ya. Perasaanku benar-benar tidak enak."
Desta paham, ia mengangguk.
Dengan terburu-buru, Kaivan keluar ruangan dan mengabaikan Syntia yang menyapanya juga Laura yang memanggilnya.
" Dia kenapa sih?. Padahal kan mau aku ajak makan siang bareng," gerutu Laura yang berbalik lagi karena orang yang akan ia temui pun tidak ada.
Perasaan Kaivan semakin gelisah saat Ibunya bilang Saphira dan anak - anak tidak akan menginap lagi. Bahkan Saphira tampak lebih pendiam dari biasanya.
Anin sampai bertanya apa mungkin Saphira dan Kaivan bertengkar? Karena anak-anak bilang Ibunya jadi aneh setelah menelpon ayahnya.
" menelpon? Kapan?," Kaivan mencari daftar riwayat panggilan tapi, tidak ada panggilan dari Saphira.
" Apa mungkin saat ponsel ini di pegang Laura?," Kaivan langsung meremas ponselnya.
Ia yakin Laura melakukan sesuatu tapi, apa?.
Perjalanan yang hanya beberapa jam itu terasa lama bagi Kaivan. Ia duduk dengan gelisah.
Sementara Saphira masih termenung sambil melihat alat penguji di tangannya.
" Tidak mungkin. Tidak mungkin aku hamil," lirihnya.
Kondisi tubuh yang tidak seperti biasanya membuat Saphira tiba-tiba ingat jika jadwal tamu bulannya sudah lewat.
Ia tidak sadar. sampai akhirnya karena penasaran, ia langsung mengujinya. Dan ternyata hasilnya ia positif hamil.
" Bagaimana bisa aku hamil? Padahal aku sudah berusaha tepat waktu minum pil KB. Apa telat minum bisa membuat aku hamil?,"
Saphira terduduk di lantai. Anak-anak masih ada di sekolah. Kini ia seorang diri di rumahnya.
Saphira memukul-mukul perutnya. Ia tidak mau hamil. Ia tidak ingin hamil lagi. Namun, ia kemudian tersadar dan meminta maaf pada janin yang sedang berusaha tumbuh di rahimnya.
Ia tidak salah. Tidak berhak menerima kemarahannya.
...******...
" Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Maaf apa ini benar dengan Pak Kaivan?,"
Tanya seseorang di sebrang sana.
" Benar. Ini siapa?,"
"Maaf, Pak mengganggu. Saya Miss Della Wali kelasnya Arshaka dan Arshila."
"Oh, Ada apa Ya, Miss?," Tanya Kaivan heran saat mendapat telpon dari wali kelas si kembar.
"Begini, Pak. Anak-anak sudah dari satu jam yang lalu bubar sekolah. Tapi, Bu Saphira belum datang menjemput. Saya hubungi juga tidak di angkat. Apa bapak Bisa menjemput anak-anak?,"
Kaivan terkejut. Saphira tidak mungkin mengabaikan si kembar. Perasaannya semakin khawatir.
" Baik. Saya langsung ke sekolah sekarang. Titip anak-anak sebentar lagi ya, Miss. Maaf merepotkan,"
"Baik, Pak. Tidak apa-apa,"
Sambungan di akhiri setelah mengucapkan salam.
" Pak, kita langsung ke sekolah xxx ya, baru ke alamat yang tadi saya minta,"
Supir pun mengangguk. Ia melakukan sesuai perintah pengguna jasanya.
Di dekat gerbang si kembar langsung memeluk ayah mereka. Mereka rindu.
Setelah berpamitan, Kaivan dan sikembar naik ke dalam taksi yang tadi mengantarkan dari bandara.
" Ayah, semalam kenapa tidak menelpon. Memang ayah sibuk apa?," todon9 sila langsung memberi pertanyaan.
" Maksudnya?," Kaivan mengerutkan keningnya.
Ia tidak menelpon semalam. Bahkan Saphira tidak mengangkat telponnya.
" Ia, Kami minta Buna nelpon ayah. Terus Buna telpon di luar kamar. Setelah itu Buna bilang ayah sedang sibuk jadi tidak bisa menelpon,"
Deg
Perasaannya semakin tak nyaman. Apa mungkin Laura yang mengangkat telpon itu dan mengatakan sesuatu yang membuat Saphira salah paham.?
TBC
Hati-hati lohh... doa anak kecil yg masih murni itu biasanya manjur 👍😜😆