Ketika takdir bisnis mengikat mereka dalam sebuah pertunangan, keduanya melihatnya sebagai transaksi sempurna, saling memanfaatkan, tanpa melibatkan hati.
Ini adalah fakta bisnis, bukan janji cinta.
Tapi ikatan strategis itu perlahan berubah menjadi personal. Menciptakan garis tipis antara manipulasi dan ketertarikan yang tak terbantahkan.
***
"Seharusnya kau tidak kembali," desis Aiden, suaranya lebih berbahaya daripada teriakan.
"Kau datang ke wilayah perang yang aktif. Mengapa?"
"Aku datang untukmu, Kak."
"Aku tidak bisa membiarkan tunanganku berada dalam kekacauan emosional atau fisik sendirian." Jawab Helena, menatap langsung ke matanya.
Tiba-tiba, Aiden menarik Helena erat ke tubuhnya.
"Bodoh," bisik Aiden ke rambutnya, napasnya panas.
"Bodoh, keras kepala, dan bodoh."
"Ya," bisik Helena, membiarkan dirinya ditahan.
"Aku aset yang tidak patuh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Berita skandal Aliston membalikkan dinamika Helios Academy.
Helena menjadi pusat perhatian. Dia adalah sumber informasi terdekat tentang kejatuhan Aliston.
Namun, Helena tidak pernah tampil di depan publik tanpa senjatanya, dia selalu memakai topeng keceriaan yang sempurna.
Suatu siang, di ruang lounge eksklusif, Helena dikelilingi oleh sekelompok pewaris yang berpura-pura santai.
Andre, putra dari salah satu pemilik bank investasi, yang dikenal berlidah tajam, memulai serangan itu.
"Helena, kita harus bicara," kata Andre, nadanya terdengar prihatin, tetapi matanya penuh rasa ingin tahu.
"Semua orang panik. Aku dengar saham Aliston hampir jatuh ke level terendah."
"Dan yang paling penting,apakah cerita pelayan bar itu benar?"
Helena meletakkan cangkir tehnya, senyumnya tidak goyah. "Andre, bukankah kau tahu aturan pertama dari pasar? Jangan pernah mempercayai rumor."
"Tapi ini bukan rumor murahan," sela Gia, yang duduk di dekatnya.
"Ini dokumen yang bocor! Apakah kau, sebagai tunangan pewaris yang sah, akan tetap diam saat nama baik Nelson Corporation terseret dalam skandal moral ini?"
Helena menatap Gia dengan tenang.
"Justru karena aku adalah tunangan Aiden, dan Nelson Corporation dikenal karena integritasnya, aku bisa bicara. Dengar,"
Helena sedikit meninggikan suaranya, menarik perhatian seisi ruangan.
"Aliston Corporation sedang diserang oleh pihak yang serakah. Kisah sedih tentang mendiang nyonya Lura dan Reyhan sedang dimanipulasi untuk tujuan kotor."
"Aku tidak bisa membenarkan atau menyangkal urusan pribadi, tapi aku tahu satu hal, Nelson berdiri di samping Aliston karena kami tahu, di balik serangan keji ini, ada upaya untuk melakukan hostile takeover."
Dia menekankan kata-kata terakhirnya, menggunakan narasi Henhard dengan sentuhan martabat Nelson.
"Jadi," lanjut Helena, menyimpulkan dengan senyum menawan.
"Daripada bergosip tentang drama keluarga, lebih baik kalian fokus pada investasi kalian. Karena Aliston akan bangkit, dan Nelson akan ada di sana untuk menyaksikannya. Itu janji."
Jawaban itu memuaskan dahaga gosip mereka. Helena telah berhasil mengubah isu moral menjadi isu serangan bisnis predator, sebuah topik yang jauh lebih serius bagi para pewaris.
Helena berhasil mempertahankan topengnya, tetapi di dalam, dia merasa lelah.
Dia masih belum tahu kebenaran, dan dia masih belum bisa menghubungi Aiden atau Reyhan.
Setelah enam hari penuh tekanan, keheningan itu pecah.
Aiden muncul di Helios Academy seperti biasa, mengenakan jasnya yang rapi seolah tidak terjadi apa-apa.
Dia dingin, kaku, dan tak terjangkau kembali menjadi robot yang sempurna. Namun, Reyhan masih belum menampakkan batang hidungnya.
Helena menunggu hingga jam istirahat. Dia menyelinap ke kelas Aiden dan menariknya ke Ruang Belajar Eksklusif siswa kelas atas, sebuah ruangan pribadi yang kedap suara dan jauh dari mata penasaran.
"Duduk," pinta Helena, nadanya sedikit memohon.
Ini bukanlah sesi belajar biasa.
Aiden duduk kaku. Dia berharap Helena akan menanyakan tentang harga saham, strategi Henhard, atau kebenaran cerita pelayan bar itu.
Dia sudah menyiapkan jawaban yang dingin dan strategis.
"Aku tidak bisa menghubungi Reyhan. Bagaimana keadaannya?" tanya Helena, langsung ke inti.
Aiden terkejut. Dari semua hal yang dia sangka akan ditanyakan Helena, gadis itu menanyakan Reyhan.
"Dia baik-baik saja," jawab Aiden dingin, lalu menjatuhkan bom baru.
"Tapi dia akan pindah. Keluar negeri."
Helena menunduk. Dia tahu itu adalah pilihan terbaik untuk melindungi Reyhan.
"Ke mana?"
"Sekolah swasta di Swiss. Institut auf dem Rosenberg," jawab Aiden.
Sekolah itu terkenal sangat ketat dan jauh, tempat yang sempurna untuk menyembunyikan seseorang dari perhatian media.
"Kapan?" tanya Helena, suaranya parau.
"Besok pagi. Dia sudah akan terbang."
Helena diam sejenak, mencerna fakta bahwa temannya, Reyhan, akan pergi.
Lalu, dia mengangkat kepalanya, dan matanya menatap lurus ke mata Aiden.
"Bagaimana denganmu, Kak?" tanya Helena, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
"Apa kau baik-baik saja?"
Aiden benar-benar terkejut.
Dari semua kerugian, dari semua pengkhianatan, dari semua kebohongan yang beredar, Helena tidak menanyakan kebenaran.
Aiden merasakan udara menipis di Ruang Belajar itu.
'Aku...' Suaranya tercekat.
Tangan kirinya, mengepal kencang di bawah meja.
Dia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu...
"Aku baik-baik saja," jawab Aiden, kembali mengenakan topengnya dengan cepat.
Helena mengangguk, ya benar. Apa yang harus dikhawatirkan dari seorang Aiden Aliston?
Helena kemudian bersandar tenang di kursinya, mencoba meredakan ketegangan yang dia rasakan sejak melangkah ke Ruang Belajar Eksklusif.
"Kak, apa kau tahu siapa yang menyebarkan skandal ini?" tanyanya, suaranya kini kembali fokus pada strategi, bukan emosi.
Aiden tersenyum dingin, senyum seorang predator yang baru saja menemukan mangsanya. Dia mengangguk dengan pasti.
"Tentu," jawab Aiden, suaranya rendah dan penuh keyakinan.
"Henhard juga tahu."
Aiden menoleh, matanya berkilat tajam.
"Tapi dia tidak akan menyerang secara langsung. Dia akan perlahan-lahan memeras mereka. Mangsa itu tidak akan menyadari jika tubuhnya sudah ditelan ke dalam mulut ular."
Aiden kini tidak hanya mengacu pada Henhard, tetapi juga dirinya sendiri. Perasaan yang dia tunjukkan pada Helena beberapa saat lalu menghilang, digantikan oleh kalkulasi yang kejam.
Helena mencerna kata-kata Aiden. Dia tahu, Henhard akan menghancurkan musuh tanpa ampun, tetapi dengan cara yang bersih di mata hukum.
"Mereka bertaruh dengan harga tinggi, tapi mereka lupa siapa yang mereka lawan. Henhard akan memastikan musuhnya kehilangan lebih dari sekedar uang, mereka akan kehilangan martabat dan posisi mereka."
Helena mengangguk. Strategi itu pasti keji, tapi brilian.
***
Pagi itu, suasana bandara internasional terasa sejuk dan sepi, ideal untuk keberangkatan seorang pewaris yang ingin menghindari sorotan.
Helena datang. Bagi Helena, seorang teman yang tidak menyembunyikan niat terselubung adalah hal yang sangat berharga, dan dia menemukan kejujuran itu pada diri Reyhan.
Reyhan berjalan dengan santai, mengenakan hoodie gelap dan masker untuk melindunginya dari media.
Dia hanya ditemani oleh seorang asisten dari Aliston Corporation. Reyhan berjalan menunduk, tidak melihat sekitar.
Namun, sebuah suara yang dia kenal, suara yang terus mengusiknya di kelas dengan candaan, membuatnya terkejut.
"Tidak berperasaan."
Reyhan mengangkat kepalanya, menatap ke arah sumber suara. Di sana, berdiri Helena, tidak dengan topeng peri cantiknya, tetapi dengan senyum sinis yang penuh kekesalan.
Helena mendekat dan memukul pelan dada Reyhan.
"Kau tidak menganggapku teman," keluhnya dengan nada pura-pura marah.
"Kau pergi begitu saja tanpa pamit."
Asisten di samping Reyhan terkejut.
Dia segera ingin menepis Helena, tapi Reyhan menghentikannya dengan mengangkat tangan.
Reyhan tersenyum. Sejak skandal itu pecah dan kebenaran terungkap, wajah Reyhan selalu murung. Ini adalah pertama kalinya dia tersenyum, sebuah senyum tulus yang terasa melegakan dan sedikit sedih.
"Kau di sini," ucap Reyhan, suaranya pelan.
"Tentu," jawab Helena, memasukkan tangannya ke saku mantel.
"Aku akan mengantarmu." Dia kemudian memutar matanya, melontarkan kalimat asal untuk menyembunyikan emosi yang sebenarnya.
"Jika kau tidak menganggapku sebagai teman, aku akan mengantarmu sebagai kakak ipar."
Reyhan tertawa kecil. Tawa itu menghapus sedikit beban di pundaknya.
Helena menjadi serius. Dia mengeluarkan sebuah gantungan kunci kecil berbentuk alpaca berkacamata hitam (sama seperti stiker yang pernah dia tempelkan di buku Reyhan).
"Ambil ini," katanya.
"Kau harus sehat, Reyhan."
Reyhan mengambil gantungan kunci itu, menggenggamnya erat. Untuk pertama kalinya, dia merasa memiliki sesuatu yang nyata, bukan bayangan, bukan aib.
"Terima kasih, Helena," bisiknya.