Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12# Ingin kerja
Pagi hari yang cukup cerah cuacanya, Aleena yang sudah rapi dengan penampilannya, kini tengah berkacak pinggang di depan cermin.
"Mbak Dila, gimana sama penampilan ku, udah cantik?"
"Cantik banget, Nona. Hari ini Nona Aleena sangat cantik, dan wajahnya juga berseri."
"Kalau dipasangkan sama sekretaris Devan, gimana, udah cocok belum, Mbak?"
"Sangat cocok, tapi-"
"Tapi kenapa, Mbak? jangan bikin aku sedih dong..."
"Memangnya Nona beneran suka sama sekretaris Devan?"
Aleena dengan percaya diri menganggukan kepala. "Cuma naksir doang sih, Mbak."
"Ekhem! udah wangi keknya putri Mama. Mbak Dila, tolong segera beresin kamar saya. Setelah itu, Mbak Dila beres-beres baju-baju mendiang Tuan Arvian untuk segera dipindahkan ke kamar satunya ya, biar rapi,"
"Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi," jawab Mbak Dila dan bergegas keluar.
Didalam kamar cuma ada Aleena sama ibunya.
"Kamu serius mau ikut Kakak kamu ke kantor?"
Aleena tersenyum penuh dengan semangat.
"Ekhem! habis parfum berapa liter, nyampe kamar saja udah macam produksi pengharum ruangan," ucap Bernio sambil kibas kibas tangan karena tidak tahan dengan bau parfum yang cukup menyengat di hidungnya.
Aleena yang mendengar ada suara kakaknya, pun langsung menoleh.
"Ish! Kak Bernio mah gitu orangnya. Nyebelin banget pokoknya. Kak, boleh ya, kalau aku ikut Kakak ke kantor. Jadi pegawai magang juga gak apa-apa kok, OB, iya OB boleh juga, daripada di rumah bingung mau ngapain, apa salahnya kalau aku ikut kerja di kantor, boleh ya? please."
"Kakak gak izinin kamu ikut kerja di kantor. Sebaiknya kamu itu di rumah aja, atau nyari kegiatan yang lainnya kek, apa kek, terserah kamunya. 'Kan Mama ada usaha di Butik, atau di Restoran cabang Mandiri Elite. Ngapain susah susah mau jadi karyawan di kantor keluarga sendiri, hem."
"Gak ah, di Restoran nanti yang ada akunya gagal diet, makan terus nanti kerjaan aku. Terus badan aku jadi bengkak, gak gak gak. Aku harus jaga pola makan, biar gak naik timbangan aku."
"Ya sudah tidak apa-apa kalau kamu mau ikut Kakak kamu kantor, tapi jangan bikin rusuh disana."
"Ma,"
"Sudah lah, apa susahnya ngajakin adik kamu. Nanti kamu suruh ngerjain apa kek, bantuin beres-beres atau apalah, biar gak jenuh di rumah."
"Awas loh kalau sampai bikin rusuh di kantor."
Aleena langsung menyambar tasnya, dan keluar dari kamar. Takut dikejar sama kakaknya, buru-buru menuruni anak tangga dan bergegas ke ruang makan.
"Aaaaaa!"
Brug!
"Aw!" pekik Aleena saat dirinya menabrak sekretaris Devan.
Detak jantungnya pun berdegup tidak karuan rasanya. Sedikit ada rasa malu, Aleena mendongak. Seketika, dirinya kembali teringat saat dirinya menciumnya.
'Astaga! sebrutal itukah aku waktu kemarin itu?' batin Aleena yang masih memandangi wajah tampan miliknya sekretaris Devan.
"Nona, Nona tidak apa-apa?"
Aleena menggelengkan kepala, justru senyum-senyum tidak jelas, dan entah apa yang ada didalam pikirannya.
"Eh, Tuan Bernio, selamat pagi, Tuan? maaf, kalau saya datang terlambat."
"Pagi juga, gak apa-apa, jugaan aku belum sarapan. Oh iya, gak usah formal gitu ngomongnya, berasa kek udah bapak-bapak akunya di panggil kamu. Ikut sarapan yuk, kita makan bareng."
"Iya, Nak Devan, mari ikut kami sarapan bareng. Kebetulan, kami belum sarapan,"
"Saya sudah sarapan, Nyonya. Silakan kalau Nyonya sama Tuan Bernio, juga Nona Aleena mau sarapan."
"Ya sudah, kamu tungguin aku di depan,"
"Baik, Tuan," jawabnya.
Aleena yang tengah memperhatikan penampilan sendiri yang terlihat begitu wah, ada perasaan tidak nyaman untuk dipakai pergi ke kantor. Karena tidak ingin identitasnya diketahui oleh orang-orang di kantor, Aleena akhirnya memutuskan untuk mengganti baju.
"Aleena, ayo sarapan, Nak? kamu mau ngapain ke kamar?"
"Aleena mau ganti baju dulu, Ma, biar gak kelihatan wah nanti di kantor. Soalnya Aleena mau nyoba jadi pegawai magang, biar diterima sama orang-orang di kantor." Sahut Aleena sambil menapaki anak tangga.
"Ada ada saja adik kamu itu. Maksudnya apa pakai ganti baju segala dianya." Kata sang ibu sambil berjalan menuju ruang makan.
"Sudah lah, Ma, biarin saja si Aleena mau ngapain, yang terpenting hidupnya tidak terbebani lagi. Bagi Nio, asal Aleena bahagia, Nio tidak mempermasalahkannya, Ma."
"Oh iya, gimana soal kerja sama di luar negri, apakah mau kamu cancel?"
"Belum, Ma, soalnya masih lama juga, sekitaran dua mingguan lagi. Lihat nanti aja gimana, kalau Devan bisa gantiin di kantor, ya tidak dicancel. Semoga saja ada jalan keluarnya."
"Semoga saja, dan kamu tidak kehilangan peluang untuk sukses. Tidak tahu sepinya seperti apa kalau kamu di luar negri, ayolah, kapan kamu nikah, Nak? sejak Papa tidak ada, Mama takut Mama tidak bisa menjadi peran orang tua yang baik buat kamu dan adik kamu,"
"Ma, jangan bicara seperti itu. Mama masih ada Aleena yang bisa menemani Mama di rumah. Jugaan ke luar negri gak lama, kalau sudah selesai urus urusannya, juga bakalan pulang ke rumah ini. Soal nikah, nanti kalau sudah ketemu jodohnya, juga bakalan nikah."
"Bener ya, jangan lama-lama. Atau... sama Veni, anaknya Tuan Ravair, dia sepertinya cocok buat kamu, nanti biar Mama yang lamar, gimana, kamu bersedia, 'kan?"
"Ma, biarin jodoh datang sendiri, takutnya nanti kecewa seperti Aleena. Jugaan, putra Mama lagi sibuk sama pekerjaan, Mama tidak perlu buru-buru. Percayalah, semua akan baik-baik saja, jodoh dan juga karir,"
"Mama cuma bisa do'akan yang terbaik buat kamu dan adikmu, semoga kalian bertemu jodoh yang sama baiknya, dan hidup bahagia," ucap ibunya ada perasaan sedih, lantaran merasa belum bisa menjadi seorang ibu yang baik untuk anak-anaknya.