Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Wajah Gio selalu dihiasi senyum kebahagiaan. Bagaimana tidak, dari ketujuh klien yang ditemuinya dari satu minggu lalu semuanya sudah bersedia menginvestasikan modal kepada Gio. Hanya dengan bermodalkan kepercayaan saja.
Bukan hanya itu saja, salah satu dari kliennya bahkan ada yang mau meminjamkan bangunan rukonya yang kosong sebagai tempat kerja Gio tanpa harus membayar uang sewa.
Tentu saja itu semua berkas usaha dan kerja kerasnya dalam meyakinkan para kliennya sampai berjam-jam lamanya. Tapi syukurnya mendapatkan hasil sesuai dengan apa yang ditargetkan.
Awal keberhasilannya tidak bisa rayakan terlalu yang bagaimana, Gio mengucap syukur ribuan kali dan hanya dengan sang istri dia berbag. Dalam kesempatan itu juga Gio meminta pada istrinya untuk membantu pekerjaan barunya sehingga mengharuskan Siti keluar dari perusahaan.
Dengan senang hati Siti menyambut keinginan suaminya dan surat pengunduran diri sudah sampai ke email Teo dan bagian HRD.
Teo yang sudah membaca surat pengunduran Siti langsung mengamuk. Melemparkan semua benda yang ada di atas meja kerjanya. Tidak peduli seberapa penting itu, terpenting baginya saat ini memiliki Siti dan mengalahkan Gio.
Kemudian dia menghubungi seseorang.
"Ke ruanganku sekarang!."
Asih segera berlari, mendorong pintu dan melihat ruangan sudah berantakan seperti kapal pecah.
"Apapun caranya bawa segera Siti ke kamar hotel yang sudah aku pesan."
"Iya," jawab Asih singkat dan buru-buru keluar.
Lalu kemudian dia duduk menunduk, menyembunyikan perasaannya yang sangat hancur. Siti atau dirinya yang harus hancur?.
Tidak mungkin dirinya hancur karena cintanya pada Teo. Dia tidak gila-gila amat sampai rela menyerahkan diri kepada pria itu. Tapi tidak tega juga kalau Siti yang harus menjadi korban Teo. Apalagi Siti sudah menikah.
Dilema, dia sendiri sama-sama akan kena batunya.
Sebentar berada di kamar mandi karena harus merapikan makeup, Asih melanjutkan langkahnya menuju ruangan Siti.
"Kenapa resign?," tanya Asih sambil duduk di hadapan Siti.
"Mau jadi ibu rumah tangga," jawab Siti sambil tertawa.
Asih juga ikut tertawa.
"Kamu enak sudah ada suami." Memasang wajah sendu.
"Aku do'a kan semoga kamu segera menikah dengan pria baik yang menerimamu."
"Aamiin."
"Ngomong-ngomong ada pekerjaan apa ke sini?," Siti menatap berkas yang masih ada di tangan Asih.
"Tidak ada," Asih menggeleng.
"Tapi..."
"Katakan saja ada apa?."
"Karena kamu mau resign jadi aku mau mengajakmu menginap di hotel. Aku dapat voucher menginap gratis di sana selam dua hari satu malam. Kita ambil pas malam minggu saja, bagaimana?."
Siti diam, tidak langsung mengiyakan atau menolak ajakan Asih. Dia harus bertanya terlebih dahulu kepada suaminya, sebenarnya dia sendiri enggan untuk pergi kalau bukan karena urusan urgen tapi karena ini Asih yang mengajak. Asih sudah sangat baik menolongnya jadi sepertinya harus dipertimbangkan. Dan kemungkinan besarnya Gio pasti akan setuju karena dia melihat kebaikan Asih.
"Oke, aku izin sama Mas Gio dulu."
"Iya,"
"Oh, iya, buat kapan voucher menginapnya?."
"Minggu depan."
"Oke."
Asih hanya mengangguk lalu pamit undur diri.
*
Gio dan Siti menghabiskan waktu bersama di tempat kerja baru Gio. Siti selalu ke sana setiap kali pulang kerja, membantu sebisanya pekerjaan Gio sebelum dia benar-benar memegangnya sendiri.
"Bagaimana reaksi Teo dengan surat pengunduran diri kamu?."
"Aku sih melihatnya dia marah, tapi tidak sampai yang marah gimana-gimana."
"Apa mungkin dia sedang merencanakan sesuatu?."
Untuk sesaat Siti terdiam.
"Apa yang direncanakan?."
"Entahlah," Gio mengangkat bahunya. "Hanya tebakanku saja." Lanjutnya.
"Semoga saja tidak ada yang direncanakannya. Aku takut dengan orang-orang nekat yang sanggup melakukan apapun."
"Semoga saja, sayang."
Tak kenal lelah keduanya bekerja sampai larut malam. Setelah selesai barulah mereka pulang ke kontrakan, mereka pulang membawa martabak telor untuk cemilan Gio.
Setibanya di kontrakan mereka dikejutkan dengan Asih yang duduk tertunduk lemas di depan kontrakan.
"Asih, ada apa?." Tanya Siti.
"Ayah, ibuku masuk rumah sakit. Mereka korban tabrak lari."
"Astagfirullah, terus kamu kenapa di sini? Siapa yang menjaga mereka di rumah sakit?."
"Ada adikku."
Asih mengangkat wajah sembabnya, menatap Siti. "Sebenarnya aku malu mau minta bantuan tapi aku tidak tahu lagi harus minta bantuan pada siapa."
"Apa yang bisa kami bantu."
"Asuransiku sudah over limit, sementara aku masih butuh untuk pengobatan mereka. Jadi aku mau meminjam uang padamu."
"Berapa?," tanya Siti mendekati Asih.
"50 jt."
"Insha Allah aku bisa bantu tapi tidak sebesar yang kamu butuhkan karena aku pun tidak sedang memiliki banyak uang."
Asih mengangguk.
Kemudian Siti mentransfer sejumlah uang yang sudah disepakatinya bersama Gio untuk diberikan kepada Asih tanpa harus mengembalikannya.
Karena uang yang masih dibutuhkannya kurang, Asih menebalkan mukanya mendatangi Teo. Dia akan meminta bayaran untuk pekerjaan di luar kantor, yaitu membawa Siti ke kamar hotel besok malam.
Asih sudah menekan bel tiga kali tapi belum juga ada respon dari dalam sana. Namun tak berselang lama, Teo datang dengan membawa seorang wanita cantik dengan pakaian seksi.
"Ada apa ke sini?," tanya Teo tanpa mau melepaskan wanita yang ada dalam rangkulannya.
"Aku perlu bicara empat mata denganmu," lirih Asih.
"Tidak perlu, katakan saja di sini apa keperluanmu?."
"Aku membutuhkan uang."
"Dasar orang miskin!," ucapnya namun langsung mengeluarkan ponselnya. Meminta Asih untuk memasukkan sendiri nomor rekeningnya.
"Berapa?."
Asih menulis sendiri nominalnya dan tanpa protes Teo langsung setuju mentransfernya.
"Tapi ingat pekerjaanmu harus beres!."
"Siap."
Setelah itu barulah Asih segera pergi berlari, hatinya sakit tapi perasaannya untuk Teo tidak juga mau hilang. Masih ada mencintai pria itu. Membiarkan air matanya mengalir deras, siapa tahu setelah ini dia bisa menghilangkan perasaannya kepada Teo.
Teo dan wanita seksi itu melakukan one night stand hanya hubungan saling menguntungkan. Tanpa melibatkan perasaan di dalam melakukan hubungan badannya.
Keesokan paginya.
"Mas, nanti malam aku tidak pulang, ya?." Siti mengingatkan suaminya, sebab izin sudah dikantonginya dari kemarin-kemarin.
"Iya, sayang, tolong sering berkabar saja." Gio mengecup pucuk kepala Siti dengan sayang.
"Oke, Mas suamiku yang ganteng."
Siti sudah tiba di kantor, langsung bekerja seperti biasa supaya tidak meninggalkan banyak pekerjaan agar tidak menumpuk.
Dari luar Teo menatapnya penuh maksud, dalam waktu beberapa jam ke lagi wanita yang selalu menolaknya akan berada di ranjangnya. Kali ini dia pastikan Gio tidak akan punya muka lagi.
Sepele saja sebenernya, Teo selalu merasa iri terhadap Gio yang selalu lebih unggul di atasnya. Mulai dari wanita, karir, kecerdasan dan sampai keluarga. Makanya dia sangat ingin sekali melihat Gio hancur terpuruk.
Asih yang baru keluar lift hanya diam mematung menyaksikan pemandangan Teo yang sedang menatap Siti. Dia tahu Siti sudah berada di ruang kerjanya.
Teo menengok Asih kemudian mengacung ibu jarinya, oke.
Asih hanya mengangguk.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti