Anindita (40), seorang istri yang berdedikasi, menjalani kehidupan rumah tangga yang tampak sempurna bersama Bima, suaminya, seorang insinyur. Namun, semua ilusi itu runtuh ketika ia mencium aroma sirih dan parfum vanila murahan yang melekat di pakaian suaminya.
Bima ternyata menjalin hubungan terlarang dengan Kinanti, seorang siswi SMP yang usianya jauh di bawahnya dan merupakan teman sekolah putra mereka. Pengkhianatan ini bukan hanya merusak pernikahan yang sudah berjalan delapan belas tahun, tetapi juga melukai harga diri Anindita secara telak, karena ia dibandingkan dengan seorang anak remaja.
Dipaksa berhadapan dengan kenyataan pahit ini, Anindita harus memilih: berjuang mempertahankan kehormatan keluarganya yang tercoreng, atau meninggalkan Bima dan memulai hidup baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansan Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Umpan
Pagi-pagi sekali, di markas rahasia Dani Wijaya, layar laptop memancarkan daftar nama dan nomor telepon yang terenkripsi milik Anindita. Mereka mencari satu nama kunci dari Global Energi Indonesia (GEI).
"Inilah dia," kata Dani, menunjuk satu entri. "Bukan Direktur, tapi Kepala Legal GEI, Haris Wijayanto. Orang yang paling mungkin tahu tentang file suap itu dan paling takut jika itu bocor."
"Anindita menyimpannya sebagai kontak darurat. Dia pasti punya deal dengannya untuk memastikan Haris melindunginya jika sesuatu terjadi," analisis Bima.
"Mungkin. Tapi kita akan membalikkan deal itu," ujar Dani dingin. "Kita akan hubungi Haris dan mengatakan bahwa kita, atas nama Tuan Bima Subrata, memiliki bukti penuh suap GEI, dan Anindita sedang dalam proses menyerahkannya ke pihak berwajib. Ini akan memicu kepanikan."
Bima merasa mual, tetapi ini adalah satu-satunya jalan. Ia harus menggunakan senjata pamungkas Anindita, bahkan jika itu berarti bermain api dengan kartel korporat.
Panggilan yang Mengguncang GEI
Dani segera menghubungi Haris Wijayanto, menggunakan software penyamar suara. Panggilan itu singkat, dingin, dan penuh ancaman.
"Tuan Haris, kami tahu tentang proyek pembangkit listrik dan pembayaran suap. Kami juga tahu bahwa mantan rekan kami, Anindita Pramudya, memiliki semua data itu. Dia akan menghadiri sidang hak asuh anak lusa, dan jika tuntutan mental terhadap suaminya dikabulkan, dia berencana untuk 'membersihkan' masalahnya dengan menyerahkan semua bukti suap GEI ke Kejaksaan," kata Dani, menyuntikkan urgensi dalam suaranya.
Di seberang, Haris terdengar tegang. "Siapa Anda? Ini pemerasan!"
"Ini bukan pemerasan. Ini tawaran penyelamatan. Kami akan menyerahkan hard drive itu langsung kepada Anda, dengan imbalan dua hal: pertama, GEI harus memastikan semua tuntutan pidana terhadap Bima Subrata atas penggelapan dicabut total. Kedua, Anda harus memastikan Anindita menarik tuntutan tes psikologi dan menyetujui hak asuh bersama atas Rayhan."
Haris meminta waktu satu jam untuk berunding. Bima dan Dani tahu mereka telah melemparkan umpan mematikan. Sekarang, mereka hanya perlu menunggu GEI menelan umpan itu dan menyingkirkan Anindita dari arena.
Kembalinya Sang Pion: Kinanti
Tepat ketika ketegangan memuncak, Dani menerima telepon dari nomor tak dikenal.
"Halo?"
"Ini aku. Kinanti."
Bima menatap Dani, bingung. Kinanti?
"Aku tahu Mas Bima mencoba menjual rahasia GEI ke orang-orang jahat itu," suara Kinanti terdengar jauh lebih matang, tanpa kepolosan yang dulu. "Aku menguping pembicaraan lawyer-ku, Purbaya. Dia panik karena Tuan Haris dari GEI baru saja menelepon dia, menanyakan tentang hard drive milik Anindita. Mereka tahu Bima punya bukti itu."
"Kenapa kau peduli?" tanya Dani dingin. "Kau sudah menarik diri."
"Aku peduli karena Purbaya dan Anindita tahu aku yang membocorkan rahasia ini," Kinanti mengungkapkan dengan nada getir. "Ketika Mas Bima mengancamku dengan scam kecilku, aku panik dan menelepon Purbaya. Aku memberitahunya bahwa Bima punya sekutu bernama Dani dan dia punya bukti yang lebih besar. Aku pikir aku melindungi diriku."
Bima merasakan perutnya melilit. Jadi, bukan hanya GEI yang mengetahui keberadaan mereka. Anindita sudah tahu Bima punya sekutu dan sedang mencari senjata tandingan. Kinanti tidak hanya menyerah; dia secara tidak sengaja memberikan peta kelemahan Bima kepada Anindita!
"Jadi sekarang, mereka mengincarmu?" tanya Dani.
"Mereka tidak mengincarku. Mereka mengancam," jawab Kinanti. "Purbaya bilang, jika aku tidak melakukan satu hal lagi untuk Anindita—sesuatu yang besar—maka dia akan memastikan bukti scam kecilku bocor ke media, tepat sebelum aku masuk kuliah. Anindita tidak akan pernah membiarkan aku lepas begitu saja."
Pukulan Balik Kinanti
"Apa yang mereka minta?" tanya Bima, meraih ponsel Dani.
"Mereka ingin aku berbohong," suara Kinanti bergetar. "Anindita tahu rekaman video histerismu di kamar Rayhan tidak cukup untuk meyakinkan Dr. Laksmana. Dia butuh sesuatu yang lebih dramatis."
"Apa yang mereka minta kau katakan?"
"Besok, aku akan membuat laporan ke polisi. Aku akan mengatakan bahwa kamu pernah melakukan kekerasan fisik terhadapku, Mas Bima, di apartemen studio itu," Kinanti menarik napas dalam-dalam. "Anindita bilang, laporan palsu ini akan menjamin penangkapan mendadak terhadapmu, memaksamu melewatkan sesi terakhir tes psikologi, dan secara otomatis hak asuh akan jatuh padanya tanpa perlu persidangan yang berlarut-larut."
Kinanti tidak lagi menangis. Suaranya dipenuhi keputusan yang gelap.
"Aku menelepon untuk memperingatkanmu. Aku tidak mau kau dipenjara karena penggelapan, tapi aku juga tidak bisa menghancurkan masa depanku sendiri. Maafkan aku, Mas Bima," Kinanti menutup telepon.
Bima menatap Dani, matanya dipenuhi kengerian ganda. Mereka berhasil memancing GEI untuk menargetkan Anindita, tetapi serangan balik Anindita datang melalui Kinanti, yang kini siap membuat laporan palsu yang akan menjebloskan Bima ke penjara dan memberikan Anindita kemenangan penuh.
"Kita punya waktu kurang dari 12 jam, Dani," kata Bima, suaranya serak. "GEI akan menyerang Anindita, tapi Kinanti akan menyerangku lebih dulu."