Di dunia di mana kekuatan spiritual menentukan segalanya, Yu Chen, seorang pelayan muda dengan akar spiritual abu-abu, berjuang di dasar hierarki Sekte Awan Hening. Di balik kelemahannya tersembunyi rahasia kuno yang akan mengubah takdirnya. Dari langkah kecil menuju jalan kultivasi, ia memulai perjalanan yang perlahan menantang langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Morning Sunn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 12: Perjalanan ke Kota Abadi Fana & Pembentukan Siklus
Langit pagi di pegunungan barat menyala lembut, menembus sisa kabut dari lembah bawah. Jalur batu sempit berliku di antara pepohonan, dan di tengah kabut itu, satu sosok berjalan perlahan, membawa pedang di punggung dan kantong kecil di pinggangnya.
Yu Chen melangkah mantap. Setiap langkahnya terasa seperti bab baru dalam hidupnya. Di belakangnya, Sekte Awan Hening sudah hilang di balik kabut, hanya meninggalkan siluet samar menara dan suara burung spiritual yang jauh.
Ia menatap langit sebentar, lalu mengeluarkan gulungan peta pemberian Gao Wen. Kertas itu usang tapi terawat. Tanda tinta biru menggambarkan rute menuju Kota Abadi Fana, kota besar yang menjadi pusat perdagangan dan tempat berkumpulnya banyak sekte menengah.
“Dua minggu perjalanan kalau tanpa henti,” gumamnya. “Tapi kalau ingin memperkuat Pondasi, aku harus berhenti di beberapa titik.”
Ia menggulung peta kembali dan melanjutkan langkah. Hutan mulai menutup jalan di depannya, dipenuhi suara serangga dan aliran sungai kecil.
Udara di sini lebih padat oleh Qi alami, jauh lebih murni daripada di lembah sekte. Tubuhnya secara naluriah menyerapnya. Energi naga di dalam Dantian-nya berputar perlahan, seolah menyesuaikan dengan dunia luar yang lebih liar dan bebas.
Setiap tarikan napas terasa seperti latihan.
Setiap langkah seperti meditasi.
---
Malam pertama, ia berhenti di tepi sungai. Di sana, ia menyalakan api kecil dan duduk bersila di atas batu datar, mengeluarkan sisa Batu Roh dari sakunya.
Ia mulai menyalurkan Teknik Naga Langit, mengalirkan Qi dari Dantian ke seluruh tubuh. Prosesnya terasa jauh lebih halus daripada sebelumnya.
Pusaran energi di dalam dirinya bergerak stabil, dan setiap kali ia menarik napas, udara sekitar bergetar halus, seolah ikut mengalir ke dalam tubuhnya.
“Kekuatan ini…” ia bergumam. “Seolah dunia di luar sekte memang diciptakan untukku.”
Cahaya keemasan samar muncul di kulitnya, menari seperti sisik naga yang berkilauan di bawah cahaya api. Ia tersenyum tipis—rasa sakit yang dulu menyiksa kini berubah menjadi rasa ringan yang nyaris menyenangkan.
Ia tahu, Pondasinya kini benar-benar mulai menguat.
Dan langkah berikutnya—Tahap 6, Pembentukan Siklus—sudah tampak di depan mata.
---
Beberapa hari berlalu.
Hutan berganti padang rumput, lalu lembah kecil dengan desa-desa sederhana di pinggir jalan. Di mana-mana, orang berbicara tentang Kota Abadi Fana, tempat semua kultivator berkumpul, tempat peluang dan bahaya berjalan beriringan.
Yu Chen tidak banyak bicara dengan siapa pun, tapi setiap kali ia lewat, beberapa orang menatapnya dengan rasa hormat samar—bukan karena pakaian atau lambang sekte, tapi karena aura stabil yang terpancar dari tubuhnya.
Aura seorang yang telah menembus Pondasi Spiritual.
Namun dunia luar tidak pernah tenang lama.
Saat ia melewati jalur hutan menuju dataran rendah, suara serak terdengar dari balik pepohonan.
“Tunggu sebentar, kawan muda. Jalan ini berbayar.”
Dari bayangan pohon, tiga pria muncul. Jubah mereka kotor, tapi tangan mereka memegang senjata spiritual berwarna kusam. Salah satu dari mereka—yang paling besar—tertawa kecil. “Apa yang dibawa pelancong seperti kau sendirian di daerah ini?”
Yu Chen menatap mereka sekilas, lalu melanjutkan langkah. “Aku tidak mencari masalah.”
“Tapi masalah mencari kau,” kata yang besar sambil mengangkat pedangnya.
Udara di sekitar menegang. Tiga orang itu melompat maju bersamaan, mengarahkan serangan spiritual tingkat rendah. Cahaya hijau dan merah melintas di udara, menghantam tanah dan membuat tanah bergetar.
Yu Chen menarik napas pendek. Qi di tubuhnya langsung bergerak otomatis. Dalam sekejap, aura naga meledak dari tubuhnya, membuat daun-daun di sekitarnya bergetar hebat.
Satu langkah.
Tubuhnya menghilang dari pandangan mereka.
Dalam sepersekian detik, Yu Chen muncul di belakang bandit terbesar dan menepuk bahunya ringan.
Ketika pria itu menoleh, matanya melebar—dan seketika ia terhempas ke depan, menghantam tanah dengan keras akibat tekanan Qi yang menindih seluruh tubuhnya.
Dua lainnya mencoba kabur, tapi Yu Chen hanya mengayunkan tangannya pelan.
Cahaya ungu samar keluar dari ujung jarinya, membentuk gelombang tekanan yang menghantam mereka seperti badai. Keduanya terlempar ke semak dan pingsan tanpa sempat berteriak.
Hutan menjadi sunyi kembali.
Yu Chen berdiri diam di antara daun-daun berguguran, menatap tangannya yang bergetar halus.
Ia masih belum terbiasa dengan kekuatan barunya. Tapi yang membuatnya lebih sadar—Pondasinya sudah cukup stabil untuk menahan pertarungan nyata.
“Mungkin ini ujian kecil dari langit,” gumamnya. “Dan aku lulus.”
Ia memungut kantong kecil yang jatuh dari bandit besar. Di dalamnya hanya beberapa Batu Roh rendah, tapi ada satu yang agak berbeda—warnanya sedikit kebiruan, berisi aliran Qi yang lebih murni.
“Ini bisa kugunakan untuk latihan berikutnya.”
Ia melanjutkan perjalanan, meninggalkan mereka tanpa luka parah. Dunia luar memang keras, tapi ia tidak berniat menjadi pembunuh. Belum saatnya.
---
Beberapa hari kemudian, di bawah langit senja, Yu Chen tiba di puncak bukit terakhir sebelum dataran kota besar.
Di hadapannya, Kota Abadi Fana berdiri megah. Dinding batu tinggi dengan ukiran naga dan burung phoenix mengelilingi kota. Di dalamnya, sinar spiritual memancar ke langit dari menara-menara kultivasi.
Kota itu hidup—penuh cahaya, suara, dan Qi yang melimpah.
Dunia yang jauh lebih luas dan berbahaya dari sekte kecil tempatnya berasal.
Ia berdiri lama di tepi bukit, memandang panorama itu.
Cahaya sore memantul di matanya, dan untuk pertama kalinya sejak meninggalkan Sekte Awan Hening, ia merasa benar-benar kecil.
Tapi juga bebas.
Ia menggenggam Batu Roh biru itu di tangan, dan merasakan pusaran Qi di dalam tubuhnya bergerak stabil.
Satu langkah lagi menuju Tahap 6.
Satu langkah lagi menuju langit berikutnya.
“Baiklah,” katanya pelan, tersenyum samar. “Kota Abadi Fana… tunjukkan padaku seberapa besar dunia ini.”
Ia melangkah menuruni bukit, membiarkan angin sore menerpa wajahnya, sementara bayangan tubuhnya memanjang di tanah, mengarah ke kota yang bersinar di kejauhan—tempat takdirnya berikutnya menunggu.