Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berusaha menerima
"Na...Erina...bangun... ayo mandi dulu," suara lembut mamah membangunkanku yang sempat terlelap tidur
"Hhhhmmmm...." Erina mengucek matanya sambil mencari cari ponselnya tapi tak dapat di temukannya. "Jam berapa sekarang ma."
"Sudah mau jam 18.00. Mana belum di copot itu kebayanya. Ampun deh kamu,"
"Hehehe... Maaf ma, tadi Erina capek banget, tadi badan juga agak meriangan," Erina memeluk mamahnya
"Hhhh...bontot manja. Sana mandi dulu. Bau asem badannya ih,"
"Males ma... Dingin" Erina merasakan merinding.
"Mamah masak air ya. Nanti mandi air hangat. Keramas biar seger. Kayak Handi tuh. Dia udah mandi dari sebelum sholat ashar,"
Ternyata Erina tertidur di kamar mamahnya. Selesai akad dan resepsi tadi dia sangat kelelahan. Di tambah rasa kesal yang teramat sangat terhadap lelaki yang baru menikahinya. Begitu sampai di rumah, Erina langsung masuk ke kamar mamah Rani yang bersebelahan dengan ruang tamu dengan pintu menghadap ke ruang tengah. Kamar yang sangat nyaman karena bersebelahan dengan taman kecil yang ada kolam ikan dan banyak pohon hias yang selalu ber bunga. Jendela yang menghadap ke taman selalu di buka mamah agar sirkulasi udara terasa nyaman. Astaga! Erina lupa kalau dia sudah menikah. Tapi... kalau ingat kejadian pagi tadi, waktu teman-temannya mas Handi datang ke resepsi membuat Erina kembali emosi
"Huh! Janjinya apa? Gak usah ngundang temen. Nyatanya dia sendiri ngundang temannya
"Aarrggghhhh....tambah kesal kalau di ingat lagi."
Erina berjalan ke arah kamar mandi. Air panas di dalam ember sudah tersedia di sana.
"Selamat mandi istriku. Itu aku yang nyiapin loh," bisik mas Handi yang tiba-tiba di belakangku
Aku masih merasa kesal padanya.
"Eh, iya mas," jawabku bergegas masuk kamar mandi.
Byurrr.... Byurrr...
Segarnya mandi pakai air hangat. Segera ku keringkan tubuhku dengan handuk warna hijau yang baru di belikan mamah. "Hmmm... Jadi hari ini aku baru saja nikah. Kata orang-orang ada yang namanya malam pertama. Terus harus ngapain aja nanti y?"
Tiba-tiba Erina merasa merinding. Membayangkan berduaan di dalam kamar sama orang yang baru di kenal dengan status suami.
"Hhhhhh... gimana nanti saja lah," cepat-cepat Erina keluar menuju ruang tengah
Hari sudah menunjukkan pukul 21.00. Semenjak makan malam tadi mamah lebih dulu masuk ke kamarnya untuk istirahat. Mas Reno setelah istirahat tadi siang sudah pamit ke tempat kostnya untuk mengerjakan tugas akhirnya. Tadi aku hanya berdua mas Handi menonton televisi di ruang tengah. Dan pukul 20.00 mas Handi sudah masuk kamar dengan alasan mengantuk. Akhirnya tinggal aku sendirian di ruang tengah. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00, seru juga film action yang ku tonton barusan. Mataku sangat lelah, segera ku matikan tv dan masuk ke dalam kamarku yang berada di sebelah kamar mandi dengan pintu menghadap ke ruang tengah juga.
Ceklekkk...
Pintu ku buka perlahan. Mas Handi sedang tertidur pulas. Aku berjingkat pelan, setelah sampai di pinggir ranjang ku rebahkan tubuhku di sebelah mas Handi. Ada rasa risih karena malu dan juga emosi mengingat kejadian tadi pagi. Tapi aku tahan itu semua karena aku juga butuh istirahat. Posisi tidurku membelakangi mas Handi. Kantukku sudah tak tertahan lagi. Tapi tiba-tiba aku di kejutkan dengan sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Mas Handi memelukku dari belakang.
"Erina sayang... Sudah masuk kamar kamu..." bisiknya dengan mulut yang menempel di telingaku
"Eh, i-iya mas.Mas mau apa?" tanyaku gugup
"Mas mau kamu istriku," dengan suara paraunya mas Handi makin merapatkan badannya kepadaku.
Aku ingin segera bangun, tapi tangannya menahan tubuhku agar tetap mendekat padanya.
"Tidak...tidak...jangan sekarang. Aku masih kesal sama kamu mas! Jangan berani sentuh aku! Menjauh mas...menjauh!" aku berteriak dalam hati
Tetapi malam pertama memang harus terjadi. tak berapa lama kami sudah melakukan hubungan suami istri. Aku tidak mampu menolaknya dan aku sama sekali tidak menikmatinya.
"Tuhan...maafkan aku. Aku masih belum bisa menerimanya. Tapi aku akan berusaha untuk tidak mengecewakannya"