Angkara Afrizal Wijaya, ketua osis yang kehidupannya hampir sempurna. Tetapi, karena kehadiran adik kelas yang sangat menyebalkan. Kesehariannya di sekolah bagaikan neraka dunia.
Dia adalah Alana, gadis gila yang selalu mengejar-ngejar cinta seorang Angkara tanpa kenal lelah. Alana adalah ketua geng motor Avegas.
"Kak Angkasa!"
"Nama aku Angkara!"
"Tetap saja aku akan memanggilmu Angkasa, Angkara Sayang."
Kisah cinta abu-abu pun di mulai! Akankah gadis gila seperti Alana, mampu meluluhkan hati ketua osis galak?
Follow tiktok: Cepen
Ig: tantye005
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 ~ Kenapa harus Alana, Pa?
Azka mengerutkan keningnya ketika kembali ke ruangannya, mendapati Angkara duduk dengan tenang di sofa sambil menundukkan kepalanya. Ia pun ikut duduk di hadapan sang putra, meski lelah setelah menghadiri rapat tahunan di lantai 2.
"Tumben sekali putra papa datang ke kantor," ucapnya.
"Kenapa harus Alana, Pa?" Angkara mendongak. Ada rasa kecewa yang terdapat di manik hitam Angkara.
"Karena dia mencintaimu Nak. Papa yakin Alana bisa membuatmu sembuh dan perlahan-lahan jatuh cinta tanpa rasa takut."
"Kara nggak akan menikah!" Angkara bangkit dari duduknya.
"Papa dan om Dito sudah mengatur pertunangan kalian."
Angkara tak penyahut, lelaki yang masih memakai seragam sekolah itu meninggalkan perusahaan besar papanya. Saat ini saja tubuhnya telah mengeluarkan keringat dingin ketika tahu akan menikah dan menjalin sebuah hubungan.
Ia berusaha menghindari semua orang yang bisa saja membuatnya jatuh cinta, tetapi kenapa sang papa malah akan melibatkannya dengan Alana?
Angkara merogoh saku celananya ketika mendapatkan panggilan dari sang mama.
"Di mana, kok belum pulang?" tanya Salsa.
"Angkara ada tugas kelompok Ma, mungkin pulang malam," ucapnya berbohong.
"Kalau begitu hati-hati di luar sana, usahakan pulang cepat ya Sayang." Salsa memaksakan senyumnya di seberang telepon. Wanita itu baru saja mendapatkan telepon dari sang suami agar menyuruh Angkara pulang.
"Iya Ma."
....
"Al, kenapa lo sejak tadi diam saja?" tanya Gio, ikut duduk di samping ketuanya.
"Gue bingung, Yo."
"Bingung kenapa sih? Kek orang benar aja lo."
"Ck, gue serius ini."
"Apa memangnya?"
"Gue dijodohkan sama kak Kara dan akan bertunangan atau mungkin menikah. Gue senang banget dong, tapi sikap kak Kara semakin beda sama gue."
Hening, Gio tak menyahuti curhatan Alana. Lelaki itu sedikit terkejut tahu ketuanya akan dijodohkan, terlebih pada Angkara. Bukankah artinya Alana akan memundur dari Avegas setelah menikah?
"Yo?"
"Harus banget gitu, lo menerima permintaan daddy? Lo masih muda, kalau nikah otomatis pergerakan lo terbatasi."
"Lo benar." Alana mengangguk. "Btw anak-anak ke mana? Gue nggak liat satu pun di bawah."
"Kan hari Jumat, mereka ke panti bagi-bagi in makanan."
"Hampir lupa. Nyusulin yok!" Alana bangkit dari duduknya yang sejak tadi menggayungkan kakinya di roftop markas tanpa takut terjatuh.
"Boleh."
Alana dan Gio pun melajukan motor kesayangan masing-masing menuju panti asuhan yang biasa mereka kunjungi jika hari Jumat seperti ini. Meski anak geng motor dan sedikit nakal, mereka tidak lupa berbagi pada orang yang membutuhkan.
Membagikan makanan setiap hari Jumat seolah sudah menjadi kewajiban anggota Avegas. Itu pun mereka menggunakan iuran atau hadiah dari bermain game dan balapan liar.
"Kak Lana!" teriak anak kecil langsung menghampiri Alana setelah mendaratkan kakinya di panti asuhan.
Alana tersenyum. "Sudah makan?"
"Sudah, dan kami sedang menunggu kak Lana dan kak Gio."
"Mau apa memangnya sampai menunggu kakak?" Gio berlutut untuk mensejajarkan tingginya dengan gadis kecil yang memeluk kaki jenjang Alana.
"Mau foto."
"Boleh."
Alana pun memanggil anggota Avegas yang duduk di motor masing-masing setelah membagikan nasi kotak. Berbaris rapi di mana Alana berdiri di tengah-tengah inti Avegas, dan di belakang mereka anggota Avegas juga mengambil posisi. Anak-anak panti tentu saja berada di bagian paling depan.
Setelah mengabadikan beberapa gambar, mereka pun membubarkan barisan.
"Besar nanti aku mau seperti kak Lana. Cantik, baik dan kuat!"
"Aku juga!" sahut beberapa gadis kecil.
"Jangan kayak kakak. Jadi diri sendiri saja." Alana tersenyum.
Mereka pun meninggalkan panti asuhan ketika selesai dengan urusan masing-masing. Berbaris rapi di jalan raya agar tidak mengganggu pengendara lainnya.
Di bawah kepemimpinan Alana kali ini, yang wajib mereka lakukan adalah, membuat kota tempat tinggal mereka aman dari geng motor yang hobinya hanya membuat keributan di jalanan.
Avegas tidak akan berbuat ulah, sebelum ada yang memulai. Bahkan satu tahun menjabat sebagai ketua, Alana telah mendamaikan dua geng motor yang sempat heboh karena kesalahpahaman.
"Pertandingan dua hari lagi, kalian harus hati-hati dan jaga diri. Gue yakin, All Star akan melakukan sesuatu demi mencegah kita ikut!" teriak Alana.
"Siap bu ketua."
"Tangan kalian harus sehat!"
"Tentu saja, bu ketua juga jangan sampai ceroboh!" sahut Roy.
Inti Avegas lainnya tertawa menanggapi celetukan Roy yang memang sering kali meledek Alana tanpa ada takut-takutnya.
"Kira-kira Mr.K ikut nggak?" tanya Jayden.
"Keknya nggak deh, Mr.K kan nggak punya tim. Buktinya setiap main dia pilih tim acak."
"Berarti ketua kita aman dong." Lagi, Roy mengejek Alana yang selalu kalah menghadapi Mr.K.
"Lama-lama gue santet lo Royko."
mana dia nggak dkasih anak lagi
kasiaan banget,
seakan disini marwah dito dipertaruhkan