NovelToon NovelToon
Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Seira A.S

Mu Yao, seorang prajurit pasukan khusus, mengalami kecelakaan pesawat saat menjalankan misi. Secara tak terduga, ia menjelajah ruang dan waktu. Dari seorang yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ia berubah menjadi anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Ia bahkan memiliki seorang adik laki-laki yang sangat menyayanginya dan selalu mengikutinya ke mana pun pergi.

Mu Yao kecil secara tidak sengaja menyelamatkan seorang anak laki-laki yang terluka parah selama perjalanan berburu. Sejak saat itu, kehidupan barunya yang mendebarkan dan penuh kebahagiaan pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seira A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 : Kemampuan Kecil Milik Mu Xiao

Waktu Mu Yao dan ayahnya sampai di rumah, Nyonya Liu sudah selesai masak nasi putih, tinggal nunggu anak perempuannya pulang untuk masak lauk yang enak.

Melihat putrinya bawa banyak arang pulang, Nyonya Liu nggak banyak tanya, cuma bantu bawain arang ke gudang kayu bakar. Dia lalu nanya, "Daging babi yang kamu beli ini mau dimasak apa, Yao'er?"

Mu Yao menjawab, “Ibu, dagingnya dicuci dulu biar bersih dari darah. Yang kulit dan bagian berlemak banyak jangan dipotong ya, sisanya dipotong kotak-kotak, agak gedean dikit dari kuku jempol. Daging kelinci juga dipotong gitu. Habis itu kasih sedikit garam biar ada rasanya. Aku mau cari ranting kuat buat bikin sate.”

Sate? Wah, mereka belum pernah dengar apalagi makan yang namanya sate. Tapi karena Mu Yao yang bilang, keluarga Mu percaya aja.

Nyonya Liu ikutin instruksi anaknya, motong-motong daging dan kasih sedikit garam. Kulit dan lemaknya digulung, dibekuin, disimpan buat nanti. Lemaknya lumayan banyak, sekitar setengah kiloan. Nyonya Liu motong agak besar-besar, masukin ke wajan, tambahin sedikit air dan garam, mulai proses leleh minyak.

Mu Cheng, sang ayah, juga nggak tinggal diam, bantu nyalain api. Sejak sembuh dan bisa kerja lagi, dia selalu rebutan kerjaan rumah. Dulu udah nyusahin istri dan anak-anak, sekarang dia pengen nebus semuanya. Bahkan dia mikir, nanti kalau putrinya naik gunung lagi, dia mau ikut. Nggak bisa jaga penuh, tapi paling nggak bisa bantu kalau ada bahaya. Walaupun putrinya pintar, dia tetaplah anaknya sendiri. Namanya ayah, pasti tetap khawatir.

Wangi minyak mulai semerbak dari dapur, bikin perut Mu Cheng keroncongan. Mu Xiao juga keluar gara-gara kecium aromanya. Sekarang Mu Xiao udah jarang bantu-bantu ibunya dan kakaknya. Waktu luangnya dipakai buat latihan jurus-jurus yang diajarin kakaknya atau belajar nulis pake ranting di tanah.

Mu Xiao sekarang udah bisa ngitung sampai 80! Mungkin dibanding anak-anak zaman sekarang kelihatan lamban, tapi untuk anak lima tahun di masa lalu yang nggak punya akses ke sekolah, itu udah hebat banget. Nggak cuma bisa ngitung, dia juga udah bisa nulis angka Arab! Yang tulisan besar (huruf-huruf formal) belum bisa, soalnya rumit dan jarang dipakai. Mu Yao cuma ngajarin yang sering dipakai dan gampang-gampang dulu. Belajar itu kan bertahap. Mu Yao juga punya rencana, habis tahun baru nanti mau daftarin adiknya ke sekolah di kota kecil.

Sekarang Mu Xiao udah bisa nulis namanya sendiri, walaupun huruf "Xiao"-nya masih belepotan, kadang Mu Yao sendiri juga bingung bacanya. Tapi Mu Xiao nggak cuma suka nulis, dia juga suka gambar!

Bukan gambar bunga atau ikan, tapi gambarannya aneh-aneh: gunung, sungai, rumah, tapi semua bentuknya aneh. Rumahnya bisa ada pintu di atas, terus di pojok-pojoknya ada gambar orang kecil bawa tongkat. Tembok rumahnya bolong-bolong, sungainya juga dilemparin batu sembarangan.

Awalnya Mu Yao juga nggak ngerti, sampai dia nanya, dan adiknya bilang suka aja gambar gitu, tapi nggak bisa jelasin kenapa. Lama-lama Mu Yao mulai paham… gambarnya mirip banget sama rancangan pertahanan! Dia sampai kaget, gimana adiknya bisa kepikiran kayak gitu? Walaupun bentuknya masih kacau, tapi arahnya udah mirip. Dia sampai sempat mikir, jangan-jangan adiknya juga orang yang "terlempar dari masa depan"? Tapi setelah beberapa kali diulik, ternyata bukan. Memang dari sananya aja suka hal-hal begitu.

Melihat itu, Mu Yao mulai mikir kalau ke depan, adiknya bisa dikembangkan ke arah militer. Siapa tahu nanti bisa masuk medan perang dan bantu negara. Di zaman kuno, kalau perang, yang paling sengsara itu rakyat biasa. Perang itu nggak cuma soal pahlawan yang pulang bawa kemenangan, tapi juga banyak yang mati di medan perang, bahkan jasadnya nggak bisa dibawa pulang. Banyak keluarga yang hancur. Jadi, rakyat sangat takut perang. Mu Yao sendiri juga nggak suka kekerasan, tapi dia paham, keamanan negara itu nggak mungkin terjadi tanpa ada orang-orang yang berkorban di balik layar.

Kalau adiknya memang punya cita-cita ke sana, sebagai kakak, dia pasti dukung habis-habisan. Bahkan kalau adiknya nanti gugur di medan perang, dia akan balas dendam, meski harus korbankan nyawanya sendiri.

Negara tempat mereka tinggal, Xiling, memang bukan yang paling besar atau paling padat penduduknya di daratan Zhongzhou. Tapi paling banyak pegunungannya. Bahkan di kota kecil Pingxian aja ada dua gunung. Sayangnya, tanahnya sempit dan tambang pun minim—walau menurut Mu Yao sih, mungkin banyak tambang yang belum ditemukan.

Karena negaranya nggak kaya, nggak ada negara lain yang tertarik buat menjajah. Cuma kadang-kadang ada konflik kecil di perbatasan, tapi nggak sampai mengganggu stabilitas nasional. Yang jadi masalah justru perampok lokal yang sering muncul dan sembunyi di hutan. Pemerintah udah beberapa kali kirim pasukan, tapi hasilnya nihil. Kaisar Longxi pun pusing, nggak bisa berbuat banyak.

Negara juga lagi bokek, jadi nggak bisa tambah tentara. Akhirnya kaisar bikin peraturan: semua rakyat harus belajar bela diri buat jaga diri dari perampok. Keluarga bangsawan boleh punya prajurit pribadi, jumlahnya tergantung pangkat. Pejabat dan pedagang kaya boleh punya penjaga rumah. Tapi rakyat biasa? Mana sanggup bayar guru bela diri.

Di Desa Xiaonan tempat Mu Yao tinggal, bahkan kepala desa yang paling kaya pun nggak mampu bayar guru. Cucu kepala desa bisa sekolah di kota aja udah dianggap luar biasa. Karena desa ini miskin, perampok pernah dua kali datang, tapi nggak nemu apa-apa. Jadi mereka kapok, nggak pernah datang lagi.

Balik ke dapur, Mu Xiao yang udah kecium aroma lemak yang dipanasin, mukanya cerah banget. Dia paling suka makan keripik lemak goreng. Lemak di wajan perlahan-lahan jadi warna oranye keemasan, dan sisa potongan lemaknya berubah jadi keripik gurih.

Nyonya Liu hati-hati nyendokin minyak panas ke toples satu-satu. Keripik lemaknya diperas lagi pakai sendok biar minyaknya keluar semua, baru dipindahin ke mangkuk. Keripik ini rasanya gurih banget dan nggak bikin enek.

Mu Xiao walau masih kecil, tapi udah diajarin buat hormat sama yang lebih tua. Kalau ada makanan enak, dia nggak bakal nyolong duluan kalau belum dikasih orang dewasa.

Nyonya Liu lihat anaknya sampai ngiler nahan diri, jadi senyum-senyum sendiri. “A Cheng, bawa dulu Xiao ke dalam, biar dia cicipin dikit. Kasian, sampai nahan-nahan gitu.”

Mu Xiao jadi malu-malu, “Ibu, aku mau nunggu Kakak pulang dulu baru makan.”

Mu Cheng cuma ketawa lihat anaknya yang ngiler tapi sabar itu. Dia cubit pipi kecil anaknya pelan-pelan, lalu gandeng ke dalam rumah.

1
Aisyah Suyuti
baguss
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
The first child
semangat terus nulisnya thor..
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
lanjut thorr...semangat....
Seira A.S: insyaallah kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
coba punya ruang dimensi atai sistem..
Seira A.S: gak punya kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!