Pernahkah kalian melihat Mertua dan Menantu bersitegang??
Itu hal biasa, Banyaknya Mertua yang hanya bisa menindas menantu dan tidak Suka kepada menantunya, berbeda dengan mertua dari Almira, Rahayu dan Sintia. Dan Rafa
Mertua yang memperlakukan anak menantunya seperti anak sendiri bahkan sangat menyayangi ketiganya. Mertua yang sangat jarang ditemui karena sangat langkah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
Para tetangga berbondong-bondong keluar dari rumah mendengar teriakan yang sangat nyaring itu. Mereka penasaran apa yang terjadi karena tidak pernah ada kejadian seperti ini.
"Apa yang kalian lakukan disini". Hardik Seseorang yang baru datang, dia adalah Shofiyah dan juga Sang menantu Almira yang menemani sang mertua karena tadi Sintia menelpon mereka.
"Eh ada besan, baguslah, ajari anakmu ini untuk tidak kurang ajar sama orangtua dan keluarga istrinya, tadi dia mengusir kami seperti binatang". Ucap Ibu Sintia itu dengan sombong.
Shofiyah menatap sinis dan kesal kepada besannya, dia masih ingat bagaimana dia melihat anaknya dan menantunya diperlakukan buruk oleh mereka.
"Loh bukannya kalian sendiri tidak pernah menganggap anak dan menantuku selama ini, mereka bahkan kalian hina dan usir seperti binatang, kalian tidak lupa kan, bahkan saat itu cucuku hampir meregang nyawa tapi kalian bukannya menolong yang ada kalian malah menghina dan mengusir mereka, kenapa saat mereka membalas kalian kalian tidak terima??
Mereka semua menatap Shofiyah dengan tatapan benci sedangkan Ibu Dan ayah Sintia lngsung pucat pasi, niat mereka membuat nama Sultan jelek dilingkungan mereka, eh sekarang mereka yang dapat malu.
"Itu cuma masa lalu besan, kenapa diambil hati, toh kita ini kelaurga" Gugup ibu Sintia menatap kecut kepada Shofiyah.
"Masa lalu yang hampir membuat saya kehilangan cucu saya, andai saya punya uang saat itu, saya lah yang akan menolong tapi saya tidak memilikinya, tapi karena pertolongan Tuhan, aku bisa menyelamatkan cucuku, dan saya tidak akan pernah melupakan itu". Sungut Shofiyah tidak terima.
"Jangan bicara seperti itu besan, anda kelewatan". Ayah Sintia menatap bengis besannya itu.
"Apanya yang kelewatan ayah Sintia, saya hanya bicara fakta, kenapa anda tidak suka, harusnya anda sebagai orang tua, anda berlaku adil, hanya karena putra saya saat itu berada dalam posisi bawah anda mengusirnya seperti orang yang tak punya harga diri padahal dia juga menantu anda, sekarang setelah anak dan menantu saya sukses kalian semua datang seperti keluarga dan berbuat seenaknya pada mereka, kalian semua punya otak tidak?? ". Teriak Shofiyah dengan penuh kemarahan.
Setiap kali mengingat tangisan anak dan menantunya saat mereka berada di rumah sakit, dia ingin marah dan mengamuk, apalagi tadi menantunya meneleponnya sambil menangis membuat darahnya mendidih seketika.
"Bu Shofiyah kasiannya mereka, katanya mereka tidak punya tempat tinggal, masa hanya karena itu kalian memperlakukan mereka seperti itu". Salah satu ibu kompleks membela mereka.
Keluarga Sintia menatap penuh kemenangan Shofiyah karena ada yang membela mereka.
"Kalau begitu taroh saja mereka dirumah anda bu, kami tidak mau mereka dirumah menantu dan anak saya karena ketika mereka tinggal menginap mereka bukan menginap tapi mereka akan menguasainya dan mencoba cari jalan untuk tetap disana, saya tidak akan membiarkan siapapun menyakiti anak dan menantu saya walau mereka keluarganya sekalipun". Shofiyah memandang Sengit ibu-ibu yang membela keluarga besannya.
"Ih siapa juga mau memasukkan mereka kerumah kita dengan sikap mereka yang seperti itu". Mereka bergidik ngeri membayangkannnya.
"Makanya kalau tidak tahu jangan sok tahu, dasar, ayo masuk anak-anak, tidak usah hiraukan mereka, tenang saja bunda sudah melaporkan mereka ke aparat setempat agar mereka tidak bisa masuk ke sini lagi termasuk ke satpam dan juga ketua RW dan RT sini".
"Kau, dasar perempuan sialan, awas kau". Ayah Sintia maju dan ingin membalas perbuatan Sofiyah yang telah membuat mereka malu tapi belum juga maju dia sudah kena tamparan dari Shofiyah dengan keras membuatnya tersungkur saking kerasnya
"Itu tamparan untuk anak dan menantuku yang kau sakiti, awa saja kalian jika kembali lagi dan menyakiti mereka, tak akan ada maaf untuk kalian". Shofiyah menunjuk wajah Ayah Sintia dengan berang kemudian menggandeng anak dan menantunya masuk kedalam.
Sebelum terlalu jauh melangkah, Shofiyah berbalik dan menatap semua orang yang kini menatapnya dengan tatapan tajam dan membuat mereka menelan ludahnya kasar.
"Jika ada yang berani membantu mereka dan menyakiti anak-anak ku, kalian akan merasakan akibatnya, saya tidak perduli siapapun kalian, kalian dengar itu". Shofiyah masuk kemudian membanting pintu pagar rumah anaknya dengan keras membuat mereka terlonjak kaget.
Shofiyah berjalan cepat melihat keadaan menantunya, sedangkan Almira hanya bisa menggelengkan kepalanya dan tersenyum, dia senang karena mertuanya sangat baik pada mereka tanpa membedakan para menantu seperti kebanyakan mertua lainnya tapi ini mertuanya bahkan menghadapi keluarga menantunya untuk membelanya. Mertua yang sangat jarang ada dan langka.
"Bagaimana keadaanmu nak". Tanya Shofiyah begitu mendapatkan menantunya dirumah keluarga.
Sintia yang mendengar suara mertuanya pun mengangkat kepalanya dan menghentikan tangisnya, dia langsung memeluk sang mertua dengan erat kemudian kembali menangis.
"Tidak apa-apa nak, jangan khawatir bunda sudah memberi mereka pelajaran". Shofiyah menepuk-nepuk pucuk kepala menantunya dengan sayang.
"Makasih bunda, maafkan aku suka merepotkan bunda". Sintia semakin mengeratkan pelukannya kepada mertuanya ini.
" Sama-sama sayangnya bunda, jangan khawatir yah, kamu tidak sendirian, kamu punya kami, jadi kalau mereka menyakiti kamu hubungi bunda, akan bunda beri pelajaran mereka".
"Siap ibu negara". Sintia semakin mengeratkan pelukannya.
"Sepertinya aku jadi nyamuk disini". Celetuk Almira dengan geli.
Mereka semua terkekeh gemas mendengar celetukan itu, termasuk suami mereka.
"Tidak usah iri sayangnya bunda, sini bunda peluk juga". Shofiyah tertawa pelan melihat kerandoman menantunya.
"Tidak mau bunda punya aku, kakak cari bunda lain saja". Sintia membalas membalas kerandoman kakak iparnya itu.
"Oh mau cari perkara kau yah, sini aku kasih pelajaran". Almira pura-pura mengangkat dan menggulung bajunya yang pada lengannya kemudian menghampiri sang mertua dan adik iparnya.
Dia mengunyel badan Sintia yang berada diperlukan mertuanya sambil menggelitiknya dengan gemas
"Hahahah, ampun kak, ampun ndro". Tawa Sintia pecah seketika.
Sultan dan Sufyan tersenyum melihat keakraban itu, mereka berharap semuanya baik-baik saja, termasuk rumah tangga adik bungsunya Aiman.
"Kayaknya aku sudah dilupakan yah, aku kan juga ank ibu malah ibu kandung". Cemberut Shifa menghampiri mereka.
"Loh dek, kamu kapan datang?? Heran ketiganya.
"Iyalah, kalian tidak liat aku datang soalnya lagian sibuk sendiri". Shifa memandang mereka dengan cemberut.
"Aku baru saja tiba saat dikabari di grup keluarga, kalian aja tidak dengar sejak tadi aku bilang datang" . Sungut Shifa dengan kesal.
"Ululu mukamu jelek dek kalau cemberut begitu". Ejek Almira kepada sang adik perempuan satu-satunya itu.
"Bunda, kakak Almira mengejek ku". Aduhnya dengan manja.
"Yayaya anak manja datang tanpa di tahu kayak jelangkung aja" . Kini Sintia yang meledek nya.
"Bunda". Rengeknya dengan kesal kepada sang bunda.
" Sudah ah, nda malu kalian dilihat sama suami kalian, tingkah kalian aneh bin ajaib".
"Biarin". Kompak ketiganya mendelik kepada suami mereka masing-masing.
Ketiga suami mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya karena lucu tingkah ketiga istri mereka ditambah lagi dengan ibunya.
"Oh iya bagaimana dengan Aiman, dia baik-baik saja??