Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan malam
Angkasa sama sekali tidak menyangka akan melihat seorang perempuan yang ia kenal itu ketika memasuki rumah. Perempuan yang secara kebetulan terus terlibat dengannya selama dua hari ini.
Gadis itu duduk di sofa bersama orangtua pria itu dan sepasang suami istri yang ia yakini adalah sahabat orangtuanya. Kalau begitu, gadis yang duduk didepan sana adalah gadis yang akan dijodohkan dengannya? Entah kenapa pria itu jadi sedikit berharap bahwa apa yang dia pikirkan memang benar.
Angkasa melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut dengan langkah perlahan namun pasti. Matanya tidak lepas dari gadis yang jelas sekali terlihat tegang itu. Tentu saja ekspresi gadis itu membuat Angkasa menertawainya dalam hati.
"Angkasa, cepet sini." panggil mamanya. "Ayo sapa tante Dian dan om Baston. Mereka calon mertua kamu." kata Ria lagi. Angkasa menyapa mereka dengan ramah.
"Halo om, tante." sapanya mengulurkan tangan didepan pasangan suami istri tersebut.
"Ya ampun Angkasa. Dulu waktu tante sama om main ke sini kamu masih kecil banget, nggak nyangka sekarang udah tinggi banget dan tampan begini." seru Dian gembira. Tidak sia-sia dia menjodohkan putrinya pada putra sahabat mereka ini. Ternyata pria itu jauh lebih tampan kalau lihat aslinya daripada di foto.
"Oh ya, ini anak tante. Calon istri kamu, namanya Dambi."
Angkasa menoleh menatap Dambi. Sungguh pertemuan yang menyenangkan. Tentu saja itu hanya berlaku bagi Angkasa. Karena dia tahu gadis itu tidak merasakan hal yang sama dengannya.
"Angkasa." ujar pria itu mengulurkan tangannya ke depan Dambi.
"D... Dambi." balas Dambi terpaksa. Matanya melotot karena merasakan bagian dalam tangannya sengaja di garuk pelan oleh Angkasa. Angkasa bahkan memainkan sebelah matanya ke gadis itu. Pasti pria itu sengaja mau menggodanya. Batin Dambi kesal.
"Angkasa, jangan godain Dambi ih. liat tuh wajahnya kan jadi merah karena kamu godain." tegur Ria mamanya yang sempat melihat aksi nakal sang putra. Mereka semua ikut tertawa menatap putra putri mereka. Wajah Dambi makin memerah seperti tomat. Bisa pulang sekarang tidak sih?
"Udah-udah. Makanannya sudah siap, ayo makan dulu." kata tuan Duppon, papanya Angkasa. Mereka lalu berpindah ke meja makan.
\*\*\*
Habis makan malam, orangtua Angkasa dan Dambi masih berbincang-bincang panjang. Mereka kini membicarakan masa lalu mereka saat masih jaman kuliah dulu. Padahal Dambi sudah tidak tahan lagi untuk pulang ke rumahnya. Ia ingin menenangkan diri dari semua kenyataan gila ini.
Sayang sekali gadis itu masih harus menunggu orangtuanya. Ia sudah keluar dari ruang makan sejak tadi. Karena bosan mendengar pembicaraan orang dewasa. Sekarang ia sedang berada di kebun bunga yang terletak di dekat taman kecil rumah itu. Suasana sana malam terasa begitu sejuk di rumah ini. Dambi menikmatinya.
"Bagaimana udara di sini, kau menikmatinya?" suara tersebut mengagetkan Dambi yang tengah bersantai. Ia menoleh kebelakang. Pria itu, sih calon tunangannya, telah berdiri didepannya.
Dambi cepat-cepat berbalik ingin pergi dari situ namun gerakan Angkasa lebih cepat menahannya. Dambi menatap pria itu kesal.
"Lepasin." katanya tegas. Namun Angkasa tidak melepaskannya juga, tangan pria itu makin kuat memegangi lengannya, membuatnya makin dongkol. Angkasa menunduk lalu berbisik pelan ditelinganya.
"Ayo lihat aku baik-baik. Apakah aku gemuk, botak dan tua?" bisik pria itu. Ia ingat perkataan Dambi yang bilang kalau pria yang akan dijodohkan dengannya memiliki ciri-ciri seperti itu.
Dambi menelan ludah. Kata-kata itu memang keluar begitu saja dari mulutnya saking kesalnya. Tapi siapa yang tahu coba kalau pria yang di jodohkan dengannya akan setampan ini. Ia sama sekali tidak menyangka. Yang bisa dilakukan gadis itu sekarang hanyalah tersenyum selebar mungkin.
Ketika Angkasa melepaskan genggamannya dari lengannya, Dambi menjauh selangkah. Daritadi ia sudah menahan diri agar tidak ketahuan gugup karena berdiri sedekat itu dengan pria itu. Angkasa masih terus menatapnya sambil bersedekap dada.
"Aku tahu kau tidak menginginkan perjodohan ini, tapi sepertinya kau harus rela karena pertunangan kita pasti terjadi. Orangtua kita bahkan sudah menetapkan tanggal pertunangan." kata Angkasa kemudian.
"Kenapa? Kau bisa menolak. Bilang saja aku sudah berhubungan dengan gigolo dan kau sendiri saksi matanya." perkataan Dambi meluncur begitu saja dari mulutnya. Angkasa sampai tercengang dibuatnya. Perempuan lain mati-matian menjaga nama baik mereka tapi gadis didepannya ini malah mau merusak nama baiknya sendiri hanya karena tidak mau dijodohkan dengannya. Sepertinya ia memang harus berada lebih dekat dengan gadis ini, menjaganya agar tidak terjerumus ke hal-hal bodoh lainnya.
"Sayang sekali, tapi aku berencana menerima perjodohan ini. Umurku sangat pas untuk menikah." ujar Angkasa sambil memainkan sebelah matanya lagi.
Dari awal ia memang sudah berencana menerima perjodohan yang diinginkan orangtuanya. Apalagi setelah mengetahui gadis yang akan dijodohkan dengannya adalah Dambi, ia makin ingin mereka cepat bertunangan. Entahlah, tapi ia sudah tertarik sejak awal pada gadis itu. Tidak mungkin bukan dirinya menyia-nyiakan kesempatan emas ini.
Dambi melotot lebar sambil berkacak pinggang didepan Angkasa.
"Kamu sengaja mau main-main denganku kan? Jelas-jelas tidak menyukaiku, kenapa malah menerima perjodohan ini?" ujar Dambi ketus. Angkasa mengangkat bahu.
"Kau juga dosen di kampusku, bagaimana kalau orang-orang kampus tahu tentang hubungan kita?" lanjut gadis itu. Biar bagaimanapun ia harus memikirkan situasinya di kampus. Ia tidak mau orang-orang berpikir macam-macam, apalagi lelaki yang akan di jodohkan dengannya ini sudah populer di hari pertamanya menjadi dosen di kampus mereka. Belum lagi mereka harus berhadapan sebagai dosen dan mahasiswi. Aneh sekali kalau mereka jadi pasangan.
Gadis itu mundur selangkah ketika menyadari Angkasa mendekat. Setelah apa yang mereka lalui bersama malam itu, Dambi jadi gugup tiap kali mereka berdekatan. Namun tangan Angkasa sudah menarik pinggangnya lebih dulu, membuat posisi mereka menjadi lebih intens.
Tangan Angkasa yang lain menangkup dagu Dambi, memaksa gadis itu menatapnya. Oh ya ampun, tatapan dalam itu amat menggoda. Dambi sungguh tidak bisa di tatap seperti itu oleh laki-laki tampan ini. Gadis itu berusaha menyadarkan diri. Tahan Dambi, tahan. Gumamnya dalam hati.
"Pertama," ujar Angkasa menatap Dambi lurus. "Kau benar aku ingin mencoba rasanya bermain-main denganmu. Kedua, aku sudah berjanji pada orangtuaku untuk menerima perjodohan ini. Dan yang terakhir, aku tidak peduli dengan kata orang. Kehidupanmu di kampus, itu urusanmu sendiri. Dan hubungan kita, itu urusan kita berdua." Angkasa membisikan kalimat terakhirnya di telinga Dambi lalu mengacak rambut gadis itu singkat. Setelah itu ia berbalik pergi dengan senyum penuh kemenangan yang terpampang jelas diwajahnya.
Dambi hanya bisa menatap kepergian lelaki itu tanpa bisa berbuat apa-apa. Sial. Ia mendapat lawan yang kuat sekarang. Tidak ada untungnya melawan sekarang. Dia harus atur strategi bersama kedua sahabatnya nanti. Oh ya, dia juga masih punya sepupu yang selalu berdiri di garis depan untuk menolongnya.