Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saya Tahu kok...
Di rumah Pak Lurah hadi, Juna lagi kelimpungan mencari hoodie kesayangannya.
"Perasaan tadi aku lagi jemur di luar. kok gak ada sih" kata Juna.
"Nyari apaan Jun?" Tanya Bibi Ratna istrinya Pak Lurah Hadi.
"Ini Bi, hoodie aku yang tadi di jemur di luar. kok gak ada?" kata Juna.
"Emang belom kamu angkat ya? Bibi pikir udah kamu angkat makanya gak ada lagi di jemuran." kata Bibi Ratna.
"Belum Bi, tadi aku kan ke rumah Pak Beny maen sekalian pamitan karena besok aku udah balik ke kota. Tapi pas pulang tadi aku mau ambil eh udah gak ada" kata Juna.
"Coba nanya ke Mang Tejo, barangkali Mang Tejo yang angkat" kata Bibi Ratna.
Juna pun mencari Mang Tejo untuk bertanya perihal hoodienya yang hilang.
"Mang Tejo, ada liat hoodie aku gak yang tadi di jemur" tanya Juna.
"Hoodie itu tadi sih mamang liat lagi di jemuran. bukannya udah diangkat sama Den Juna?" kata Mang Tejo.
"Justru ini aku mau nanya sama Mang Tejo apa Mang Tejo uang angkat hoodie saya? tanya Juna.
"Enggak dari tadi Mamang di depan aja jagain pagar" kata Mang Tejo.
"Yah ilang deng hoodie gue" kata Juna. Mana besok udah mau balik Jakarta lagi. "Ya sudahlah Mang, berarti udah ilang itu hoodie saya.. Emang disini suka ada pencuri jemuran ya Mang" tanya Juna.
"Mana ada? gak pernah ada yang kehilangan hoodie atau pakaian lainnya. Disini itu paling aman Den." kata Mang Tejo.
"Lalu kenapa Hoodie saya bisa ilang?" tanya Juna.
"Itu dia Den yang buat Mamang heran. Kok bisa hilang" kata Mang Tejo bingung.
******
Keesokan paginya. Pagi-pagi sekali desa Swadaya sudah heboh. Bruno dan beberapa warga berbondong-bondong ke rumah Pak Lurah Hadi.
"Selamat Pagi Mang Tejo, Pak Lurahnya ada?" Tanya salah satu warga yang datang.
"Ada Pak. Bagaimana ada perlu kah?" tanya Mang Tejo.
"Kami mau buat laporan nih sama Pak Lurah" kata warga itu.
"Oh laporan apa ya?" tanya Mang Tejo lagi. Karena ribut-ributnya kedengaran sampai ke dalam rumah akhirnya Pak Lurah pun keluar mendapati para warga yang datang itu.
"Nah itu Pak Lurah. Selamat Pagi Pak. Kami mau laporan" kata salah Bruno.
"Iya selamat pagi. Mau laporan apa Bruno?" tanya Pak Lurah Hadi.
"Itu Pak Icon kebanggaan desa kita telah dirusak" jawab Bruno dengan bersemangat.
"Di rusak? oleh siapa?" tanya Pak Lurah.
"Maaf Pak semua warga di sini sudah tau peraturan tentang Icon itu. Dan Warga sini tidak mungkin akan merusaknya karena mereka tahu apa hukumannya kalo sampe merusaknya" Kata Bruno lagi.
"Lalu siapa yang merusaknya?" Tanya Pak Lurah Hadi.
"Maaf Pak dari coretan-coretan yang ada pada icon itu saya melihat kalo yang telah merusak icon tersebut adalah tamu yang ada di desa kita ini" kata Bruno lagi.
"Tamu? tolong katakan yang jelas jangan muter-muter kayak gitu" kata Pak Lurah.
Pak Lurah merasakan ada sesuatu yang ganjal.
"Iya tamu Pak. Dan yang saat ini yang menjadi tamu di desa ini cuma Arjuna, Keponakan Pak Lurah sendiri." Kata Bruno tegas.
Degh....Pak Lurah Hadi terdiam.
"Maksudnya bagaimana Bruno. Kamu menuduh ponakan saya yang merusak icon kebanggaan Desa Swadaya ini?" tanya Pak Lurah meyakinkan.
"Iya betul sekali Pak Lurah. Kami punya bukti yang kuat kalo Arjuna lah yang telah merusak icon kebanggaan Desa Swadaya ini" kata Bruno mantap sambil mengangkat sesuatu di tangannya.
"Saya sendiri yang menemukannya, ini buktinya. Selain itu coretan yang ada pada icon itu juga terbaca tulisan Juna. Jadi sudah sangat jelas kalo Juna yang telah merusak icon itu" Kata Bruno semakin berapi-api.
Pak Lurah melihat sesuatu yang ada di tangan Bruno dan itu adalah hoodie milik Juna yang hilang kemaren.
Pak Lurah tersenyum dia tau pasti ini adalah rencana Juragan Darmo untuk memfitnah keponakannya.
"Bruno, kamu tahu kapan kejadiannya?" tanya Pak Lurah Hadi menyelidiki.
"Sepertinya baru semalam Pak, karena kemaren sore saya lewat di sana iconnya masih bagus. Tapi Pagi ini saya lihat ternyata sudah dalam keadaan kotor tercoret" kata Bruno yakin.
"Kamu Yakin Bruno?" tanya Pak Lurah Hadi menatap tajam ke arah mata Bruno.
Bruno jadi salah tingkah, dia langsung mengalihkan pandangannya kepada bapak-bapak yang ada bersama dia.
"Betul kan Bapak-bapak?" tanya Bruno. Mereka semua terdiam.
"Bapak-bapak kok diam aja. Jawab dong. Betul an apa yang saya bilang bahwa iconnya dirusak semalam?" tanya Bruno lagi.
"Maaf Pak Lurah kami juga gak tahu kejadiannya kapan. Kami cuma dengerin kata Bruno kalo ada yang ngerusak Icon desa kita. Makanya kami juga ikut ke sini" Kata salah satu Bapak-bapak yang ada di situ.
Bruno kesal karena bapak-bapak itu tidak bisa diajak kompromi.
"Gimana ini Bruno laporan kamu gak jelas. Kamu gak lagi memfitnah Keponakan saya kan?"
Bertepatan dengan itu Juna keluar dari dalam rumah. Matanya langsung tertuju pada hoodienya yang ada di tangan Bruno.
"Lho itu hoodie saya kok bisa ada di tangan kamu Mas?" tanya Juna heran.
Bruno melangkah mendekati Juna dengan songongnya. "Kamu mengakui kalo ini hoodie kamu?" tanya Bruno.
"Ya, iya ini emang hoodie aku. Aku kenal dengan barang-barang aku" Kata Juna.
Dia gak tau kalo saat ini dia sedang dijadikan kambing hitam oleh Bruno.
Bruno tertawa senang. Lalu berbalik ke arah Pak Lurah. "Tuh Pak Lurah denger sendiri kan kalo Juna ini mengakui kalo ini Hoodienya dia. Berarti udah jelas kalo dialah pelakunya" kata Bruno.
"Dari tadi juga saya tau kalo itu hoodie milik Keponakan saya" kata Pak Lurah Hadi.
"Lho terus kenapa Pak Lurah gak percaya kalo dia ini pelakunya" tanya Bruno.
Arjuna yang belum tau permasalahannya apa pun bertanya. "Ini sebenarnya ada apa sih. Pelaku apa?" tanya Juna bingung.
Bruno menatap Juna dan berkata "Kamu tersangka utama perusak icon kebanggaan desa kami yang ada di lapangan desa kami ini" kata Bruno dengan yakinnya.
"Apa?" apa maksudnya. Saya saja gak tau icon kebanggaan desa ini ada dimana, dan juga gak pernah lihat seperti apa bentukkannya kok bisa nuduh saya yang merusaknya?" kata Juna lagi.
Tiba-tiba ada suara yang berkata "Tenang aja Mas Juna. Mas Juna itu cuman difitnah"
Semua orang melihat ke arah suara itu. "Maksudnya apa Cia?" tanya Juna.
Ia yang datang itu adalah Gracia atau yang sering di sapa Cia. "Kang Bruno itu telah memfitnah Mas Juna. Mas Juna dijadikan kambing hitam dari kasus pengrusakan icon kebanggaan desa Swadaya ini" kata Cia lagi.
Bruno marah mendengar perkataan Cia. "Heh Cia kamu jangan ngomong sembarangan ya. Kamu sadar gak lagi ngomong sama siapa?" tanya Bruno yang sesungguhnya sudah ketar-ketir, takut kebohongannya terbongkar.
"Saya tahu kok. Disini ada Pak Lurah, dan itu bagus biar Pak Lurah bisa tau disini siapa sebenarnya bersalah". Cia kemudian mengutak-atik ponselnya dan menunjukkan sesuatu kepada Pak Lurah.
Pak Lurah tersenyum lalu berkata "Jadi seperti itu. Terima kasih Nak Cia, karena sudah menunjukkan bukti yang akurat tentang siapa sebenarnya yang sudah merusak icon kebanggaan desa kita." kata Pak Lurah.
"Bruno kata kamu kejadiannya semalam ya?" tanya Pak Lurah.
"Iya betul Pak Lurah" jawab Bruno.
"Jam berapa kejadiannya?" tanya Pak Lurah lagi.
"Kurang lebih itu selesai magrib Pak Lurah. Kan biasanya selesai magrib itu kan semua warga sudah pada masuk ke dalam rumah kan? Nah pas semua orang usah masuk rumah itulah dia beraksi" kata Bruno semakin memperjelas siapa sebenarnya yang bersalah.
Pak Lurah kembali tersenyum dan kali ini senyumnya tidak bisa diartikan. Lalu Pak Lurah mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Wah Mas Bruno, kamu bisa tau detail kejadiannya ya?" kata Pak Lurah.
"Iya Pak Lurah tentu saja saya tahu karena...." Bruno segera menyadari kesalahannya dia hampir saja keceplosan mengatakan bahwa dialah yang telah merusak icon kebanggaan desa Swadaya itu.
Bersambung....