NovelToon NovelToon
Godaan Pelakor

Godaan Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Pelakor jahat / Poligami / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bollyn

Aini adalah seorang istri setia yang harus menerima kenyataan pahit: suaminya, Varo, berselingkuh dengan adik kandungnya sendiri, Cilla. Puncaknya, Aini memergoki Varo dan Cilla sedang menjalin hubungan terlarang di dalam rumahnya.

Rasa sakit Aini semakin dalam ketika ia menyadari bahwa perselingkuhan ini ternyata diketahui dan direstui oleh ibunya, Ibu Dewi.

Dikhianati oleh tiga orang terdekatnya sekaligus, Aini menolak hancur. Ia bertekad bangkit dan menyusun rencana balas dendam untuk menghancurkan mereka yang telah menghancurkan hidupnya.

Saksikan bagaimana Aini membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bollyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8: Perjuangan Aini dan Sandiwara Paper Bag

Pagi itu, suasana rumah terasa sangat berat bagi Aini. Ia duduk di meja makan, menatap buku catatan kecil yang berisi rincian pengeluaran rumah tangga dengan tatapan kosong. Nafkah satu juta rupiah yang diberikan Varo terasa seperti ejekan di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok di kota besar. Selama ini, Aini harus memutar otak, menyisihkan setiap rupiah dari keuntungan rumah makan miliknya Bakti Aini Rasa hanya agar dapur tetap mengepul dan tagihan listrik terbayar tepat waktu.

Beban itu semakin berat karena Aini juga harus memenuhi permintaan Ibu Dewi di kampung yang tak ada habisnya. Ibunya sering menelepon, meminta uang tambahan untuk biaya perbaikan rumah atau sekadar uang saku tambahan untuk Cilla, yang kini justru sudah berada di rumahnya. Aini selalu menuruti, menganggap pengorbanannya adalah bentuk bakti paling tulus sebagai anak sulung, tanpa menyadari bahwa ia sedang dikhianati secara keji oleh orang-orang yang selama ini ia biayai hidupnya.

"Hanya satu juta... Mas Varo selalu bilang gajinya belum naik karena kondisi kantor sedang sulit, tapi kenapa sikapnya seolah menyembunyikan sesuatu yang besar?" gumam Aini lirih. Rasa lelah fisik karena harus membersihkan rumah besar itu sendirian tanpa asisten kini bercampur dengan rasa sakit hati yang membara setelah melihat kedekatan tak wajar antara Varo dan Cilla di dapur tadi pagi.

Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Aini baru saja selesai membereskan ruang tengah dan duduk sebentar di sofa untuk mengatur napasnya yang terasa sesak. Badannya terasa lunglai, bukan hanya karena pekerjaan rumah yang menumpuk, tapi karena firasat buruk yang terus menghantui pikirannya.

"Hufftt... rasanya malas sekali harus ke dapur. Hatiku terlalu panas untuk memasak malam ini. Biarlah mereka merasakan dinginnya rumah ini sekali-kali," gumam Aini dengan nada ketus.

Tiba-tiba, ponselnya yang tergeletak di atas meja bergetar hebat. Nama Siska muncul di layar.

Drrrtttt... Drrrtttt...

"Halo, Assalamu’alaikum, Sis," sapa Aini dengan suara yang terdengar lesu.

"Wa’alaikumsalam! Ai, lo ke mana aja sih? Gue udah nungguin lo di rumah makan lo dari jam satu tadi! Kita kan sudah janji mau makan siang bareng hari ini!" seru Siska dengan nada protes yang kencang, membuat Aini harus menjauhkan ponsel dari telinganya sebentar.

Aini menepuk jidatnya, ia benar-benar lupa karena pikirannya tersita oleh video di dapur tadi pagi.

"Aduh, maaf banget, Sis. Gue beneran lupa. Pikiran gue lagi kacau banget hari ini. Tahu sendiri lah, urusan rumah tangga lagi banyak masalah."

"Pikiran kacau kenapa? Gara-gara Varo lagi? Tadi gue sempat nanya sama Santi dan Beni, pegawai lo di rumah makan. Mereka bilang lo sudah satu minggu nggak kelihatan mampir ke sini. Santi bahkan sampai nanya ke gue, apa lo lagi sakit atau gimana, karena stok bahan baku harus lo yang ACC," jelas Siska panjang lebar.

"Iya, bilangin ke Santi sama Beni besok gue usahakan mampir. Gue lagi butuh waktu sendiri, Sis," jawab Aini lemas.

"Sebenarnya gue mau ngomongin sesuatu yang sangat mendesak, Ai. Gue melihat sesuatu kemarin sore saat gue di mal. Gue ragu mau bilang, tapi sebagai sahabat gue nggak tega kalau lo dibohongi terus," suara Siska tiba-tiba merendah, terdengar sangat serius.

Jantung Aini berdegup kencang, seolah tahu apa yang akan dibahas.

"Kemarin sore? Ada apa, Sis? Jangan bikin gue makin pusing."

"Kemarin waktu gue ke mal buat cari kado buat keponakan, gue lihat Varo, Ai. Dia nggak sendiri. Dia bareng cewek muda yang modis banget. Mereka mesra sekali, gandengan tangan sambil ketawa-tawa masuk ke toko tas branded. Pas gue panggil dan gue deketin, Varo mukanya langsung pucat pasi dan gelagapan. Dia bilang itu adik iparnya, si Cilla. Apa benar si Cilla sudah sampai di sini?" tanya Siska penuh selidik.

Aini tertegun di tempat duduknya. Jadi, kemarin pun saat Varo bilang ada rapat luar kantor, mereka sudah pergi bersenang-senang? "Iya, Sis. Cilla memang baru sampai. Katanya Mas Varo cuma mau antar dia beli keperluan kuliah sebentar."

"Beli keperluan kuliah sampai mesra gitu? Ai, mereka kemarin itu belanja banyak banget di toko-toko mahal. Gue ngerasa ada yang nggak beres. Kakak ipar sama adik kandung lo, nggak seharusnya kayak gitu, apalagi di tempat umum. Cilla itu kayak bukan lagi belanja kebutuhan kuliah, tapi belanja gaya hidup!" lanjut Siska memperingatkan dengan nada pedas.

"Kemarin mereka sudah belanja mewah, dan hari ini mereka pergi lagi. Kalian benar-benar menganggapku tidak ada", batin Aini mendidih.

"Makasih ya, Sis, infonya. Gue bakal coba konfrontasi pelan-pelan."

Setelah menutup telepon, Aini tidak tinggal diam. Amarahnya kini sudah di ubung-ubun, tapi ia berusaha tetap tenang agar rencananya tidak berantakan. Ia duduk di sofa ruang tamu dengan lampu yang sengaja dipadamkan sebagian, menciptakan suasana mencekam, menunggu kepulangan suaminya.

Sekitar pukul lima sore, sebuah mobil berhenti di depan rumah. Varo baru saja pulang dari kantor Artha Kencana Group, namun ia tidak sendiri. Cilla turun dari pintu sebelah dengan wajah sumringah dan tawa yang masih tersisa di bibirnya. Keduanya masuk ke rumah sambil menjinjing tumpukan paper bag yang lebih banyak dan lebih mewah dari hari sebelumnya.

Aini segera menyalakan lampu utama ruang tamu tepat saat mereka melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah.

Cklek.

Varo dan Cilla tersentak kaget sampai hampir menjatuhkan belanjaan mereka. Mereka tidak menyangka Aini sudah duduk tegak di sofa dengan tatapan yang sangat dingin dan tajam.

"Eh, Sayang... sudah di rumah? Kok gelap-gelapan begini?" Varo mencoba tersenyum meskipun suaranya bergetar hebat. Ia berusaha menyembunyikan beberapa tas belanja di balik badannya.

"Kalian habis dari mana lagi? Dan apa itu yang kalian bawa sebanyak itu?" tanya Aini, suaranya pelan namun menusuk seperti sembilu.

"E-eh, ini Mbak... tadi Mas Varo sepulang kantor jemput Cilla sebentar di kosan temannya. Terus kita cuma mampir beli beberapa perlengkapan kuliah yang kurang kemarin," jawab Cilla dengan nada manja yang sangat memuakkan di telinga Aini.

"Kurang? Kemarin kalian sudah belanja banyak, dan hari ini belanja lagi? Mas Varo, kamu selalu bilang uang kamu pas-pasan dan gaji dipotong perusahaan, tapi kenapa sanggup membelikan Cilla barang-barang mahal dari mal seperti ini?" tanya Aini sambil menunjuk tas belanja bermerek internasional yang jelas-jelas asli.

Varo berkeringat dingin di dahinya.

"Ini... ini cuma barang KW, Sayang. Tiruan yang harganya murah sekali di toko dekat kantor Mas. Mas cuma kasihan sama Cilla, dia kan adik kamu juga. Mas nggak mau dia diremehkan di kampus nanti."

"Barang KW tapi jumlahnya sebanyak ini setiap hari? Mas, aku bahkan tidak pernah kamu ajak belanja baju baru selama setahun terakhir dengan alasan hemat. Tapi untuk adikku, kamu begitu royal," sindir Aini dengan senyum sinis.

"Sayang, jangan emosi dulu. Mas cuma ingin jadi kakak ipar yang baik dan bertanggung jawab. Sudahlah, jangan diperpanjang. Mas capek baru pulang kantor, butuh istirahat," Varo mencoba menghindar dan ingin segera lari ke lantai atas.

"Owh, begitu ya. Jadi uang tabungan Mas cukup banyak untuk memborong 'barang KW' ini setiap hari?" Aini bangkit dari sofa, berjalan mendekati Varo dan menatapnya tepat di mata. "Kalau begitu, karena Mas Varo sedang banyak uang dan Cilla sudah punya banyak baju baru, malam ini Mas yang harus pesan makan malam paling mewah lewat aplikasi untuk kita bertiga. Aku tidak masak. Aku terlalu capek mengurus rumah sendirian sementara kalian asyik berbelanja."

Varo hanya bisa mengangguk pasrah dengan wajah pucat.

"I-iya, Mas pesan sekarang. Kamu istirahat saja ya, jangan marah-marah terus."

Aini menatap Cilla yang sedang tersenyum penuh kemenangan secara tersembunyi di balik punggung Varo. Tersenyumlah sekarang, Cilla. Nikmatilah setiap rupiah yang kamu curi dariku. Karena sebentar lagi, aku akan memastikan kamu memohon ampun di kakiku, batin Aini sebelum berlalu meninggalkan mereka dengan hati yang sudah bulat untuk melakukan pembalasan yang paling menyakitkan.

Bersambung

...****************...

1
rian Away
MAMPUS JALANG
Dede Azwa
kejutan Mulu thorrr..bosen denger ny,,,harus ny langsung ke inti ny....bikin darting liat ny😡
Dede Azwa: iya kak othor sama"🤭semoga kedepannya lebih gacorrr lagi...bagus ceritanya pemeran utama ny gak menye" pertahan kan KK..sukses selalu kak othorr buat novel ny👍💪🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!