NovelToon NovelToon
Petualangan Danu

Petualangan Danu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Romansa Fantasi / Kisah cinta masa kecil / Cinta Seiring Waktu / Epik Petualangan
Popularitas:944
Nilai: 5
Nama Author: mengare

Bayangkan, kedamaian dalam desa ternyata hanya di muka saja,
puluhan makhluk menyeramkan ternyata sedang menghantui mu.

itulah yang Danu rasakan, seorang laki-laki berusia 12 tahun bersama teman kecilnya yang lembut, Klara.

Dari manakah mereka?
kenapa ada di desa ini?
siapakah yang dapat memberi tahuku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mengare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelepas Rindu

Cahaya matahari yang cerah tidak selalu bersamaan dengan hal yang baik.

Seorang pemuda dengan armor merah memegang kapak besar dengan kuat. Dia memandang lawannya dengan tajam, seekor serigala setinggi 2 meter, ke duanya memiliki mata yang merah menyala. Nafas panas berhembus secara berkala dari pemuda itu. Dia memperbaiki kuda-kuda dan bersiap memulai serangan berikutnya, mengabaikan tetesan keringat yang mengalir bercucuran melewati pelipis matanya.

Keduanya bergerak bersamaan, sang laki-laki memutar kapaknya dengan kuat bersamaan dengan pergeseran kaki depannya, menyesuaikan posisi menghadapi lawan yang mencoba menyerang dari samping.

"aaaaaarhk"

Dia mengerang, menghantamkan kapak seukuran tubuhnya pada serigala besar itu, tapi serangan kuat itu hanya membuat sayatan dangkal yang tidak sampai menyentuh dagingnya.

Serigala itu sempat menggeram kesakitan sesaat terdorong lima kaki ke arah hempasan kapak, meninggalkan jejak pergeseran sedalam 1 inci kedalam tanah.

"Sudah aku bilang kan, serang dengan gabungan aura dan sihir!" tegur sosok dengan pakaian militer usang dan tampilan agak lusuh dari kejauhan.

"Berisik!!" bantah sang pemuda.

Sementara itu, kerikil kecil di sekitar mereka mulai bergetar karena guncangan dari segerombolan serigala lain yang mendekat.

"Apa tidak apa-apa kita tidak menolongnya, ketua?" tanya seorang gadis berambut pirang yang memegang tongkat Priest di tangannya. Dia tampak khawatir bersama dengan 4 rekan lainnya.

Tapi, sang veteran tidak menghiraukan ucapannya dan mengatakan: "Rangga punya kebiasaan buruk meremehkan musuh jadi dia harus mencicipi terlebih dahulu kroco yang akan kita lawan"

"Sial!" gumam Rangga, kesal.

Dia mundur beberapa langkah dan mengalirkan auranya pada seluruh tubuh serta menyalakan api pada kapaknya.

Api itu berkobar besar pada kapak. Dia mengayun-ayunkan kapak itu dengan kuat, memberikan daya hempas yang besar dibarengi dengan percikan api yang membakar apa saja yang ada di depannya.

Serigala itu bergerak dengan cepat meninggalkan bayangan yang hilang dengan cepat yang menimbulkan hembusan angin dari tiap daerah yang iya lalui.

serigala itu mengitari Rangga, mencari celah untuk serangan berikutnya, tapi Rangga tidak diam saja. Dia melompat mengikuti pergerakan lincah sang serigala yang dalam tiga langkah saja telah mencapai jarak 20 meter dari titik awal.

Rangga mengayunkan kapaknya dengan cepat kearah serigala itu.

Fire attack

Api membara melapisi kapak itu dan menimbulkan ledakan api saat kapak menghantam pohon besar karena serangan yang meleset.

Pohon itu tumbang, menimbulkan suara hentakan yang keras.

Sementara sang serigala muncul dari belakang dan langsung megara tengkuk lehernya. Rangga segera menyadari dan menggeser kuda-kudanya dengan cepat, menghembuskan debu tipis.

Dia mengerang dan memutar 180° hingga kapak yang dia pegang berhasil mengenai targetnya, membuat urat syarafnya mencuat keluar, dan mengeluarkan segenap tenaga pada serangan besar itu.

Kali ini serangannya mengenai target dan berhasil memberi luka berdarah pada tubuh serigala itu, mendorong serigala hingga 7 meter jauhnya. Sebuah kobaran api yang besar membakar luka yang ditimbulkan tebasan kapak dan memperbesar luka yang diberi.

Serigala itu tidak menyerah, dia kembali berlari dengan lebih kencang, muncul dengan cepat dari berbagai sisi.

Belakang, samping, bahkan menyerang dari arah depan secara langsung.

Pertarungan intens tidak terhindarkan. Rangga memberikan serangan balasan sebanyak 6 kali serangan dalam waktu kurang dari 10 detik.

Dia terus mengayunkan kapaknya dengan gila, secara bergantian menyerang dan bertahan

15 gerakan serangan,

pohon-pohon di sekitar mereka telah roboh, Rangga memberikan serangan besar yang membuat potongan pohon itu terbakar.

Gerakan ke 17, Rangga menerjang ke depan berhadapan langsung dengan serigala dan mengangkat kuat-kuat kapaknya. Dia mengayunkan kapak ke arah serigala dan memberikan benturan besar ke tanah, membuat tubuh serigala terbelah dua dan area bakar berdiameter 6 kaki darinya.

Namun, sebelum dia dapat bernafas lega, kawanan serigala raksasa itu datang mengepungnya dari tiap sisi. Terhitung ada 5 ekor serigala yang siap menyerangnya. Rangga memperhatikan setiap pergerakan mereka dengan kesal, alisnya mengkerut, matanya menatap tajam dengan seksama ke sekitar. Rangga menarik nafas. Dia mencoba menggeser kuda-kudanya tapi serigala-serigala itu bergerak dengan cepat menyerang bersamaan secara terorganisir.

"Gawaat!!" teriak gadis berambut pirang dengan panik.

Dia menoleh pada pria yang menghilang dan menyisakan dun hijau yang berguguran dari pada tempat yang sebelumnya ditempati.

Rangga menggeram, dia menyalakan bara api dari dalam dadanya, membakar aliran darahnya dari dalam, dan membuat kulitnya seperti sedang memancarkan panas dari dalam.

Tapi saat kekuatannya meledak dan membakar seluruh tubuhnya, sepucuk daun yang masih hijau jatuh tepat dipundaknya dan menghentikan pembakaran tubuhnya. Sementara itu, kelima serigala telah melancarkan serangannya dan nyaris menggigit kaki dan kepalanya.

Namun,

Guguran daun hijau tiba-tiba bermunculan dan berubah seperti pantulan cahaya berwarna hijau yang membela leher seluruh serigala secara bersamaan. Rangga dan 5 rekannya terpukau dengan pemandangan itu. Meski tidak sampai memutus leher seluruh serigala tapi darah yang keluar sangat deras, menunjukkan seberapa dalam tebasan nya.

Pandangan mereka terpaku pada sang kesatria tua, Thomas, yang berdiri di atas ranting pohon yang kecil.

Thomas berdiri dengan tegak dan memandang teduh Rangga, terlihat sebuah ranting ilalang yang mengulum di mulutnya.

"Baiklah, sudah cukup latihannya, saatnya kita pergi" ujar orang itu sambil turun dari pohon dan berjalan ke depan mereka.

"Tunggu guru!!" cegat Rangga segera, "Anda kan tidak bisa membaca peta."

"Aah iya juga, siaaal" keluh Thomas sambil mengacak-acak rambutnya.

.....

Pada sore hari,

Rombongan mereka telah sampai di pinggir desa.

Rangga tertawa riang mendapati perjalanan mereka yang telah sampai tujuan.

"Hahaha, lihat itu dia desanya, untung petanya aku yang pegang. Hahaha."

Thomas langsung menjitak kepalanya dengan keras hingga Rangga tersungkur di tanah.

Rangga sempat tidak terima tapi saat dia menoleh pada Thomas, dia teringat dengan kematian instan serigala sebelumnya. Pada akhirnya Rangga cuma bisa berdecak kesal.

.....

Seorang pemuda berambut putih dan mata biru berdiri berdampingan dengan gadis berambut biru. Tampak bersenda gurau dengan gadis itu.

Rangga mengenali bocah itu dan segera berlari kencang padanya, dia berteriak.

"Ooy, Zen!!'

Zen menoleh dan dirangkul dengan erat oleh Rangga. Mereka tertawa seperti teman lama yang bertemu kembali.

"Hahaha, dasar Rangga, kamu masih saja kekanak-kanakan." celetuk Zen.

"hehe, lebih baik seperti itu dari pada kamu yang masih perjaka." balas Rangga, tidak menyadari banyaknya perhatian yang mengarah pada mereka, termasuk gadis berambut biru yang memalingkan wajah karena malu.

"Dasar kaki babi, sebaiknya jaga ucapan mu itu." tegur Zen.

"Ehem" gadis di samping mereka berdehem, mengalihkan perhatian Rangga padanya.

Rangga menoleh dan terdiam sejenak.

"Bangs..!!" Rangga nyaris berteriak jika tidak dibungkam oleh Zen.

Rangga tersenyum dengan canggung dan membawa Zen menjauh untuk di interogasi. Dia menatap Zen dengan mata yang tidak percaya dan penuh kecurigaan.

"Zen, kemu tidak takut mati ya?" tanya Rangga.

"Ha? apa maksudmu?"

"Lihat baik-baik gadis berambut biru, cantik, dan badan seksi itu!!"

"Iya, kenapa?"

"Dia itu anak angkat gurumu sendiri loh, si Ratu Es yang Bengis" teriak Rangga yang membuat Zen menjadi malu sendiri.

"Aku harap bocah ini mati saja!!" umpatnya dalam hati.

Sementara ke dua orang itu bertengkar, Tina, gadis berambut pirang dari kelompok Rangga menghampiri Sisil, gadis berambut biru.

Sisil tersenyum ramah padanya. "Sudah lama sekali ya Tina, kita tidak bertemu." sapa Sisil.

"Iya, aku tidak menyangka kalau kamu akan datang bersama Zen," Tina mendekat dan berbisik, "hey, jadi kapan kalian akan menikah."

Wajah Sisil memerah.

.....

Sementara itu,

Danu dan keluarganya sedang bersiap untuk makan bersama, ayahnya dibebaskan dari tangung jawab untuk berkeliling desa karena kehamilan istrinya. Karena itu, dia hampir tidak pernah kemana-mana kecuali kalau ada kebutuhan mendesak.

"Danu, tolong ambilkan piring itu ya." Pinta Nyonya Cendana pada Danu.

Danu menghentikan kegiatannya yang sedang mengisi piringnya dengan banyak nasi, lalu memberikan piring yang di minta ibunya.

Tok tok

Suara ketukan terdengar dari luar. Tn Senja segera berdiri dan membuka pintu, mendapati Fareza yang membawa bungkusan dari kain tengah duduk di kursi roda yang terlihat baru dibuat.

"Ooh nyonya penyelamat, kenapa anda kesini?" tanya Tuan Senja dengan antusias.

Fareza sempat tertawa kecil sebelum berkata. "Maaf, suami saya pergi entah kemana, jadi saya sendirian dan takut, karena itu saya kemari."

"ooh, silahkan masuk kalau begitu" sambut Tuan Senja sambil membantunya mendorong kursi rodanya, menahan rasa penasarannya yang heran mengapa Fareza memakai kursi roda.

Fareza tersenyum manis dan disambut dengan hangat oleh Kakek Surya, Nyonya Cendana, dan Danu yang sedikit familiar dengan Fareza.

"Danu sambut Fareza dengan baik, dia yang menolong mu saat kamu tidak sadarkan diri." perintah lembut Nyonya Cendana.

"Haha, saya harap anda bisa bersikap biasa saja dengan saya." tanggap Fareza, agak malu.

Nyonya Cendana memandang Fareza dengan heran dan merasa tidak enak dengan Fareza.

"Maaf kalau tidak sopan, kenapa anda memakai kursi roda?" tanyanya.

Fareza tidak menjawab tapi malah terdiam.

"Aaah, maaf kalau saya tidak sopan." pinta Nyonya Cendana dengan panik.

Fareza menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa, sebenarnya saya memang cacat jadi saya menggunakan kombinasi dari sihir dan aura untuk berjalan" ucapnya sambil tersenyum getir, menatap kakinya yang lumpuh.

Nyonya Cendana dan Tuan Senja saling memandang dan segera mengalihkan pembicaraan dengan menyuguhkan makanan mereka pada Fareza meski ditolak halus oleh Fareza dengan alasan telah membawa bekal dan dalam masa pemulihan.

Namun, baru saja kecanggungan hilang tapi Danu menyeletuk. "Kakak kenapa makan pakai sarung tangan?" dengan wajah polos.

Untungnya Fareza menanggapi dengan ringan.

"Ooh, karena kulit kakak sensitif." jawab Fareza, menyembunyikan fakta yang sebenarnya.

Kemudian mereka makan dengan suasana yang penuh kehangatan sementara Ares bersembunyi di atas genteng rumah Danu dengan tubuh berlumuran darah.

"Apakah keluarga seperti ini yang anda inginkan?" gumamnya sendiri sambil menatap ke langit malam bulan sabit yang dikelilingi oleh bintang yang berkelap-kelip, seolah saling berkomunikasi.

1
Mengare
kadang aku lupa ngasih kata tidak pada tulisan ku😅
Mengare
terima kasih, maaf kemarin aku ada urusan di real life jadi gak sempat nulis
Cleopatra
Saya suka banget ceritanya, terus semangat menulis ya thor!
Tsubasa Oozora
Aduh, kelar baca cerita ini berasa kaya kelar perang. Keren banget! 👏🏼
Mengare: makasih dah komen
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!