SEQUEL dari kisah sebelumnya yang berjudul BUKAN JANDA BIASA ( Hanya status )
Amelia Putri Al-Hussein, gadis cantik berkacamata yang tidak menyukai orang dewasa justru terjerat cinta seseorang dengan perbedaan usia terpaut 11 tahun.
Doni Alexander, di usianya yang menginjak 36 tahun tak ingin menikah sebelum misinya berhasil. Namun, kini pemikirannya berubah setelah bertemu dengan gadis cantik adik ipar keponakannya.
Akankah keduanya bersatu? dan mampukah Doni menjalankan misinya? dan misi apakah yang sedang ia lakoni?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gara-gara Motor Mogok
Beberapa saat kemudian, Doni datang membawa botol minuman dan cemilan. Dia duduk di samping Amel dan menyodorkan makanannya ke Amel.
"Makasih, om." ucap Amel tersenyum namun hanya di balas deheman dan itu sukses membuat senyuman di bibirnya memudar.
Doni mengambil ponselnya dan fokus pada benda itu. Kali ini ia akan cuek seperti dulu saat bertemu Amel.
Amel meminum minumannya namun matanya melirik ke samping memperhatikan bujang lapuk itu yang terlihat senyum-senyum memandangi handphone nya.
"Dia lagi chatting sama siapa sih?" batinnya kepo.
"Om."
"Hhhhmmmmm..."
"Hmmm Om lagi dekat dengan siapa?"
"Kamu..."
"Aku seriusan, Om."
"Saat ini saya emang dekat dengan kamu. Ini, kita lagi deketan," jawab Doni namun tangan dan matanya fokus ke handphone.
"Maksud ku itu cewek yang sedang Om deketin."
"Ada, nih lagi chatting'an sama saya." Tunjuk Doni memperlihatkan pesannya.
Amel sempat membacanya dan hatinya tercubit melihat kata sayang. Dia enggan melanjutkan bacaannya karena tidak mau sakit hati.
Doni melihat raut wajah Amel, sebenarnya ia chatting'an dengan Alex yang namanya ia rubah menjadi Alexa dan ia senyum-senyum karena merasa geli sendiri akan kelakuannya.
"Kita, pulang sekarang!" ajak Doni memasukkan ponselnya.
Amel tak mendengar sebab melamun.
"Amel..."
"Hah, iya."
"Kita pulang sekarang dan terpaksa kita dorong motornya sampai ketemu tukang bensin."
Amel berdiri dan ikut mendorong motor Doni, hatinya semakin galau dan tak menentu. Namun ia masih enggan untuk mengakuinya.
"Tukang bensinnya mana sih? dari tadi gak menu-menu. Lagian Om sih gak di isi dulu," gerutu Amel kesal.
"Mana saya tahu kalau jarak rumahnya jauh dan saya tidak ada waktu untuk mengisi ke pom bensin di karenakan sedang sibuk."
"Sibuk PDKT," sindir Amel ketus.
"Itu salah satunya."
Mereka berhenti di depan rumah kosong yang mereka lewati dan istirahat sejenak.
"Aku lelah, Om. Dari tadi gak nemu tukang bensin eceran." gerutu Amel berdiri bertolak pinggang.
"Sama, ini semua gara-gara motor mogok sampai harus jalan kaki mendorong motor." Doni juga berhenti dulu, ia memperhatikan sekitarnya yang terasa sepi.
"Tempatnya angker kali ya?" celetuk Doni.
Amel ikut memperhatikan sekeliling tempat yang terasa sepi dan ia melihat jam tangannya sudah menunjukan pukul sebelas malam.
"Om, kok mendadak serem gini?" lirihnya memegang bulu kuduknya yang berdiri mendekati Doni dan memegang tangannya.
Puk puk puk
"Ada apa, Mel tepuk-tepuk punggung saya?" tanya Doni tanpa melihat ke samping sebab memperhatikan depan.
"Ada apa apanya, Om? aku tidak menepuk punggung kamu." Amel yang berdiri dekat Doni mengernyit bingung.
Puk puk puk
"Tuh, kamu menepuk-nepuk punggung saya, Mel." Doni menoleh ke samping.
"Ini tangan aku dari tadi megang lengan Om, mau nepuk-nepuk gimana? aneh deh Om ini." Amel sampai melepaskan rangkulannya dan melipatkan di dada.
Doni menyerngit heran, ia merasa ada yang aneh tapi ia masih bisa berpikir positif.
Puk puk puk
Kali ini punggung Amel yang di tepuk-tepuk. "Om ngapain nepuk-nepuk punggung saya?" tanya Amel memicingkan mata.
"Siapa yang menepuk kamu? dari tadi tangan saya berada di motor, nih!" tunjuk Doni lewat sorot matanya.
"Kalau bukan Om siapa dong?"
"Mana ku tahu."
Deg... keduanya saling pandang menatap curiga dan keduanya menoleh ke belakang.
"Kalian sedang ngapain?"
Amel dan Doni gemetar melihat orang bertubuh boncel memakai kain putih yang menutupi kepalanya dan wajahnya bercahaya seperti di sorot lampu.
"Se-se-setaaaaaan boncel....." pekik Doni dan Amel bersamaan berlari dan malah mengelilingi motornya.
Orang itu juga terkejut. "Setaaaaaaan...." dan ikut berlari mengikuti Doni dan Amel.
"Oooom, setannya ngikutin kita, Om. Setaaaaan...." pekik Amel.
"Setaaaaan... pergi huss hus sana... jangan ganggu kita.... setan..." Doni mengusirnya sambil berlari.
"Setaaaaan... setaaan...."
"Beruan lari Om!" Amel menarik Doni untuk kabur dari sana sebab orang yang mereka sangka setan mengekorinya.
Mereka berlari menjauhi. "Mel, motor saya?" pekik Doni lupa.
"Astaga... buruan Om..."
"Setaaa.... setaaan.... ada setan boncel..." orang itu masih berlari mengelilingi motor Doni.
Doni mengendap-endap dan ia membawa motornya dengan mendorongnya kemudian berlari di bantu Amel yang mendorong bagian belakang.
"Setaaan... mana setannya?" orang itu berhenti dan bertanya. "Eh mana kedua orang itu? tadi bilang ada setan boncel?" Dia mengernyit heran dan seketika dia menyadari dirinya yang tinggi hanya setinggi perut orang dewasa.
"Sialaaann, jadi mereka nyangka gue setan boncel. Dasar bocah gemblung...." umpatnya menyadari dan kembali menutupi kepalanya menggunakan sarung putih dan menyalakan lagi senter yang ia pegang.
Sementara Amel dan Doni masih berlari ngos-ngosan. "Om berhenti Om! Sepertinya setan itu tidak ngejar kita lagi, deh." Amel menoleh ke belakang melihat apakah orang yang mereka anggap setan masih mengejarnya atau tidak.
Doni berhenti menstandarkan motornya dan terduduk lemas di jalan aspal mengatur nafasnya yang memburu ngos-ngosan.
"Huuu hiu huuu... baru kali ini saya ketemu setan boncel? sumpah menyeramkan sekali..." ujarnya di sela nafas yang memburu.
"Sama, aku juga tidak pernah menyangka akan ketemu setan..." timpal Amel ikut duduk menselonjorkan kakinya.
"Ini semua gara-gara motor mogok. Coba saja kalau tidak mogok jadi kita tidak akan ketemu setan boncel itu," umpat Amel.
"Tau nih, motor siaaalan emang. Bodinya saja yang kelihatan bagus, eh malah mogok di tengah jalan. Malu-maluin nih motor si Doni," balas Doni memukul motor gedenya.
"Si Doni juga yang yang salah kenapa lupa isi bensin jadi kan motornya mogok," balas Amel ngomel.
"Iya, emang bodoh tuh si Doni tidak ngecek dulu bahan bakarnya." jawab Doni tanpa sadar mengumpati diri sendiri.
"Dasar bodohkan tuh si Doni."
"Bener-bener bodoh." jawabnya mengatur nafas. "Eh," Doni baru sadar.
"Kau ngatain saya bodoh?"
"Hah, ti-tidak Om. Bu-bukan aku ta-tapi mulutku yang lemes ini." jawab Amel terkejut memukul pelan mulutnya.
"Dasar anak kecil durhaka ngatain orang dewasa bodoh."
Pletak.. pletak.. Doni menjitak kepala Amel saking kesalnya.
"Awww sakit tahu, jahat banget sih jitakannya keras." Amel mengusap-usap kepala yang terasa sakit dan wajahnya cemberut.
"Sakit ya?" tanya Doni merasa bersalah.
"Iya...." jawabnya cemberut.
Doni meniupi kepala Amel secara lembut dan mengusap-ngusapnya. Amel tertegun dan ia memperhatikan Om-om ngeselin yang sudah membuatnya tak karuan.
"Maafin saya," ucapnya menatap lekat-lekat mata Amel dan Amel mengangguk.
"Alamaaaakkkk hati Adek meleleh akan tatapannya, boleh pingsan gak sih?" batin Amel.
"Tidak boleh! Kalau kamu pingsan siapa yang akan membawamu pulang sedangkan motor saya masih mogok?"
"Hah!" Amel nyengir menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Bersambung....