"Enam bulan," lirih Diana dengan pelan bahkan terdengar ada rasa takut di nada bicaranya.
Sherly yang mendengar itu benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa, jantungnya terasa ditikam saat mendengar pernyataan dari adik kandung yang rela berselingkuh dengan suaminya sendiri.
Sakit? Bukan saatnya memikirkan rasa sakit ini, dengan tenaga yang masih tersisa, Sherly menatap Rian dengan tatapan kecewa.
"Ceraikan aku, mas!"
"Tidak! Jangan pernah berharap hal itu akan terjadi!"
Apa yang akan dilakukan Sherly saat Rian tidak mau menceraikannya? Apa yang akan terjadi antara Sherly dan Diana? Sanggupkah Sherly menahan rasa sakit ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lujuu Banget, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diana Hamil
Tinggal hitungan jari, pernikahan Diana dan Fahri sudah ada di depan mata, bahkan keluarga Diana juga mulai disibukkan dengan berbagai persiapan yang ada.
Bahkan Diana yang melihat semua orang sibuk hanya melirik dengan malas, dia tidak terlalu bersemangat dengan pernikahan ini, yang membuatnya semangat hanya satu, saat dia bersama Rian.
"Mas Rian, aku kangen ... hu ...." Diana berlari menuju toilet, dia memuntahkan apa saja yang berada di dalam perutnya.
Diana mengerutkan keningnya, tidak biasanya dia muntah seperti itu, ditambah hari masih pagi.
Memang Diana akui, akhir-akhir ini dia sering merasakan hal yang agak lain dengan dirinya, setiap pagi Diana bahkan sering muntah, dia juga sering kecapean saat melakukan beberapa pekerjaan, padahal dulu dia baik-baik saja.
"Apa jangan-jangan ...." Diana mengelus perutnya, dia tidak ingin mempercayai ini tetapi jujur saja dia baru ingat jika sudah satu bulan dia melewati tanggal merahnya.
"Aku harus cek!"
Diana melangkah keluar, dia pergi membeli beberapa test pack untuk mengecek benar atau tidaknya dia hamil
"Positif," lirih Diana saat melihat hasilnya.
Dia kembali mengambil test pack kedua, setelah dicek lagi, test pack kedua juga menampilkan dua garis membuat Diana tidak tahu harus berekspresi seperti apa.
Apakah dia harus sedih? Atau malah senang?
Dengan terburu-buru, wanita itu mengambil ponselnya, mengetik beberapa pesan kepada Rian, sedangkan Rian yang tengah fokus bekerja saat mendapati pesan dari Diana melototkan matanya.
"Kita harus bertemu!" Rian membalas pesan Diana dengan keadaan yang cukup terkejut.
Pria itu meninggalkan semua pekerjaannya, melaju pergi menemui Diana di tempat mereka biasa bertemu, apalagi jika bukan hotel karena Rian tidak ingin mengambil risiko jika ada tengah melihatnya.
"Maksud kamu apa mengatakan kamu hamil?" tanya Rian saat Diana baru saja melangkahkan kaki masuk.
Diana malah tersenyum senang, dia memberikan kedua test pack tadi, menampilakan dia garis yang membuat Rian menggelengkan kepala tidak percaya.
"Jangan bercanda!" tekan Rian dengan tajam, dia sedang tidak ingin main-main perihal ini.
"Mas, ini serius! Aku hamil anakmu!"
Rian tidak bisa menahan tubuhnya, dia bahkan segera duduk, mengacak rambutnya dengan perasaan yang kacau, bagaimana jika Sherly tahu akan hal ini? Dia tidak mau berpisah dari Sherly.
"Mas!" Diana mendekat, perlahan menyentuh bahu Rian tetapi membuat Rian mengangkat kepalanya seraya menatap Diana dengan tatapan serius.
"Gugurkan janin itu!"
Deg
Jantung Diana seakan berhenti, tanpa sadar dia menyentuh perutnya, tentu saja Diana tidak bisa melakukan itu, membunuh anaknya sendiri?
"Kamu gila, mas?" maki Diana benar-benar tidak percaya Rian bisa mengatakan hal barusan.
"Kita tidak bisa mempertahankan janin itu, beberapa hari lagi kamu akan menikah, dan aku tidak mau Sherly tahu akan janin itu! Bukankah aku sudah pernah bilang? Aku tidak ingin melepaskan Sherly!" tekan Rian seraya menyentuh tangan Diana.
Awalnya Diana masih menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan ucapan Rian barusan, apakah tidak ada cara lain untuk menyelamatkan janin mereka ini? Jujur saja, awalnya Diana berharap Rian akan menikahinya karena janin yang dia kandung, tetapi apa yang dia dapatkan?
"Percaya sama mas," ucap Rian dengan lembut, dia bahkan menatap Diana dengan tatapan penuh cinta.
"Apa tidak ada cara lain?" lirih Diana pelan.
Rian menggelengkan kepala, hanya ini satu-satunya cara membuat diri mereka aman, dengan mengugurkan janin itu.
Perlahan Diana menganggukan kepala, menyetujui permintaan Rian barusan walaupun dia cukup berat untuk mengugurkannya.
"Maafkan ibu, nak," lirih Diana pelan seraya mengusap perutnya walau perkataannya barusan tidak sempat didengar oleh Rian.
"Jangan lupa gugurkan janin itu dan fokus dengan pernikahanmu!" tekan Rian lalu melangkahkan kaki pergi dari sana, meninggalkan Diana yang tengah dilanda kegalauan.
Setelah Rian pergi dari sana, Diana juga pergi menuju sebuah apotik, membeli obat untuk mengugurkan kandungan.
Sedangkan Rian kembali menuju kantor, saat memasuki ruangannya, dia dikejutkan dengan keberadaan Sherly yang sudah menunggunya dengan tatapan heran.
"Kamu sudah lama?" tanya Rian sekedar basa-basi yang digelengi oleh Sherly.
"Baru sebentar, aku hanya mengantarkan makan siang," ujar Sherly seraya meletakkan makan siang di atas meja Rian seraya berpamitan dari sana.
Hanya beberapa hari sejak kejadian itu, kata Sah mengema memenuhi sebuah ruangan, semua orang mengucap syukur seraya membaca Al-fatihah, bahkan Diana tidak tahu harus mengatakan apa saat melihat semua bersuka cita dengan hari ini.
"Ciee, yang udah nikah," kelakar Sherly kepada Diana membuat wanita itu hanya tersenyum malu.
Memang, hari ini pernikahan Diana dan Fahri, bahkan sejak tadi Diana sudah gugup dan gelisah, bukan karena akan melepas masa lajang dan menikah dengan Fahri, melainkan karena Rian yang sejak tadi tidak menampakkan diri.
"Abang Rian ke mana mbak?" tanya Diana memberanikan diri karena tidak bisa menahan dirinya lagi.
"Mas Rian? Katanya ada pekerjaan yang mendesak, bentar lagi bakalan datang," ucap Sherly membuat Diana menganggukan kepalanya.
Mereka mulai duduk di pelaminan yang sudah disediakan, menyalami beberapa tamu undangan yang kebanyakan teman kuliah serta rekan kerja Diana, ada juga beberapa teman Fahri.
Sejak tadi, Fahri yang merasakan kegelisahan melirik Diana yang masih terlihat gelisah seperti mencari seseorang, tentu saja Fahri sangat penasaran siapa yang dicari oleh wanita itu.
"Kamu kenapa?" Sebuah pertanyaan di mulut Fahri keluar membuat Diana sedikit kaget karena dia terlalu fokus memperhatikan tamu undangan yang datang.
"Enggak kenapa-kenapa, cuma melihat siapa aja yang datang," bohong Diana karena hati kecilnya sangat ingin melihat ekspresi Rian.
Fahri hanya diam saat mendengar itu, bahkan hanya beberapa jam menyalami tamu, Diana menjatuhkan bokongnya, dia benar-benar tidak kuat lagi untuk berdiri dan menyalami tamu.
"Aku enggak kuat lagi," lirih Diana kepada Fahri saat pria itu melirik Diana berharap wanita itu akan berdiri.
"Mau istirahat?" tawar Fahri yang diangguki oleh Diana.
Bahkan bunda Fahri yang melihat anaknya tengah mengantar Diana tampak mengerutkan kening saat melihat kepergian mereka, ada yang aneh dari menantunya itu, tentu saja dia paham apa yang aneh itu.
"Istrimu mana?" tanya bunda saat Fahri sudah kembali ke pelaminan, tetapi hanya sendiri.
"Diana istirahat dulu, nanti dia datang lagi," jawab Fahri apa adanya, dia memang tidak pernah berbohong kepada seseorang yang telah melahirkan itu.
"Ada yang mau bunda bicarakan, apa kamu dan Diana melakukan hubungan ... sebelum nikah?" tanya bunda dengan tatapan tajam kepada Fahri, tentu saja Fahri melototkan matanya dan menggelengkan kepala saat mendengar itu, pertanyaan macam apakah itu?
"Kamu yakin?" tanya Bunda lagi dengan tatapan serius.
"Serius bunda!"
Bunda terdiam, dia tidak mungkin salah lihat, jelas sekali jika Diana seperti wanita hamil, tetapi jika Fahri tidak pernah melakukannya, dengan siapa Diana melakukan hal itu? Atau hanya perasaannya saja?
...***...
jalang ini dah bunuh org dgn mencelakai HBS it minta maaf dan selesai gK di penjara...anjing GK...y anjing bgt lah....anjingggggggggggg
bangettt