Ditinggal saat sedang hamil, Elma terpaksa bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhannya seorang diri. Yang lebih menyakitkan daripada sekedar ditinggal, ternyata suami Elma yang bernama Dion secara diam-diam menceraikan Elma. Dan dibalik pernikahan tersebut, ada kebenaran yang jauh lebih menyakitkan lagi bagi Elma. Penasaran? Yuk baca ceritanya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebentar Lagi, Elma
Hari demi hari berlalu, dan suasana di rumah Ratna berubah menjadi kelam dan mencekam. Cahaya matahari yang menembus tirai kamar Ratna tidak lagi membawa kehangatan, melainkan menambah kesan muram di ruangan itu. Ratna sekarang lebih sering duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke arah dinding tanpa suara. Sesekali ia bergumam pelan, menyebut nama seseorang yang tidak pernah dijelaskan siapa. Diana dan Dion hanya bisa saling berpandangan dengan cemas, tidak tahu harus berbuat apa lagi.
“Mama tidak ingin makan lagi,” ucap Dion lirih, menatap piring berisi bubur yang masih utuh di atas nampan. Diana menghela napas panjang. Wajahnya tampak lelah, lingkar hitam menghiasi matanya karena kurang tidur. Hampir setiap malam ia mendengar suara mamanya menangis dari balik pintu kamar, atau berbicara sendiri seolah sedang berdebat dengan seseorang yang tak terlihat.
“Mama tidak pernah seperti ini sebelumnya, Dion. Aku takut," ucap Diana pelan sambil menatap pintu kamar yang tertutup rapat.
Dion hanya mengangguk, rahangnya mengeras. “Aku juga takut, Kak. Tapi kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mama tidak mungkin berubah tanpa alasan.”
Diana menggigit bibirnya, pikirannya berputar. Ia teringat pada obrolan terakhir mereka beberapa hari lalu, tentang Amar. Tentang ketakutan Ratna yang begitu nyata setiap kali nama pria itu disebut. Semakin ia pikirkan, semakin banyak tanda tanya yang muncul. Amar bukan orang asing. Ia mengenal pria itu, setidaknya dari cerita Dion dan berita-berita kecil yang sempat terdengar di lingkungan mereka. Tapi apa hubungan Amar dengan mamanya? Dan kenapa mamanya sampai ketakutan?
Malam itu, Diana akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu. Ia membuka ponselnya dan mencari nomor Amar. Setelah beberapa detik ragu, ia menekan tombol panggil. Suara nada sambung terdengar panjang, tapi tak ada jawaban. Ia mencoba lagi, dua, tiga kali, namun tetap tidak ada respon. Bahkan pesan yang ia kirim sehari kemudian hanya dibaca tanpa balasan.
“Aku sudah mencoba menghubungi Amar, tapi tidak pernah ada respon,” kata Diana di ruang tamu sambil menatap layar ponselnya.
Dion menatap kakaknya dari kursi seberang. “Mungkin dia sengaja tidak ingin bicara pada kita.”
“Kenapa? Apa yang sebenarnya Amar lakukan pada Mama?” suara Diana meninggi.Ia merasa frustasi. “Kalau Amar memang memiliki masalah dengan Mama, kenapa dia tidak memberitahu pada kita? Bukannya menghindar seperti ini."
Dion berdiri, berjalan ke arah jendela. Di luar, hujan turun deras, membasahi pekarangan rumah. “Mungkin karena masalahnya bukan sekadar masalah biasa, Kak,” katanya pelan. “Aku merasa kalau masalah ini ada hubungannya sama masa lalu Mama.”
Diana menatap adiknya. “Apa maksudmu, Dion?”
Dion menatap balik, wajahnya serius. “Kau lupa saat mama mengatakan kalau dia tidak ingin masuk penjara? Itu bukan ketakutan orang yang memiliki masalah kecil, Kak. Itu ketakutan orang yang menyimpan rahasia besar."
Ucapan Dion membuat dada Diana terasa sesak. Ia tak ingin percaya, tapi semua tanda memang mengarah ke sana. Mama mereka menyembunyikan sesuatu. Sesuatu yang cukup berat hingga membuatnya takut, bahkan pada dirinya sendiri.
Beberapa hari berikutnya keadaan Ratna semakin parah. Ia mulai menolak mandi, menolak bicara, dan lebih sering menutup telinga setiap kali Diana atau Dion menanyakan soal Amar. Kadang ia berteriak histeris, kadang hanya diam sambil menangis. Dokter yang mereka panggil menyarankan agar Ratna diperiksa ke psikiater, tapi Ratna menolak dengan ketakutan yang tak bisa dijelaskan.
“Mama tidak gila! Mama cuma takut!” teriaknya sore ini saat Diana mencoba membujuknya untuk ke rumah sakit. Suara Ratna menggema di seluruh rumah, membuat Dion yang ada di ruang tamu berlari ke kamar.
Diana memeluk mamanya yang gemetar hebat. “Tenang, Ma... tidak ada yang mengatakan kalau Mama gila,” katanya lembut.
Tapi Ratna terus menggeleng. “Kalian tidak mengerti kalau Mama pergi, nanti mereka datang lagi. Mereka akan membawa Mama!”
“Siapa, Ma?” tanya Diana cepat. Tapi Ratna hanya menunduk, kedua tangannya menutupi wajah.
“Amar… dia tahu semua… dia tahu apa yang Mama apa yang sudah Mama lakukan di masa lalu."
Diana dan Dion terdiam. Kata-kata itu kembali muncul, apa yang Mama lakuin dulu. Mereka saling berpandangan, bingung dan takut. Apa yang sebenarnya disembunyikan Ratna?
Malam itu, setelah memastikan Ratna tertidur, Diana dan Dion duduk di ruang tamu. Lampu redup, suasana rumah terasa berat. “Kak, kita harus mencari tahu tentang Amar,” ucap Dion tiba-tiba. “Aku akan minta tolong pada temanku untuk mencari informasi tentang dia.”
Diana menatap adiknya dengan ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Lakukanlah, tapi hati-hati. Jangan sampe Amar tahu kalau kita sedang menyelidiki dia. Kalau memang dia ada hubungannya dengan semua ini, aku tidak ingin Mama semakin ketakutan.”
Dion mengangguk pelan. Malam itu juga ia mulai mencari jejak Amar lewat media sosial dan catatan bisnis. Tapi hasilnya mengejutkan, semua tentang Amar seperti sudah dihapus. Tak ada rekam jejak jelas, tak ada data publik, bahkan alamat rumah yang dulu diketahui Dion pun sudah tidak berlaku.
Diana merasa seperti mengejar bayangan. Amar muncul dalam hidup mereka hanya untuk membuat Ratna ketakutan, lalu menghilang begitu saja tanpa penjelasan. Tapi yang lebih mengganggu adalah kenyataan bahwa setiap kali nama Amar disebut, Ratna selalu gemetar dan memohon agar tidak dibicarakan lagi.
Beberapa hari kemudian, Ratna kembali menunjukkan perilaku aneh. Ia menulis sesuatu di secarik kertas lalu menyembunyikannya di bawah bantal. Saat Ratna tertidur, Diana dengan hati-hati mengambil kertas itu. Tulisan tangan mamanya bergetar dan tidak beraturan, tapi satu kalimat terbaca jelas:
“Kalau Amar bicara, semuanya akan berakhir.”
Diana menatap tulisan itu lama, lalu melipat kertasnya dengan tangan gemetar. Di kepalanya, berputar berbagai kemungkinan, apa yang akan berakhir? Reputasi? Kehidupan mereka? Atau sesuatu yang lebih besar lagi?
Di kamar sebelah, Ratna kembali gelisah dalam tidurnya, sesekali memanggil nama seseorang dengan suara lirih. Diana berdiri di depan pintu, memandangi mamanya yang kini tampak seperti bayangan masa lalu yang hilang arah.
Hatinya hancur. Ia ingin membantu, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Dan sementara itu, Amar, sosok yang memicu semua ketakutan ini, tetap diam di luar sana, seolah menikmati perlahan kehancuran keluarga mereka dari kejauhan.
Malam semakin larut. Hujan turun deras lagi. Dan di tengah suara gemuruh petir, Diana tahu satu hal pasti, rahasia ini belum selesai. Apa pun yang disembunyikan Ratna, cepat atau lambat akan terungkap, dan ketika itu terjadi, mungkin tidak ada lagi yang bisa mereka selamatkan.
"Sebentar lagi, Elma. Kau akan melihat mantan ibu mertuamu yang kejam itu mendekam di rumah sakit jiwa," ucap Amar dengan senyum penuh kepuasan.
Sekarang tinggal dirimu menyongsong bahagia tanpa ada bayang masa lalu yang menyakitkan