Kecewa. Satu kata itulah yang mengubah Rukayah menjadi sosok berbeda. Hidup bersama lelaki yang berstatus suami tapi diperlakukan layaknya keset membuat Rukayah jengah dengan kehidupan rumah tangganya.
Bersabar bukan lagi jalan keluar. Dia tidak bisa terus bersama orang yang tidak menghargai dirinya.
Keputusan untuk berpisah sudah bulat meski suaminya, si Raden Manukan itu nantinya akan mengemis meminta untuk terus bersama.. I'm sorry mas, aku wes kadung rungkad!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rungkad 13
Tiga hari setelah kejadian itu, Raden dan Ru tidak bertegur sapa meski berada dalam satu atap yang sama. Ru tetap melakukan rutinitasnya bangun subuh, menyiapkan sarapan, nyuci sebelum akhirnya berangkat bekerja. Dan Raden?
Dia kembali ke rumah orang tuanya karena harga diri. Kembali ke rumah Ru saat sore harinya, masih tidur di rumah Ru tapi tidak makan masakan Ru. Emaknya tercinta melarang sang putra menyicip apapun buatan Ru, takut diracun mungkin.
Tanpa sepengetahuan Raden maupun keluarganya yang ningrat-an (ning\= di, ratan\= jalan, hanya sebuah candaan untuk orang-orang dengan golongan ningrat abal-abal!) Ru sudah mengajukan gugatan perceraian pada suami tampannya. Dia menangis sendiri, dia remuk sendiri, sakit ditanggung sendiri, meski sudah berusaha sabar tapi apalah daya.. Ru kalah dengan keegoisan dan tabiat buruk suaminya. Bertahan jika masih bisa dipertahankan tapi jika rumah tangga sudah morat-marit begini, untuk apa dia terus bertahan.
Sholat dia kerjakan sendiri padahal punya suami yang harusnya bisa mengimami. Selama tiga tahun menjadi istri Raden, jangankan untuk sholat, Ru bahkan tidak pernah mendengar Raden berucap istighfar, atau satu kata saja yang menunjukkan jika suaminya itu muslim. Dia jadi ragu, jangan-jangan selama ini yang menikahinya adalah seorang kafir!
Keputusan itu sudah Ru pertimbangkan dan pikirkan masak-masak, biarlah nanti dia hidup sendiri. Menjadi janda tidak akan seburuk itu. Masa bodoh dengan gunjingan tetangga. Hidup akan selalu salah di mata para tetangga. Belum menikah dibilang nggak laku, udah nikah dibilang mandul karena belum bisa punya anak, bertengkar lima menit dengan suami dighibah lima minggu oleh tetangga, udah khatam pokonya Ru dengan ulah ras terkuat di muka bumi itu.
"Kata bapak, pak Juki Cen bisa nyepetin proses gugatan mu Ru. Tapi ya itu, pulusnya agak lumayan. Kamu punya nggak duit empat juta?" Lita sudah tahu rencana Ru, justru dia yang paling bersemangat saat Ru bilang ingin memantapkan statusnya jadi mbak janda!
"Empat juta itu duit semua? Ayo nanti malem ngepet di rumah juragan Maulana! Aku jaga lilin kamu yang jadi ba_binya. Kamu kalo ngomong kayak orang nggak pernah makan beras!"
"Huahaha, kan aku tanya baek-baek elah Estefania! Ngapa kamu ngegas? Lagian aku doyannya nasi Ru, bukan beras."
"Nggak usah tanya duit empat juta ke aku Ciripa! Udah dipastiin temen mu yang melarat ini nggak punya duit sebanyak itu."
Keduanya sudah menyelesaikan tugas mengupas singkong. Enam keranjang penuh berisi ketela pohon itu mereka libas tanpa ampun, kerja sat set das des meski mulut nggak berhenti ngomong. Yang penting pekerjaan selesai dan nggak ghibah orang lain.
"Pinjem aja ke juragan Maulana Ru. Kalau kamu yang pinjem pasti dikasih!" Celetuk Lita sekarang mencuci singkong yang sudah dikupas tadi, dan melemparkan hasil cucian kedalam ember bak. Nantinya para singkong yang sudah bersih itu akan dipasah dijadikan ukuran tipis.
"Gundul mu! Makin ngawur kamu. Udah kerja dulu aja lah Ta, aku tak ambil pasah dulu."
Ru dan Lita sudah memutuskan bekerja tanpa memperdulikan gunjingan emak-emak senior mereka yang lebih dulu bekerja di sana. Sudah jadi pemandangan biasa jika Ru dan Lita seperti mendapat intimidasi dari sesepuh mereka. Seperti sekarang, ketika Ru riwa-riwi mencari keberadaan berpuluh-puluh pasah yang kemarin tergeletak begitu saja, kini ketika dibutuhkan Ru tidak menemukan benda tersebut walau hanya sebiji aja.. Para emak-emak hanya mengikuti langkah kaki Ru yang kebingungan dengan ekor mata mereka.
"Mbak Ru cari apa ya?" Para ibu-ibu yang sholehatun langsung menunduk pura-pura fokus pada pekerjaan mereka ketika mendengar suara mandor Jastin Miber mendekati Ru.
"Itu pak, cari pasahan. Kok nggak ada ya." Ru menjawab tapi matanya masih sibuk mencari ke sekeliling ruangan besar tersebut. Siapa tahu dia melewatkan pemindaian karena grusa-grusu.
"Ada yang tahu di mana pasahan yang mbak Ru cari?" Suara pak Jastin Miber ternyata ampuh juga.
Baru menggelegar sekali dan bertanya di mana letak benda yang dipakai untuk menipiskan singkong, seorang emak-emak dari genk pojok langsung menunjukkan letak pasahan yang sejak tadi di cari Ru.
"Buset dah, pantes nggak ketemu. Orang dikekepin.." Ru geleng kepala. Tak habis pikir dengan ulah para sesepuhnya.
Pekerjaan yang benar-benar menguras emosi jiwa raga, tapi setidaknya masih ada orang baik di sekitar Ru. Meski bisa dihitung jari jumlahnya.
"Mbak Lita dipanggil juragan."
Ru dan Lita yang sudah menyelesaikan acara masah-memasah singkong jadi mengerutkan kening masing-masing.
"Eh tumben aku yang dipanggil, ada apa ya Ru?" Lita terlihat plonga-plongo.
"Eaaaa berseminya benih cinta antara Lita dan Maulana di gudang--"
"Gudang lambe mu!" Sanggah Lita.
Lita mbesengut sedangkan Ru ngakak brutal. Mengikuti perintah pak Jastin Miber, Lita sekarang ada di rumah juragan muda yang letaknya tak jauh dari gudang singkong tadi.
"Ya pak, ini aku udah ke sini. Katanya tadi pak Maulana manggil aku?" Lita sudah menemukan keberadaan bos mudanya yang ternyata sedang nulis-nulis, nggak tau lah nulis apaan. Bukan urusan Lita juga.
"Duduk dulu mbak." Senyum Maulana terbit.
"Gini mbak, hmm tadi aku sempet denger mbak Ru sama mbak Lita bicara tentang uang. Mau pinjam dana dari sini apa bagaimana?"
Tentu saja bola mata Lita langsung membulat. Dia seperti berhadapan dengan cenayang, dukun, paranormal atau sejenisnya. Bagaimana tidak, jelas-jelas tadi hanya dia dan Ru saja yang membahas perihal butuh uang empat juta sebagai pemulus proses perceraian antara Ru dan Raden tapi, sekarang di depannya tengah duduk bosnya yang dengan entengnya menawarkan bantuan dana.
"Iya iya pak iya, lagi butuh banget. Emang di sini bisa minjem uang gitu ya pak? Kayak pinjol pinjol gitu? Proses cepat, dana kilat, bayar nyicil, nggak kebayar diuber nyampe lubang upil?!"
Tawa renyah Maulana membuat Lita salah tingkah, bagaimana tidak.. Lelaki di depannya itu berkali-kali lipat terlihat lebih ganteng jika tertawa.
"Hahaha.. Mbak Lita kok lucu banget ya. Di sini nggak kayak gitu mbak, hanya menawarkan bantuan aja. Dari pada karyawan ku pada kejebak rentenir atau lintah darat karena kebutuhan mendesak terus nggak bisa kerja lagi di sini saking takutnya diuber-uber debt collector kan mending aku tawari pinjeman aja, ya kan?"
"Waah iya kah? Minjem juga ujungnya.. Hehehe kirain dana cuma-cuma..." Terdengar berharap, berharap banget malah.
Lagi-lagi Maulana tertawa mendengar gurauan Lita.
"Boleh. Mau dana cuma-cuma to? Nikah dulu sama aku. Abis itu baru nanti tak kasih dana cuma-cuma hahahaha.."
"Eh.." Lita berjingkat saking tak percaya dengan ucapan Maulana tapi sepertinya Maulana hanya menganggap obrolan mereka hanya pemanis hubungan antara bos dan karyawannya.
'Jangan baper Ta, jangan baper! Dia bosmu bukan pacarmu! Jangan keliatan murah banget di depan cowok.. Helooo dadar diri yok Ta yok! Dia langit kamu tembelek sapi!'
"Wah bercandanya pak Maulana ngajak ke KUA nih hahaha.. Aku kan jadi mau pak!" Eh mulut, kok yang keluar jadi gini! Lita menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.
ditambah ada unsur ngarep.com juga ya Mak pengen mantu cakep Baek bin kaya😂 tapi ternyata emak salah sasaran karna target mas maul itu ru
pasti ku ketawain juga kok
ucapan kan doa
halu lah kau nimas😏
yg bilang gitu siapa coba😤
kamu aja terlalu buduh, percaya modelan cwo mokondo
selow aja jgn ngegas gitu
eakkkk🥰🤣
terlalu irit lah kamu mas ciko, seharusnya sekali pake buang.. lah buat nyoblos berkali2 ya jebol😑😑