Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Pak, emangnya kita mau kemana lagi abis ini?" tanyaku penasaran.
"Kita akan pergi ke hotel milik keluarga Revandra untuk meeting dengan klien dari luar negeri,"
"Oh gitu ya,"
Naura melihat karyawan yang keluar dari dalam perusahaan. Penampilannya sangat rapi dan fashionable.
"Para karyawan disini keliatan sangat cantik dan tampan apalagi di tambah dengan pakaian rapi mereka,"
Setelah selesai dengan urusannya, Revandra kembali masuk ke dalam mobil. Mobil pun segera melaju menuju hotel. Sepanjang perjalanan kali ini suasana menjadi hening. Naura fokus melihat jalanan sedangkan Revandra fokus pada tabletnya. Dia memakai kacamatanya sambil memegang tablet kerjanya. Dia tampak sangat sibuk dan tidak bisa di ganggu.
Setelah melewati perjalan hampir satu jam lamanya, akhirnya mereka sampai ke hotel yang di maksud. Hotel itu adalah hotel terbesar dan termewah di Jakarta milik keluarga.
Mereka turun dari mobil dan masuk ke dalamnya. Mereka langsung disambut oleh para pelayan dan para bodyguard. Mereka menunduk hormat pada kami.
Aku berjalan di belakangnya mengikuti arah tujuannya. Sampai dia berhenti mendadak dan membuatku jadi nabrak dia.
Bruk
Aku menabraknya karena kurang hati-hati. Untungnya bedakku gak nempel di jasnya, kalau sampai itu terjadi bisa gawat.
"Kalau mau berhenti bilang-bilang dong," ucapku kesal.
Revandra menarik tanganku ke sampingnya. Dia memegang erat tanganku.
"Jangan jauh-jauh dariku, tetap di sampingku," ucapnya dingin.
"Ba-baiklah," aku sedikit gugup.
Dia berjalan sambil memegang tanganku. Mau tidak mau aku harus menuruti perintahnya. Kami naik lift dan hanya berdua saja.
"Pak Revandra, bisakah anda melepas tangan saya? Apakah tidak apa-apa jika bos berpegangan tangan dengan asistennya?" tanyaku.
"Tidak masalah. Mereka tidak akan berani untuk berpikir macam-macam tentang kita," ucap Revandra meyakinkanku.
"Huh, lagi dan lagi aku semakin dekat dengannya! Kenapa marah dan benciku reda saat aku berada dekat dengannya?" batinku heran.
Diam-diam Naura melihat ke arah Revandra yang tatapannya datar.
Ting
Lift terbuka, mereka sampai di lantai 21.
"Selamat datang tuan, mari saya antar untuk masuk ke dalam,"
Saat akan masuk aku berhenti dan Revandra juga ikut berhenti.
"Kenapa berhenti?" tanya Revandra.
"Aku nunggu di sini aja deh pak,"
"Tidak boleh, kau harus ikut denganku,"
"Tapi-
"Tidak ada tapi, kita sudah sampai disini. Jangan sampai semuanya rusak cuma karena kamu,"
Revandra menarik tanganku dan kamu pun masuk ke dalam sebuah ruangan khusus. Mereka kembali di sambut oleh beberapa karyawan dan bodyguard.
"Maaf membuat kalian menunggu,"
"Ah, tidak apa-apa pak! Kami juga baru datang,"
Naura segera melepaskan pegangan Revandra dari tangannya. Naura mundur ke belakang Revandra dan berdiri di belakangnya sedikit menjauh darinya.
Para klien pentingnya sudah datang semua. Ada beberapa klien besarnya yang berasal dari luar negeri termasuk Amerika, Korea, China, Perancis dan Jerman.
Mereka tampak saling berbicara tentang gagasan masing-masing dengan menggunakan bahasa inggris. Naura yang melihat dan mendengarnya dapat mengerti karena dia memang fasih berbahasa inggris.
Mereka meeting memakan waktu cukup lama.
"Haduh, lama banget sih! Kakiku dah pegel nih," Naura menahan rasa pegal di kakinya karena dari tadi dia berdiri terus.
"Ini sih namanya membunvh tanpa menyentuh! Lagian cuma bahas masalah kerja sama aja lamanya pakek banget," batinku kesal sambil sesekali menggerakkan kakiku yang terasa kebas dan pegal.
"Nyesel gue nerima tawaran ini! Mending gue tiduran di rumah sambil main hp nonton Drakor, daripada kayak gini bisa-bisa gue m4ti berdiri," Naura mengomel di dalam hati.
"Sumpah, udahan gitu kek,"
Tiba-tiba Naura malah kebelet pas mereka lagi membahas hal yang sangat penting.
"Aduh, gue kebelet! Udah gak tahan lagi?"
Baru mau jalan, karyawan di sampingku malah menahanku. Dia menggeleng ke arahku dan menyuruhku untuk tetap diam di tempatku.
"Kampr3t, gini amat jadi asisten pribadi? Bener-bener nyesel nih gue. Gue kira bakal enak eh gak taunya malah kaya gini?" omelnya dalam hati dengan wajah kesal.
"Besok-besok gue gak mau lagi jadi asistennya," omelnya dalam hati.
Setelah menunggu begitu lama, akhirnya meeting selesai. Naura merasa lega karena sudah selesai tapi dia sangat kesal dan dongkol. Sudah hampir tiga jam dua berdiri diam seperti patung bahkan yang tadinya ia kebelet sekarang udah gak kebelet lagi.
Para klien pun keluar dari ruangan meeting. Yang tersisa hanya kami dan beberapa karyawan.
Revandra yang melihat wajahku kesal, dia menaikkan alisnya sebelah.
"Sudah selesaikan? Kalau gitu aku boleh pulang kan?" tanyaku dengan wajah kesal.
"Tidak, kau tidak boleh pulang! Kau akan pulang jika aku sudah selesai dari kantor,"
"Hah, aku benar-benar tersiksa," gumamku pelan.
"Apakah ada masalah?"
"Enggak. Kita mau kemana lagi? Mau meeting lagi kah?"
"Tidak, meeting untuk hari ini sudah selesai,"
Naura dan Revandra pun keluar dari ruangan itu. Revandra berjalan duluan sedangkan Naura menyusul di belakangnya. Dia berhenti sejenak dan melihat jam di tangannya.
"Jam makan siang sudah lewat," ucap Revandra.
Revandra melihat kalau Naura tampak lemas karena seharian berdiri. Dia tau pasti Naura merasa kesal dan marah karena ini baru pertama kalinya nagi Naura.
Naura memang tampan lemas bahkan dia berjalan seperti zombie.
"Padahal aku gak ngapa-ngapain, tapi capeknya berasa banget," batinku.
Naura berhenti kala Revandra di depannya.
"Pak, besok saya izin resign ya," ucapku.
"Resign?"
"Ternyata kerja jadi asisten itu gak semudah yang di bayangkan. Walaupun tadi aku cuma berdiri aja tapi rasanya capek banget. Kakiku hampir lumpuh karena kebas dan pegal," Naura mengeluh.
"Kau sangat lemah," ucap Revandra.
"Huh, terserah deh mau bilang apa! Aku lagi gak mau debat," ucapku.
Aku melepaskan heels ku yang tinggi dan menentengnya. Aku berjalan duluan menuju lift.
Ting
Lift terbuka, aku segera masuk dan kemudian Revandra segera menyusul.
Revandra melihat kearah kakiku yang tampak terluka karena kelamaan pakai heels.
Saat lift terbuka, Revandra malah menggendong tubuh mungil Naura.
"E-eh, kamu apa-apaan sih? Turunin aku,"
"Diamlah, aku sedang membantumu! Jangan melawan kalau tidak mau kuberi hukuman nantinya,"
"Apa sih? Kalau gini caranya gimana pandangan karyawan di sini pas lihat kamu gendong aku kayak gini?"
"Aku tidak peduli tentang itu,"
Revandra tidak peduli ocehan yang Naura keluarkan.
Semua orang melihat mereka berdua dan hal itu membuat Naura malu.
"Hah, ini memalukan," Naura menyembunyikan wajahnya di balik dada bidang Revandra dan menutupnya dengan jasnya.
"Wah, mereka sangat romantis,"
"Eh tapi emangnya mereka punya hubungan ya?"
"Gak tau juga sih,"
"Kalau cuma sekedar bos sama asisten, gak mungkin sampai di gendong kayak gitu,"
Mereka bergosip tentang Revandra dan Naura.