Arion adalah segalanya yang diinginkan setiap wanita dan ditakuti setiap pria di kampus. Tampan, karismatik, dan pemimpin Klan Garuda yang tak terkalahkan, ia menjalani hidup di atas panggung kekuasaan, di mana setiap wanita adalah mainannya, dan setiap pertarungan adalah pembuktian dominasinya. Namun, di balik pesona mautnya, tersembunyi kekosongan dan naluri brutal yang siap meledak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dnnniiiii25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Pagi datang dengan cahaya keemasan nya, Arion sedang duduk di apartemennya menatap cangkir kopi yang mengepul, tapi pikirannya jauh melayang. Ada rasa tidak nyaman yang mencengkeram dadanya seperti batu es, Dia sudah janji pada Luna akan selalu berada di belakangnya, Tapi bagaimana rasanya melihat Luna, gadisnya melangkah masuk ke sarang serigala, ke pelukan ular yang dulu pernah ia cicipi?.
Arion menyalakan ponselnya, ada pesan dari Kenzie.
"Adrian melacak beberapa jejak digital mencurigakan dari akun Serena, Bukan ke Dekan, tapi ke sebuah akun anonim yang terenkripsi kuat, Ini bikin pusing".
Arion mendesah. "Terus lacak, Ken. Pelan-pelan saja." Arion lalu membuka pesan untuk Luna.
"Ingat janjimu Dan ingat janjiku." Dia tahu itu terdengar kaku, tapi itu yang bisa ia katakan, Kekhawatirannya pada Luna terasa nyata dan menusuk.
Di sisi lain kampus, Luna sedang bersiap siap, Ia mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdebar kencang, Ia mengenakan blus putih bersih dan rok pensil, gaya yang lebih formal dari biasanya, Ini adalah bagian dari peran yang ia mainkan. Sebagai mahasiswi seni yang tertarik pada visi pembangunan kampus seolah ia tidak tahu tentang darah yang tercampur di fondasi pembangunan itu.
Di dalam tasnya, ia menyimpan sebuah pena perekam suara kecil yang diberikan Adrian, Tangannya sedikit gemetar saat merapikan rambut, Aku bisa melakukannya, Aku bisa. Ia berbisik pada dirinya sendiri, mencoba memantapkan hati Untuk Adam, Untuk Anita, Dan ya, untuk Arion. Untuk menunjukkan padanya bahwa ada cara lain selain kekerasan dan manipulasi.
Luna tiba di ruang kerja Serena, Ruangan itu rapi, penuh buku-buku sastra klasik dan modern, serta beberapa foto Serena saat memenangkan penghargaan debat. Serena duduk di balik meja besar, melirik Luna sekilas, lalu kembali pada laptopnya.
"Kau tidak terlambat," Serena memulai tanpa menoleh.
"Itu bagus." Luna duduk di kursi yang ditunjuk Serena.
"Terima kasih sudah mau meluangkan waktu." Serena akhirnya mendongak menyunggingkan senyum tipis yang terasa dingin.
"Jadi kau ingin berkolaborasi untuk pameran ini, Kau ingin menceritakan kisah kampus kan?" Nada suaranya penuh sindiran.
"Aku percaya seni adalah medium yang kuat untuk menyuarakan kebenaran". Luna menjawab, mencoba menjaga suaranya tetap stabil, Jemarinya memegang erat tasnya, memastikan pena perekam itu aktif, Serena tertawa kecil.
"Kebenaran? Mahasiswa seni memang selalu punya idealisme yang lucu, Tapi kau tahu, Luna. di dunia nyata kebenaran itu lentur, Dia bisa dibentuk, diwarnai, bahkan dikubur". Luna menatap Serena.
"Apakah itu yang kau lakukan?" Mata Serena menajam.
"Aku melakukan apa yang perlu kulakukan untuk bertahan, Dan untuk maju, Kau juga harus belajar itu, Luna". Serena menyilangkan kakinya, menatap Luna dengan penuh minat.
"Aku dengar kau punya hubungan khusus dengan Arion, Apakah itu bagian dari idealismemu?". Luna merasakan panas di pipinya.
"Itu tidak ada hubungannya dengan ini."
"Oh ada, Semua berhubungan Luna, Arion itu candu yang berbahaya, Dia akan membuatmu merasa menjadi satu-satunya, lalu dia akan membuangmu, Percayalah padaku". Ada nada sakit dalam suara Serena, sebuah luka lama yang belum sembuh.
"Aku tahu Arion lebih baik dari siapa pun". Serena bangkit, berjalan mengelilingi meja mendekati Luna, Ia meletakkan tangannya di bahu Luna, membelainya perlahan.
"Arion itu pria yang sangat bergairah, Dia tahu cara memuaskan wanita, Setiap sentuhannya, setiap ciumannya, dia bisa membuatmu melupakan segalanya, Termasuk harga dirimu". Serena membungkuk sedikit, suaranya berbisik di telinga Luna.
"Apakah dia sudah mencicipimu Luna? Apakah dia sudah membuatmu ketagihan?"Luna merinding, Ia berusaha keras untuk tidak bergerak, untuk tidak menunjukkan reaksi.
"Aku tidak akan membiarkan Arion menghancurkanku Serena".
"Semua wanita bilang begitu," Serena tersenyum sinis.
"Sampai mereka menyadari bahwa mereka sudah terlalu jauh, Percayalah, Aku sudah melihatnya berkali-kali Dengan mataku sendiri." Serena menjauh, kembali ke kursinya.
"Baiklah Mari kita bicara tentang pameranmu, Aku akan memberimu akses ke beberapa arsip kampus yang mungkin berguna untuk inspirasi senimu, Tapi ingat, setiap informasi ada harganya".
Serena lalu menjelaskan beberapa ide kasar tentang visi pembangunan kampus, sambil terselip beberapa informasi samar tentang proyek-proyek dan nama-nama yang Luna duga terkait dengan korupsi, Luna berusaha merekam setiap kata, setiap detail.
Arion menunggu Luna di luar gedung Sastra, hatinya berdebar tak karuan. Setiap menit terasa seperti jam. Kekhawatiran itu nyata, memakannya dari dalam. Dia melihat Luna keluar berjalan tegar, tapi ada gurat lelah di wajahnya.
"Luna!" Arion memanggil, melangkah cepat menghampirinya, Luna tersenyum tipis.
"Aku baik-baik saja."
"Bagaimana?"
"Aku mendapatkan sesuatu," Luna berkata, menunjukkan pena perekam di tasnya.
"Dia memberiku akses ke beberapa arsip, Dan dia bicara banyak hal yang samar-samar."
"Apa yang dia inginkan?"Luna menghela napas.
"Dia ingin kau, Dan dia ingin kekuasaan." Luna menatap Arion dengan tatapan yang dalam.
"Dia bilang dia tahu kau lebih baik dari siapa pun, Dia bilang kau akan menghancurkanku seperti wanita-wanita lain". Rasa bersalah itu kembali menusuk Arion, Ia memegang tangan Luna erat.
"Aku tidak akan menghancurkanmu Luna, Aku janji".
Arion menarik Luna ke dalam pelukannya, Pelukan yang erat, protektif, Ia mencium rambut Luna, menghirup aroma cat dan lavender yang selalu menenangkannya.
Luna membalas pelukan Arion, menyandarkan kepalanya di dada Arion, Ia bisa mendengar detak jantung Arion yang cepat, merasakan kehangatan tubuhnya Di tengah kekacauan dan bahaya, Arion adalah satu-satunya jangkar yang ia miliki.
"Kenzie dan Adrian sudah menemukan sesuatu" Arion memberitahu.
"Mereka melacak jejak digital transaksi ke sebuah perusahaan holding besar yang dimiliki oleh seorang konglomerat berpengaruh, Mr. Alditama."Luna mendongak.
"Alditama? Nama itu familiar, Dia adalah donatur terbesar universitas."
"Dia bukan donatur Luna" Arion meralat, suaranya dingin.
"Dia adalah dalang di balik semua ini".
Mereka berdua berjalan menuju apartemen Arion, di mana Kenzie dan Adrian sudah menunggu, Langit mulai temaram, tapi di hati mereka, api perjuangan justru kian berkobar.