🌹Lanjutan Aku Bukan Wanita Penggoda🌹
Awas baper dan ketawa sendiri! 😁
Ayesha Putri Prayoga, seorang gadis bertubuh gemuk itu menyaksikan langsung kekasih yang sangat ia cintai tengah bercinta dengan sahabatnya sendiri.
Sakit hati Ayesha membuatnya menepi hingga bertemu dengan Kevin Putra Adhitama, pria dingin kaku dan bermulut pedas.
Dan, takdir membawa mereka menjadi sepasang suami istri karena dijodohkan.
Sikap Kevin yang menyebalkan selama pernikahan membuat banyak perubahan dalam diri Ayesha termasuk tubuh gemuknya, hingga semakin hari Kevin pun semakin terpesona dengan kepribadian sang istri.
Namun di saat benih cinta itu muncul, Ayesha kembali dekat dengan mantan kekasihnya yang muncul sebagai partner kerjanya di kantor.
"Ayesha, aku masih mencintaimu dan ingin memilikimu kembali," gumam Tian, mantan kekasih Ayesha dulu yang membuatnya sakit hati.
Mampukah Kevin mempertahankan pernikahannya? Siapa cinta yang Ayesha pilih? Suami atau cinta pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elis Kurniasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perjodohan Ayesha dan Kevin
Dua bulan kemudian ...
Ayesha akhirnya tiba di Jakarta dua hari lalu. Ia sudah cukup lama berada di Bali. Rasanya cukup menjadi pengangguran selama dua bulan. Ia ingin mencari pekerjaan di Jakarta dan sekarang ia menetap di rumah adik bungsu ibunya yang bernama Nisa.
Pagi ini, Ayesha leri berkeliling komplek rumah tantenya. Di Bali, ia pun melakukan hal itu. Bahkan Bagas sering mengajaknya bermain Anggar, tetapi Ayesah masih takut ketika diajak Bagas untuk berenang, karena melihat air membuatnya teringat kejadian di pantai itu. nah, jika Ayesha ingat kejadian itu, ia akan memegang bibirnya.
“Ay, hari ini kamu ga kemana-mana?” tanya Aunty Nisa, ketika ia sudah kembali ke rumah dengan keringat membasahi tubuhnya.
Ayesha menggeleng. “Ngga Aunty. Ay mau apply lamaran kerja dulu hari di beberapa tempat melalui email.”
“Oh, gitu. Kenapa ngga minta tolong sama Papamu aja.”
Ayesha menggeleng lagi sambil menuju ke arah dispenser untuk minum. “Ngga ah. Ay mau coba usaha sendiri dulu.”
Nisa tersenyum. “Good.”
Lalu, Nisa melihat Ayesha yang tengah mengukur berat badannya.
“Huft ... masih aja segini sih. Padahal Ayesha udah lari tiap pagi.”
Nisa tertawa. “Iya, tapi makan malemnya jalan terus, ya sama aja, Ay.”
Ketika di Bali, Ayesha sempat mengalami penurunan berat badan. Itu pun ia lakukan dengan ektra. Dari sembilan puluh kilo, ia berhasil menurunkan delapan kilo menjadi delapan puluh dua kilogram, tetapi baru dua hari di Jakarta, berat badannya kembali naik dua kilogram, karena Dinda dan Dina yang merupakan anak Nisa, selalu mengajak Ayesha ke jajanan malam, seperti angkringan atau warung tenda.
“Ay, ga bisa nolak makanan di sini, Aunty. Kalo malem di sini makanannya enak-enak dan variatif.”
Nisa kembali tertawa.
“Lama-lama di sini, aku bisa lebar lagi.”
“Mau kurus?” tanya Nisa.
Ayesha mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Punya suami nyebelin. Dijamin cepet kurus.” Nisa tertawa.
“Ih, apaan sih, aunty.”
“Ih, ngga percaya.” Nisa tertawa dan meninggalkan keponakannya.
****
Setelah kejadian di Bali, Ayesha tidak lagi bertemu dengan Kevin dan Kevin pun tidak mencari keberadaan Ayesha. Bahkan Kevin belum tahu nama wanita yang telah ia tolong di pantai itu. Sepulangnya Kevin dari Bali, ia langsung disibukkan dengan sederatan pekerjaan. Belum lagi bisnis yang baru akan digarap bersama Vinza. Walau rencananya perusahaan itu akan dipegang oleh adik Kevin yang bernama Keanu. Tapi untuk permulaan, ia dan Vicky yang akan memulainya.
Sedangkan, Tian masih berada di Australia. Ia melamar di sebuah perusahaan star up terbesar di negara itu. Sudah beberapa kali ia melakukan tes dan sembilan puluh sembilan persen ia lulus. Kesibukannya dalam menggapai cita-cita, membuat Tian jarang bertemu Jessi. Ia sekarang baru merasakan bahwa Ayesha sangat berarti untuknya. Mungkin jika ia masih bersama Ayesha, ia bisa bertukar pikiran. Ia menyadari bahwa bersama Ayesha, ia bisa meraih mimpi. Tetapi bersama Jessi, justru ia malah mengabaikan mimpi itu. Jessi selalu mengajaknya untuk bersenang-senang dan ia terlena dengan kesenangan yang membuatnya melupakan mimpinya. Namun, sekarang ia tidak ingin seperti itu, ia ingin kembali seperti Tian dengan mimpinya dan pulang menjadi kebanggan kedua orang tua.
“Sayang, kita ga kasih tahu Ayesha kalau kita sudah di sini?” tanya Vicky yang sedang berada di Bandara Soekarno Hatta.
Sejak satu minggu lalu, Rea merengek rindu dengan putrinya. Akhirnya, kemarin mereka terbang ke Jakarta. Semula Rea akan pergi sendiri ke sini, tetapi Vicky tidak mengizinkan. Bukan karena ia takut meninggalkan Rea melakukan perjalanan jauh sendirian, tetapi karena dirinya juga tidak bisa ditinggal lama oleh istrinya. Vicky juga rindu Jakarta, ia juga rindu keluarga Adhitama, rindu Kenan dan Gunawan, sahabat sekaligus keluarganya.
“Biar aja. Biar jadi surprise. Nisa juga pasti seneng lihat aku datang,” seru Rea sambil tersenyum.
Vicky berdiri di lobby terminal tiga. Ia sudah memesan taksi ekslusif untuk membawanya menuju kediaman Kenan. Siang ini, Kenan ada di rumah. Kenan memang tidak sering ke kantor. Ia hanya datang ke kantor dua kali dalam satu minggu, selebihnya semua dihandle Kevin. Malah, ketika Kevin menjadi CEO nanti, ia sudah tidak perlu lagi datang ke Adhitama Grup dan meneyrahkan sepenuhnya pada Kevin.
Sayangnya, hingga kini Kevin belum juga menduduki kursi untuk mengganikan posisinya, mengingat hingga kini putra sulungnya itu belum juga menikah. Padahal pemilihan kepala daerah akan digelar sebentar lagi dan dalam waktu bulan ke depan, Kenan akan mendaftarkan diri. Dan, ketika mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur, Kenan sudah benar-benar melepaskan tanggung jawabnya di perusahaan.
“Aaa .... Akhirnya tamu yang ditunggu-tunggu datang juga,” teriak Kenan dari dalam rumahnya saat melihat kedatangan Vicky.
“Hai, Bro. Long time no see.” Vicky melangkah menghampiri Kenan sambil melebarkan kedua tangannya.
“Bukan long lagi, tapi loong banget,” jawab Kenan.
Lalu, mereka berpelukan erat dan tertawa.
Para istri pun melakukan hal yang sama. Hanin membentangkan kedua tangannya untuk memeluk Rea. Dan, Rea pun menerima dengan senang hati pelukan itu.
“Wes, yang mau jadi Gubernur.” Vicky bangga dengan sahabatnya ini. Kenan memang number uno. Ia selalu terdepan dalam hal apapun.
Ia menepuk bahu Kenan. Sejak beberapa tahun sebelumnya, Kenan memang digadang-gadang menjadi pemimpin kota ini. Bahkan elektabilitasnya pun semakin hari semakin meningkat, di tambah Kenan memiliki dukungan dari partai nomor satu di negeri ini.
“Biasa aja, Bro. Gue cuma pengen ada perubahan lagi di bumi pertiwi, terutama di tempat kelahiran gue. Itu aja sih.”
“Luar biasa.” Vicky bertepuk tangan. Ia percaya Kenan akan menjadi pemimpin yang baik, karena ketika ia menjadi pemimpin di perusahaannya pun, kepiawaiannya dalam memimpin sudah tidak diragukan lagi.
Satu hal lagi yang membuat elektabilitas Kenan semakin meningkat, bahwa publik tahu seorang Kenan adalah pria yang tegas dan tidak bisa dibeli.
“Tapi satu ganjalan gue sekarang, Vick.”
“Apa?” tanya Vicky.
“Gue belum bisa melepas Adhitama grup.”
“Loh, kan ada Kevin?”
Kenan dan Vicky duduk taman belakang, sedangkan Rea membantu Hanin menyiapkan minuman untuk suami mereka.
“Ck, itu anak sampe sekarang belum nikah. Jangankan nikah, calonnya aja belum ada. Sedangkan itu adalah syarat utama buat gantiin posisi gue.”
Vicky tertawa. Ia tahu saat ini Adhitama Grup semakin jaya dan banyak pengusaha besar berlomba untuk menanamkan sedikit modalnya di sana, sehingga untuk menjadi CEO pun semakin banyak persyaratan yang diajukan.
“Kevin tuh, lu banget, Ken.” ujar Vicky.
“Ck.” Kenan menggelengkan kepalanya sambil berdecak.
Hanin dan Rea menghampiri para suami yang duduk di taman itu. Hanin membawa nampan yang berisi minuman. Sedangkan Rea, membawa nampan yang berisi makanan camilan.
“Ayo diminum dulu!” Hanin mempersilahkan Vicky dan Rea minum. Setelah mereka duduk di samping suami mereka masing-masing.
Vicky dan Rea mengambil cangkir itu dan meminumnya.
“Oh, iya. Ayesha ada di Jakarta ya? Kemarin aku ketemu.” tiba-tiba Hanin menanyakan tentang putri bungsu Vicky dan Rea.
“Oh ya? Mbak ketemu Ayesha di mana?” Rea balik bertanya.
“Ayesha adik Vinza kan?” tanya Kenan.
“Iya, Pa. Ayesha yang dulu suka ngompol kalau nginep.”
Kenan mengingat anak perempuan sahabatnya itu. Lalu, keempat insan yang sudah memasuki usia lima puluhan itu, kecuali Rea pun tertawa.
“Aku ketemu Rea di Mall MM. Dia lagi sama anak-anaknya adikmu Re, anaknya Nisa ya?” Hanin menatap ke arah Rea. Kevin dan Vicky pun melakukan hal yang sama.
“Oh, iya. Baru dua hari ini Ayesha tiba di jakarta dan tinggal sama Nisa.”
“Sebelumnya, dia tinggal di Bali. Di rumahnya Thia. Udah dua bulan malah,” sambung Vicky.
“Oh, ya?” tanya Kenan.
“Kok, kamu ga bilang, Re? Padahal kalau tahu, aku suruh Ayesha main ke sini,” ucap Hanin yang memang menyukai Ayesha, karena Hanin tidak memiliki anak perempuan.
“Bagaimana kalau kita jodohkan Ayesha dan Kevin?” tiba-tiba Kenan berceletuk.
“Setuju. Aku setuju,” jawab Hanin antusias.
Vicky dan Rea saling melirik. Mereka hanya tersenyum tipis. Pasalnya mereka sangat tahu Kevin seperti apa? Vicky merasa putrinya bukanlah tipe wanita yang diinginkan putra mahkota keluarga Adhitama itu.
itu sih namanya bukan cinta tapi nafsu, cinta itu melindungi bukan merusak.