KEJEBAK CINTA

KEJEBAK CINTA

Pandangan Pertama

Tatkala melihat satu temannya yang paling kalem memasuki kelas, jemari Gibran refleks berhenti memetik senar gitar. "Sendirian aja, Adara mana?"

"Lagi makan di kantin," jawab Rahsya.

"Bareng?"

"Kinan."

"Gue belum makan. Balik ke situ, yuk," ajak Gibran.

Rahsya mengedikan bahu, menarik kursi kosong di samping Gibran dan duduk.

"Biasanya Lo paling senang kalau tahu lokasi Adara berada. Kalian berdua lagi berantem?" tembak Gibran.

"Kita enggak pacaran, Gib. Dan lagi, hubungan gue sama Adara baik-baik aja," balas Rahsya.

"Cih! Enggak pacaran katanya, padahal seluruh murid asrama nusa bangsa juga tahu seperti apa kedekatan yang terjalin diantara kalian berdua!" seloroh Kevin dari ambang pintu.

Gibran meletakkan gitar hitam berukuran sedang di atas meja, sekarang pandangannya tertuju pada cowok di seberangnya. "Lo udah makan?"

"Udah!"

"Kirain belum. Boro mau diajak ke kantin," cengir Gibran.

"Makan mulu yang Lo ingat, dasar perut goni!" ejek Kevin.

"Orang laper malah diejek, cakep! Kayak Lo jagoan aja kalau laper nahan lapar," balas Gibran.

Kevin menepuk bangga perut bulat berisinya, kenyang makan. "Emang gue kuat. Nih, perut gue bulat, enggak kayak perut Lo, kempes."

Cengir Gibran melebar. Bukan gembira menyambut kehadiran cowok itu, melainkan sebal menghadapi kelakuan sombong ketua kelas.

"Penghuni asrama cuma tahu gue dan Adara dekat. Sekadar dekat. Enggak lebih. Itu berarti bukan gue dan dia ada hubungan spesial," tutur Rahsya meralat tuduhan dikatakan Kevin sesaat.

Cih.

Kevin mendekat, tidak percaya dengar pengakuan cowok menyandang peringkat satu di kelasnya. "Katanya enggak lebih? Terus gelang couple hitam berliontin sepotong hati di pergelangan tangan Lo sama di pergelangan tangan Adara, apa?"

Rahsya berdiri, menyentuh gelang di pergelangan kirinya. Gelang hitam berliontin sepotong hati.

"Lo penasaran ada sesuatu apa dibalik benda ini? Cari tahu sendiri." 

*

Di kantin, Adara sedang menyantap bakso ditemani Kinan.

"Beruntung banget hidup Lo buka pintu hatinya Rahsya," puji Kinan.

"Usaha gue dapatin dia enggak segampang yang Lo pikir," kata Adara.

Kinan mengangguk setuju, jangankan membuka gembok hatinya Rahsya secara asal, untuk berteman di sosial media dengan dia pun sulit. Seolah cowok pentolan Asrama Nusa Bangsa itu tak butuh bersosialisasi lewat dunia maya. Kehidupan sehari-hari di Asrama sepertinya sudah cukup memuaskan bagi Sangga Rahsya.

"Dia banyak pengagumnya," celetuk Kinan.

"Lo mengagumi dia?" lontar Adara.

"Gue pengecualian."

Adara mengukir senyuman, mempercayai Kinan seratus persen.

"Omong-omong bagi caranya dong, dapatin cowok ganteng mirip Rahsya. Gue pengen punya penyemangat hidup juga soalnya," lanjut Kinan.

"Emangnya anggota keluarga Lo kenapa? Kurang support?"

"Support. Tapi tetap aja gue butuh cowok buat dijadiin rumah kedua."

"Owh."

"Kadang gue suka mikir, gimana perasaan Rahsya selama menjalin hubungan cinta dengan cewek cantik model kayak Lo. Jengkel enggak?" sambung Kinan.

"Mana gue tahu. Orang gue enggak pernah nanya perasaan Rahsya kayak gimana. Hati dia tersembunyi di balik rongga paru-paru, sulit dijangkau apalagi buat diajak ngobrol," sahut Adara.

"Meski begitu, gue salut lihat Lo dicintai baik oleh dia. Rahsya sabar banget jalani ujian seekstrim ini," komentar Kinan.

Adara yang sibuk menikmati kuah bakso lantas mendongak. "Barusan ngomong apa?"

Belum sempat Kinan menjawab, seseorang lebih dulu menyahut tenang.  "Sebentar lagi bell kelas bunyi."

Kinan dan Adara menoleh, mendapati Rahsya kembali hadir di sekitarnya.

"Sejak kapan magang di situ?" todong Kinan.

"Belum lama," jawab Rahsya.

Adara mengangkat mangkuk, menghampiri Rahsya, memperlihatkan sisa bakso.

"Makanan aku belum habis," ucap Adara.

"Ya udah habisin," titah Rahsya.

"Temenin," pinta Adara.

Rahsya menggiring langkah gadis berambut cokelat panjang menuju kembali ke meja.

"Kinan, ada yang girang dengar nama Lo disebut. Tahu enggak siapa orangnya?" to the point' Rahsya.

Kinan memasang wajah tak bersahabat, tentu tahu siapa orang misterius dimaksud pacarnya Adara.

"Ada yang suka sama Kinan? Siapa?" kepo Adara disela mengunyah.

Rahsya menahan jawaban di ujung lidah, memilih tersenyum tipis menikmati ekspresi sinis gadis cantik yang duduk berseberangan dengan Adara.

"Enggak dikasih tahu sama aku, kayaknya dia udah tahu siapa orangnya," ucap Rahsya.

Kinan mendelik tak suka. Dalam hati menggerutu, kenapa bukan Rahsya saja yang memiliki rasa padanya.

*

Mobil silver memasuki halaman Asrama Nusa Bangsa. Gadis lengkap memakai seragam lamanya itu perlahan turun bersama seorang Pria.

"Kita ke ruang kepsek. Serahin berkas-berkas pindahan kamu," kata Pria jangkung.

"Iya, Pa."

Sepanjang mencari ruang kepala sekolah, anak dan Papa itu dalam sekejap jadi pusat perhatian murid-murid di sekeliling.

"Naura, bertemanlah dengan siapapun selama tidak melanggar aturan. Jangan dekati pergaulan bebas agar kamu tidak terjebak pada masalah orang lain," nasehat Papa.

Gadis berjalan tegak - penuh percaya diri, membalas rendah. "Iya, Papa."

"Calon gebetan gue!"

"Enak aja calon istri, gue, itu!"

"Elah, sok-sokan berebut, gue pawang sejatinya!"

Teriak menggoda berasal dari sejumlah cowok persis di tempatnya nongkrong membuat Naura menengok, serentak para cowok memalingkan muka, pura-pura tidak melihat.

"Hentikan menoleh ke sana kemari Naura," tegur Papa Aksan.

Sebagai pendatang baru di Asrama, Naura merasa bahwa murid di sini jelas menerima kehadirannya cukup baik.

*

Alarm sekolah berbunyi nyaring menginterupsi seluruh murid segera memasuki kelas masing-masing.

"Perut gue udah kenyang, gue enggak perlu was-was lagi nunggu jam istirahat," lega Kinan.

"Enak banget bakso uratnya nanti istirahat kita nyobain menu baru," celetuk Adara menunjukkan kesukaannya menikmati makanan berlemak.

"Boleh banget," angguk Kinan.

"Kamu sama Kinan duluan masuk. Tadi Kevin chat aku minta pergi ke perpustakaan buat ambil buku paket geografi," kata Rahsya.

"Ketua macam apa sukanya nyuruh-nyuruh, Lo enggak ada niatan marahin Kevin? Dia seenaknya udah nyuruh," omel Kinan menyahuti ucapan Rahsya.

"Gue enggak keberatan," balas Rahsya.

Kinan mencebik kesal, Rahsya terlalu baik sehingga oke-oke saja ketika dimanfaatkan.

"Kalau bawa bukunya banyak chat aku aja, nanti di kelas, aku suruh Gibran bantuin kamu," pesan Adara sambil membelai pipi Rahsya.

"Enggak perlu," larang Rahsya menurunkan tangan Adara. "Aku pamit." Imbuhnya.

Kepergian Rahsya diperhatikan Kinan dan Adara. Tak lama kemudian, kantin kosong pengunjung, barulah dua gadis itu memutuskan pergi menuju kelas.

Usai mendaftar, Naura mencium punggung tangan Papa Aksan.

"Makasih udah urus keperluan sekolahku, Pa," ucap Naura.

"Kamu adalah putri Papa, sudah kewajiban orang tua memenuhi kebutuhan anaknya. Naura ingat pesan penting Papa tadi jauhi pergaulan bebas."

Naura mengangguk.

Papa Aksan melangkah jauh hingga hilang di telan belokan.

"Mari Naura ikut saya ke kelas," ajak Bu Salma selaku wali kelas sebelas.

Naura mengikuti jejak wanita di depannya, membawa kakinya berpindah tempat menginjak teras gedung bertingkat lima.

"Sekolah kami memakai system beda gedung beda fungsi. Tidak, memang sudah menjadi rahasia umum bagi setiap sekolah. Seperti halnya asrama lain, bangunan ini tempat belajar seluruh murid. Lantai satu ditempati kelas sepuluh. Lantai dua di tempati kelas sebelas. Lantai tiga untuk kakak kelas dua belas, sementara perpustakaan, lab kimia, lab komputer dan gedung lainnya terpisah," terang Bu Salma.

"Saya lihat gedung ini memiliki lima lantai. Ibu enggak bilang lantai empat dan terakhir digunakan buat apa?" koreksi Naura.

"Lantai empat kantin dan lantai paling atas adalah rooftop."

"Apakah ada larangan jangan bawa makanan ke rooftop?" lanjut Naura.

"Ada. Sejak dulu tidak diperbolehkan bagi warga asrama menikmati makanan di atas sana. Rooftop cukup dijadikan tempat melepas penat saja, itu sudah cukup," jelas Bu Salma.

"Dimengerti Bu," ucap Naura.

Di undakan tangga menuju lantai dua, Bu Salma menjeda langkah membuat Naura yang mengekor di belakangnya ikut berhenti.

"Rahsya mau ke mana? Bell kelas sudah bunyi beberapa menit, sekarang jam pertama pelajaran ibu. Putar arah, masuk ruangan!" tegur Bu Salma.

"Mau ke perpustakaan, Bu. Buku paketnya belum tersedia," jawab Rahsya.

"Saya sudah perintah Kevin sekitar beberapa menit lalu sebelum bell bunyi buat ambil buku, kenapa jadi kamu yang repot," heran Bu Salma.

"Kevin share pesan ibu ke room chat saya," lapor Rahsya merogoh ponsel dari kantung celana abunya dan menekan ikon hijau di handphone, menunjukkan bukti perkataannya barusan.

Bu Salma merebut benda canggih peserta didiknya—hendak memarahi Kevin, sebelum kekesalannya tersalurkan, tak lupa menengok dahulu ke arah siswi di belakangnya.

"Naura, ikuti saya masuk," pungkas Bu Salma.

"Iya, Bu."

Wanita bersetelan dinas pendidikan melangkah tergesa-gesa. Naura tidak memperdulikan siswa di hadapannya yang cukup menghalangi jalannya, berhubung tak suka membuang-buang waktu, Naura mengangkat kaki siap pergi, namun Rahsya berhasil menahannya.

"Lo pindahan?" basa-basi Rahsya melirik atribut logo sekolah terpasang di bahu kanan Naura.

"Iya."

Rahsya mengikis jarak. Pijakan Naura tergerak mundur, nyaris terpeleset ke belakang, untungnya Rahsya cekat meraih pinggang ramping anak baru di depannya dan tangan lainnya gesit mencengkeram pembatas tangga untuk mencegah insiden jatuh berdua.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!