"Apa kabar, istriku? I’m back, Sanaya Sastra."
Suara dingin pria dari balik telepon membuat tubuh Naya membeku.
Ilham Adinata.
Tangannya refleks menahan perut yang sedikit membuncit. Dosen muda yang dulu memaksa menikahinya, menghancurkan hidupnya, hingga membuatnya hamil… kini kembali setelah bebas dari penjara.
Padahal belum ada seumur jagung pria itu ditahan.
Naya tahu, pria itu tidak akan pernah berhenti. Ia bisa lari sejauh apa pun, tapi bayangan Ilham selalu menemukan jalannya.
Bagaimana ia melindungi dirinya… dan bayi yang belum lahir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Regazz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 Aku sudah punya istri
Bab 12 Aku sudah punya istri
•••
Flashback
Malam itu sebuah Hotel mewah begitu ramai sekali dipenuhi oleh orang-orang sukses dengan pakaian mahalnya.
Ini semua adalah relasi bisnis Ibu Novi sekaligus para pejabat penting di negara ini. Ilham sedari tadi hanya bisa berdiri di depan Ibu Novi dengan memasang senyum manis namun palsu.
Ia muak ada disini.
Rasanya ia hanya ingin pulang saja sembari menatap foto-foto Naya di dinding kamarnya.
Ibu Novi begitu sibuk sekali. Dan gak lama sepasang suami istri menghampiri mereka. Keluarga Bramantyo dari Bramantyo Group. Dan sekarang wanita cantik berambut panjang nan anggun dengan dress mewah berdiri di samping mereka, putri tunggal mereka.
Ibu Novi memperkenalkan mereka berdua.
"Ilham."
"Ariella." senyum wanita itu malu-malu menatap Ilham yang begitu tampan.
Hingga, kini hanya tinggal mereka berdua saja.
"Apa kamu tau Ilham. Kedua orangtua kita menjodohkan kita." ucap Ariella meminum minuman merah di hadapannya.
"Apa kamu serius?" tanya Ilham santai. Ia sudah kenal dengan Ariella saat dibangku SMA dulu.
"Iya. Dan kamu tau, aku menerimanya." bisik Ariella dengan menggoda.
Ilham menatap Ariella dengan seringaian. Ia kembali meminum minumannya dengan santai dan tenang.
"Tapi, aku menolaknya. Aku sudah punya istri."
Ariella kaget.
"Kamu pasti bohong."
"Aku serius. Ini foto pernikahan kami." Ilham menunjukkan wallpaper ponselnya pada Ariella.
Wajah Ariella shock.
Ilham tersenyum sinis, "jadi, berhenti menggangguku."
Ilham langsung pergi.
Ariella kesal menatap kepergian Ilham, "kita lihat saja Ilham. Aku tidak akan menyerah dengan hanya wanita kampungan itu." tekadnya penuh ambisi membara.
Flashback End
•••
Naya sedang sibuk dengan pikirannya. Kini, Ilham malah meletakkan tangannya di punggung tangan Naya. Naya sontak langsung menarik tangannya dan menatap Ilham dengan pandangan tidak suka.
"Opps... Sorry." hanya kalimat untuk yang keluar dari mulutnya. Bahkan, dengan seringaian kecil yang hanya ditunjukkan untuk dirinya.
Kini, Naya sedang duduk di kursinya. Ilham sudah berlangsung pergi setelah ulangan tadi selesai. Naya begitu pusing sekali. Ia pun langsung keluar kelas. Ia ingin ke toilet untuk menjernihkan kepalanya.
Naya membuka cadar dan langsung membasuh wajahnya. Menatap pantulan dirinya di cermin.
'Kuatlah, Naya!' batin Naya.
'Dia pasti sudah tau ini aku. Pasti dia mau mempermainkan saja. Bodoh jika pria licik kayak dia gak tau siapa aku sekarang ini. Jelas-jelas data mahasiswa ku bisa dia cek sendiri.' batin Naya lagi.
Ia sudah curiga dari awal. Namun, Naya enggan mengakuinya. Ia tidak ingin pikiran negatif ini mempengaruhi dirinya dan juga janinnya.
Ia sudah kesusahan dengan kondisi hamil muda ini. Ditambah lagi dengan Ilham yang muncul lagi.
Ia begitu lelah.
Ia pun mengambil air wudhu, setelah itu mengenakan jilbab dan cadarnya kembali.
Di perjalanan menuju kelas, Naya berpapasan dengan Yanti. Teman sekelasnya.
"Nay, kamu dipanggil Pak Ilham tuh." ujarnya.
Naya kaget.
Apalagi ini, pikirnya.
"Ada apa?"
"Katanya sih ini mengenai skripsi kamu. Kan, dia pembimbingnya." jelas Yanti.
"Lah, kok dia. Bukannya Dosen lain ya..."
Yanti mengangkat bahunya, "aku juga gak tau. Buruan deh!"
Naya terdiam di tempat. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Ya Allah, apalagi ini?
Naya begitu kesal sekali. Ia tidak tahan dipermainkan seperti ini. Dengan penuh keberanian bercampur dentuman jantung ia pun melangkahkan menuju ruang Dosen.
Ia masuk ke ruang Dosen. Ruangan tersebut nampan lenggang. Hanya ada beberapa Dosen dibalik bilik mereka. Ia mencari Ilham disana.
Dan ketemu, seorang pria sedang duduk santai di kursi dengan kemeja putih dan kacamata.
Naya melihatnya saja sudah merasa kesal.
Ia langsung menghampiri Ilham.
"Apa bapak manggil saya?" tanya Naya berusaha sopan.
Ia masih berdiri di hadapan Ilham.
Ilham menatap dirinya dengan senyuman dan tatapan mata penuh arti.
"Silahkan duduk. Saya ingin membahas skripsi ini dengan kamu." ucap Ilham sembari memengang skripsi milik Ilham.
Naya hanya bisa duduk bagus, menanti Ilham berbicara. Naya hanya bisa menunduk saja. Sedangkan, iLham seperti biasa menatap Naya diam-diam dibalik kacamatanya dengan skripsi milik Naya di tangannya.
"Sanaya Sastra." ucap Ilham menatap Naya datar.
Deg ...Deg... Deg...
Jantung Naya berdebar-debar tiap kali Ilham memanggil namanya.
"Nama kamu Sanaya Sastra, 'kan?" tanya Ilham begitu santai.
Ia tidak mengerti kenapa Ilham begitu santai sekali.
"Iya, Pak." balas Naya.
Ilham nampak tersenyum miring, "masih sama seperti dulu..." gumamnya namun terdengar jelas di indea pendengaran Naya.
Ilham pun mulai duduk dengan tegap.
"Begini Sanaya ini ada salah satu bab kamu yang tidak sesuai." jelas Ilham.
" Kamu ambil metode wawancara mendalam, tapi pertanyaannya masih terlalu umum. Lihat...." Ia menunjuk daftar pertanyaan.
“‘Kenapa kamu suka TikTok? ’ Itu bukan pertanyaan penelitian. Itu pertanyaan receh.”
"Kamu itu mahasiswa atau anak SMA, sih?!" tanya Ilham dengan wajah datar
Naya mengernyit.
"Tapi… saya ingin tahu alasan penggunaan TikTok, Pak."
"Kalau begitu, framing pertanyaannya harus sesuai teori." Tatapannya menusuk.
“Harus ada hubungan dengan motivasi. Misalnya: ‘Apa yang membuatmu lebih memilih TikTok dibanding platform lain untuk memenuhi kebutuhan hiburan?’ Nah, itu baru relevan.”
Naya menunduk, menyalin cepat arahan itu. Meski, Ilham terlihat baginya adalah seperti Dosen gadungan yang menyamar untuk mengejar dirinya. Namun, dibalik itu setiap penjelasannya begitu masuk akal. Selayaknya memang seorang Dosen.
Ilham lanjut ke bagian analisis. "Di bab empat, kamu sekadar menyalin jawaban responden. Analisisnya tipis sekali. Ingat, penelitian komunikasi itu bukan hanya melaporkan kata-kata orang, tapi menghubungkan data dengan teori."
Naya diam sejenak. Suasana jadi berat.
Lalu Ilham menutup map, ia kini beralih menatap Naya yang sibuk menulis di secarik kertas. Senyuman nakal muncul di benak Ilham yang licik.
"Ulangi semuanya. Ganti judul." ucapnya tiba-tiba.
Naya mengangkat wajahnya tidak percaya.
"Maksudnya, Pak. Saya harus buat dari nol lagi?"
"Tentu saja. Jika kamu memperbaiki judul ini. Ini kan sama saja, saya yang mengerjakan skripsimu. Saya tunggu 7 hari kedepan. Atau tidak kamu akan saya keluarkan dari daftar bimbingan saya." tegas Ilham.
Naya menatap Ilham tidak percaya.
Sepertinya.
Tidak. Bukan sepertinya lagi. Tapi, pria ini sedang mencari masalah dengan dirinya.
"Gak bisa gitu dong, Pak. Saya sudah ngajuin judul ini dari awal dengan Ibu Yasmin. Kenapa diubah gitu aja, saya udah ngerjain ini berbulan-bulan loh pak."protes Naya tidak terima.
Padahal skripsinya tidak ada masalahnya. Hanya masalah revisi sedikit saja. Kenapa sekarang harus dirombak habis semuanya.
Ilham nampak senyum menyeringai menatap Naya dengan santai.
"Silahkan cari pembimbing lain saja." ancam Ilham.
"Pak." Naya mulai melembutkan nada suaranya.
"Kalau kamu tidak serius dengan masa depanmu,silahkan keluar dari ruangan ini." Ilham semakin mempermainkan dirinya.
Naya makin panas karena jelas Ilham sekarang bukan lagi Dosen yang profesional, tapi menggunakan posisinya untuk menekan dirinya.
"CUKUP ILHAM ADINATA!" kesal Naya langsung menarik cadarnya. Wajah cantik penuh amarah dan mata merah tersebut menatap Ilham dengan dada naik turun.
"JANGAN PURA-PURA TIDAK TAU LAGI. YA, AKU SANAYA SASTRA!"
To be continue...
aku tunggu up nya dari pagi maa Syaa Allah 🤭 sampai malam ini blm muncul 😁
kira-kira itu pak dosen gila ngapain krmh ibu Yanti 🤔