Saat Aku Mampu Berkata Tidak

Saat Aku Mampu Berkata Tidak

Menahan

"Kamu harus ikut mudik tahun ini Er," suara Handi terdengar sampai keluar kamar.

"Ssstttt, iya...iya... G usah pake teriak-teriak gitu mas. Kamu ngomong pelan juga aku udah dengar," sahutku kesal.

"Makanya, gak usah banyak debat. Nurut sama suami!"

"Ya, aku kan protes karena kamu ingkar janji," sahutku tetap tak terima.

"Ingkar janji apa maksudnya? Aku gak pernah bohongin kamu,"

"Lebaran tahun kemarin kita kan mudik sama keluarga mu. Janjinya tahun ini giliran di keluarga ku. Tapi sekarang apa!" suara parau mulai terdengar samar dari mulutku.

"Ya, tapi kan tahun ini ada alasan kita harus ikut mudik. Saudara bapak ada yang mau menikahkan anaknya 2 hari setelah lebaran. Masa kita gak datang."

Aku hanya diam menahan tangis. Seperti yang sudah sudah, gak akan menang jika berdebat dengan mas Handi.

"Bu, aku mau udangnya," pinta mas Handi sambil menarik piring yang berisi udang goreng berukuran besar ke depan piringnya di meja makan.

Aku, mbak Maya dan bapak mertua yang sedang makan siang seketika melihat ke arah ibu. Rupanya mba Maya dan bapak mertua juga sependapat denganku. Ibu sangat me raja kan anak pertamanya di bandingkan dengan orang orang yang ada di rumah ini.

Ibu mertua yang sedang menuang air ke gelas tampak panik. "Jangan di makan Han, itu buat mas Yoga," ujar ibu sambil menarik piring yang berisi udang

"Itu kan banyak bu. Ibu tadi beli 2 kilo kan? Masa semuanya buat mas Yoga. Memang dia bakal habis makan segitu banyak," sahut mas Handi sambil emosi. "Lagipula itu masih ada ayam goreng. Pasti buat bandit kecil peliharaan ibu."

Ibu hanya diam. Tampaknya dia juga sudah paham berdebat dengan mas Handi pasti bakal kalah.

"Er, ini lauk buat kamu makan sekarang ya," Ibu mertuaku bu Sumi menyodorkan semangkok sayur tahu bersantan sisa makanan kemarin, mengalihkan situasi.

"Mmmm... Ini masih enak kok Er. Tadi pagi ibu juga makan ini. Sayang kan kalau di buang. Wong ndak basi," panjang lebar dia mencoba meyakinkan kalau sayur itu aman di makan.

Padahal tadi pagi aku ikut ibu mertuaku belanja ke pasar dan memang benar, ibu membeli udang berukuran besar sebanyak 2 kilo. Aku tak banyak bertanya, karena sudah ku duga pasti itu buat anak kesayangan mereka, mas Yoga.

"Iya bu. Saya makan ini," jawabku sambil mengambil mangkok tahu santan yang di berikan ibu mertua.

Tak banyak bicara aku langsung memakan sayur sisa kemarin. Sekilas aku melirik ke arah bapak mertua dan mba Maya. Mereka terlihat menikmati makan siang dengan telor dadar, sambal tomat dan sayur sop daging yang baru matang. Sementara mas Handi sangat menikmati makan siangnya dengan ayam goreng di tambah kuah sayur sop.

"Ya Allah... Bahkan suamiku tidak perduli denganku. Dia tidak perduli apa yang aku makan sekarang," lirihku sambil tertunduk menatap lauk yang sedang aku makan.

Tin! Tin! Tin!....

"Assalamualaikum....

"Mbah uti....

Teriakkan Dito, bocah nakal anak mas Yoga satu satunya terdengar dari luar rumah. Ibu mertua segera berlari membukakan pintu untuk mereka. Terlihat sekali perlakuan istimewa yang di lakukannya.

"Halo mbah uti,"

Bukannya cium tangan, bocah nakal itu malah menyemprot mbah utinya dengan pistol mainan yang berisi air. Dan hasilnya mata sebelah kanan ibu mertua terkena semprotan air dari pistol mainan milik cucunya.

Tak ada respon dari yang melihat. Semua tampak menikmati adegan tembakan air. Mereka hanya tertawa. Lagi lagi aku hanya terdiam. Antara heran, menahan marah dan kecewa. Mencoba mencerna kejadian demi kejadian yang sedang aku alami.

:

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!