Hari dimana Santi merayakan ulang tahun pernikahannya yang ke 25, semuanya tampak berjalan dengan baik. Tapi itu hanyalah awal dari bencana besar yang akan dia hadapi. Tanpa diduga, hal yang tidak pernah disangka oleh Santi adalah, Dani suami yang selama ini dicintainya itu akan meminta cerai padanya, karena dia telah menjalin hubungan terlarang dengan seorang wanita berusia 20 tahun dibelakangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harta Gono-gini
Pagi itu Santi tengah bercermin, dia merias wajah dan memakai hijab setelah memilih pakaian formal untuk pergi bertemu dengan pengacara Dani. Dia menggunakan sepatu hak putih setinggi tujuh sentimeter, celana panjang dan blazer berwarna merah muda yang senada, blus putih, dan tas tangan yang senada. Dia memang selalu tampil modis. Dia lalu mengambil map berisi surat cerai itu dan segera pergi.
Sementara itu, Robby Anggara sedang mengatur dokumen diatas meja kerjanya. Dia penasaran dengan calon mantan Nyonya Dani Prasetya karena dia sudah mendengar cerita menarik tentang Santi dari Satria.
Satu jam kemudian, setelah memarkir mobil, Santi memandangi sebuah gedung besar. Dia lalu memasuki gedung itu. Tangannya gemetar menekan tombol lantai yang ingin ditujunya, dan dia berdoa agar tidak bertemu Dani.
Begitu pintu lift terbuka, Santi memasuki bagian penerima tamu firma hukum tersebut. Karpet berwarna oker, kursi berwarna putih dengan sandaran tinggi, dan meja kecil berbentuk lengkung menarik perhatiannya. Dia pun mendekati meja resepsionis tersebut.
"Selamat pagi, Bu," kata resepsionis itu.
"Selamat pagi, namaku Santi Amalia, dan aku ada janji dengan Pak Robby Anggara," jawabnya.
"Silakan duduk, mereka akan segera memanggil Anda," ucap resepsionis itu.
Santi hendak duduk ketika seorang wanita muda di sebelahnya memanggil, "Bu Santi Amalia, silakan ikuti saya. Saya sekretaris Pak Robby Anggara."
Santi menyapanya dan mengikuti wanita itu.
Robby sedang menaruh kembali buku ke rak ketika sekretarisnya membuka pintu.
"Selamat pagi," sapa Santi saat memasuki ruangannya.
Entah mengapa Robby terkejut, dia menduga akan kedatangan wanita yang berbeda.
"Selamat pagi, Bu Santi, silakan duduk," katanya.
Santi duduk di kursi yang nyaman dan meletakkan map itu di atas meja kaca.
"Bu Santi, saya ingin menegaskan bahwa ini adalah pertemuan informal. Kita hanya akan membahas apa yang ditawarkan klien saya. Jika Anda setuju, saya akan mengajukan permohonan," katanya.
"Baiklah, silakan beritahu saya apa saja yang diinginkan klien Anda," jawab Santi.
"Pertama, klien saya lebih memilih perceraian, dengan alasan perbedaan yang tidak dapat didamaikan. Tidak ada yang bersalah. Pak Dani akan mengembalikan warisan dari orang tua Anda, yang telah dikelola klien saya selama bertahun-tahun. Akan ada audit untuk membuktikan bahwa tidak ada penyalahgunaan uang itu. Selain itu, klien saya akan memberikan rumah dan semua perabotannya. Saya tahu bahwa ada dua mobil juga. Selain itu dia juga menawarkan beberapa hal yang bisa Anda lihat di paragraf ini,” kata Robby sambil membuka map.
"Salah satunya adalah tunjangan bulanan mengingat Anda belum bisa bekerja, dan yang lainnya adalah persentase dari asetnya. Dia tidak akan menawarkan apa pun lagi selain itu."
Santi memandangi kertas itu, mengetahui bahwa Dani tidak akan membuat segalanya menjadi mudah baginya.
"Jadi, maksudmu, setelah 25 tahun, suamiku menganggap aku hanya layak mendapatkan ini saja?" Ucap Santi mulai kesal.
Santi sudah tidak bisa berbicara dengan formal karena rasa kesalnya.
"Saya tahu, Bu Santi, dan percayalah, saya sudah berbicara dengannya. Itu sebabnya saya menyarankan agar Anda mencari seorang pengacara untuk mendampingi Anda." Balas Robby.
"Aku tidak butuh di dampingi pengacara, aku tidak bodoh, dan aku tahu apa yang menjadi hakku. Bagaimana dengan nasib putri kami? Meskipun Aleya bekerja, tapi kami selalu mengiriminya uang, sementara Amanda sudah kuliah dan dia juga butuh biaya." Ucap Santi.
“Secara hukum, keduanya sudah dewasa, dan klien saya tidak berkewajiban untuk menafkahi mereka. Jadi klien saya tidak memberikan apa pun untuk mereka.” Ucap Robby.
"Secara hukum! Lalu bagaimana secara moral? Beritahu klien mu itu bahwa aku akan bicara secara langsung kepadanya," jawab Santi.
Santi bergegas keluar dari ruangan Robby dan langsung naik lift menuju ruangan Dani.
“Selamat pagi, aku ingin bertemu suamiku,” katanya.
"Pak Dani sedang sibuk," kata resepsionis itu dengan perasaan tidak tenang.
"Tenang saja, aku bisa bicara dengannya bebas." Kata Santi dan menuju ruangan Dani.
Sekretaris itu mencoba menghentikannya, tetapi tidak bisa karena Santi berjalan dengan begitu cepat dan tidak ada seorangpun yang bisa menghalanginya.
...----------------...
Di dalam ruangan, Dani sedang bersama Clara. Clara sedang duduk di meja dengan rok mini, dan dia menyisir rambut Dani dengan tangannya. Pemandangan itu tampak aneh dan menjijikkan bagi Santi.
"Keluar dari sini, aku perlu bicara dengan suamiku," kata Santi kepada Clara.
"Dia bukan lagi suamimu, dan kau tidak boleh memerintah ku. Jika kau ingin berbicara dengannya, silakan saja, tapi aku akan tetap di sini," balas Clara.
"Jangan konyol, kalaupun kau tidak suka, kau tetap wanita simpanan Dani, secara hukum aku masih istrinya. Jadi kau pergilah dari ruangan ini," Santi memperingatkan.
Dani memandang istrinya, dia belum pernah melihatnya semarah itu.
"Clara, tolong tinggalkan kami berdua. Ini hanya butuh waktu sebentar," kata Dani.
Clara lalu meninggalkan ruangan itu dengan marah karena Dani tidak membelanya.
"Kita berada di tempat kerjaku, Santi, dan aku akan memintamu untuk berbicara dengan pengacaraku. Jadi kita tidak perlu bertemu." Ucap Dani memperingatkan.
"Masalahnya adalah aku tidak bisa membentak pengacara mu, karena dia hanya melakukan pekerjaannya. Aku telah menghabiskan dua puluh lima tahun hidupku untuk melayani mu, dan kau bukan hanya pelit kepadaku, tetapi kau juga pelit kepada putri-putri kita. Aku akan menjelaskannya kepadamu dan aku cukup mengatakannya satu kali saja, aku tidak akan menandatangani surat perceraian itu." kata Santi.
"Aku tidak akan memberimu aset apapun lagi. Akulah yang pergi bekerja, bukan kau. Akulah yang sudah menghasilkan semuanya. Jadi kenapa aku harus memberikan banyak bagian padamu." Jawab Dani.
"Aku memasak untukmu, membersihkan rumahmu, merawat mu saat kau sakit, merawat orang tuamu, dan aku masih melakukannya, karena kau tidak peduli untuk memastikan perawat mereka dibayar tepat waktu." Ucap Santi.
Dani menatapnya, menyadari bahwa dia telah melupakan untuk memberikan gaji pada perawat itu.
"Asal kau tahu, aku di sini bukan untuk diriku sendiri karena sikap pelit mu padaku itu bukanlah hal baru. Aku di sini untuk putri kita, tapi kau malah tidak mempertimbangkan hak mereka dalam keputusan mu." Kata Santi.
"Mereka sudah dewasa sekarang, dan jika mereka bisa tidak hormat padaku, mereka juga bisa membiayai hidup mereka sendiri. Amanda bisa bekerja, dia sudah cukup umur. Aku sendiri dulu bekerja dan berkuliah saat seusianya," bantah Dani.
"Orangtuamu tidak punya cukup uang untuk membiayai pendidikanmu, tapi kau punya. Aleya sudah cukup umur, tapi kau yang membiayai pendidikannya, dan sampai bulan lalu kita masih mengiriminya uang untuk biaya hidupnya. Kita seharusnya membelikannya apartemen kecil supaya dia tidak perlu membayar sewa lagi. Dan sekarang kau bahkan tidak mau membiayai pendidikan Amanda karena kau tidak tulus. Kau hanya ingin menghukum mereka karena mereka berpihak padaku." Ucap Santi dengan raut wajah begitu kesal.
Ini adalah pertama kalinya Dani melihat Santi begitu berani bicara dengan sikap yang penuh amarah.
"Langsung saja ke intinya, aku hanya akan setuju bercerai denganmu jika kau memberikan hak mereka. Kalau tidak, aku akan menuntut mu karena perselingkuhan dan aku akan ambil setengah dari semua yang kau miliki. Pikirkanlah, setidaknya kau masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan dengan putri-putrimu kecuali jika kau ingin kehilangan mereka," ancam Santi.
"Tentu saja tidak, mereka adalah putriku, aku menyayangi mereka. Santi, aku tidak ingin menyakitimu, aku hanya tidak ingin melanjutkan pernikahan ini dan aku tidak tahu bagaimana mengatakannya," jawab Dani.
"Ironis sekali, bayangkan jika kau menjadi Santi yang merupakan seorang istri yang selalu mengutamakan suaminya. Tapi kenyataannya, kau adalah Dani Prasetya. Dani yang selalu terlambat pulang, yang selalu mengutamakan pekerjaan demi kesejahteraan keluarga, selalu memintaku untuk melakukan ini dan itu. Namun, saat aku memanggil atau menunggumu dan kau pulang terlambat, kau tidak dapat memberi tahuku apapun alasannya. Mungkin aku lupa mengenakan rok mini untuk merayu mu di tempat kerja, tapi dalam hal lain, aku tidak pernah mengecewakan mu," kata Santi.
"Kamu tidak pernah mengeluh tentang apapun." Ucap Dani.
"Tidak, kau benar, karena aku mencoba untuk fokus pada hal-hal baik yang kau miliki. Aku melihat pria yang hebat dan pekerja keras yang membuktikan kepada ayahku bahwa dia benar-benar layak menjadi seorang menantu. Melihat bagaimana kau mencapai setiap tujuanmu atau ketika kau mengajari putri-putri kita cara mengendarai sepeda atau mengajak mereka pergi ke taman. Tapi sudahlah, kau yang benar dan memang aku yang salah." Kata Santi lalu meraih tasnya, dan menuju pintu saat Dani bicara kepadanya.
"Baiklah, Santi. Pergilah ke pengacaraku, aku akan tetap menafkahi putri kita," kata Dani.
Santi hanya menatapnya.
"Selamat tinggal, Dani," kata Santi dan menutup pintu.
Saat Santi keluar dari ruangan Dani, dia bertemu lagi dengan Clara.
Clara kembali ke ruangan Dani dengan raut wajah tampak kesal. Dani mengangkat teleponnya dan menghubungi pengacaranya.
"Berikan apa yang diminta Santi. Aku akan menyertakan apartemen untuk masing-masing putriku, apartemen Amanda akan diberikan setelah dia menyelesaikan kuliahnya, dan aku juga akan terus saya membayar biaya kuliahnya. Sementara untuk Aleya, Santi telah memilih apartemen untuknya." Ucap Dani.
Clara tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Ketika Dani mengakhiri panggilan itu, Clara menegurnya.
"Selain datang ke sini memberi perintah, memperlakukanku seperti sampah, dan mempertimbangkan bagaimana putrimu memperlakukanku, kau malah masih memberi mereka uang." Ucap Clara kesal.
"Akan lebih buruk jika kita harus bertemu dengannya di pengadilan. Maka dia akan mendapatkan semuanya, belum lagi skandal diantara kita. Jadi lebih baik kau diam saja. Lagipula kita akan segera menikah." Ucap Dani.
...----------------...
Santi kembali ke ruangan Robby. Kali ini suasana hatinya sudah membaik.
"Harus saya akui, Anda sangat pandai bernegosiasi," kata Robby.
Santi tersenyum padanya.
"Dani sebenarnya selalu bersikap adil. Tapi dia sedikit keluar jalur, jadi saya hanya perlu memperingatinya saja. Saya pikir situasi tadi sedikit membuatnya kewalahan. Jadi dia menyerah." Ucap Santi.
Robby tersenyum pada Santi. Robby tidak ragu lagi bahwa Santi adalah wanita luar biasa yang masih bisa mencoba memperbaiki citra mantan suaminya.
"Pak Dani memerintahkan saya untuk memberikan dua apartemen. Dia bilang Anda sudah memilih apartemen untuk Aleya, tapi untuk Amanda akan diserahkan setelah dia menyelesaikan kuliahnya, dan dia akan terus membayar biaya kuliahnya." Ucap Robby memberitahu Santi.
"Kedengarannya sempurna. Saya akan mengirimkan informasi tentang apartemennya kepada Anda nanti," jawab Santi.
Setelah mencapai kesepakatan, Santi mengucapkan selamat tinggal pada Robby.
"Saya menantikan panggilan Anda lagi, Pak Anggara," katanya.
"Begitu saya menyusun draf perjanjian baru, saya akan mengirimkannya kepada Anda, Bu Santi Amalia." Jawab Robby sambil menjabat tangan Santi.
Bersambung....
🖕(dani aki2🤮clara cabe2an)