Hutang budi membuat Aisyah terpaksa menerima permohonan majikan sang ayah. Dia bersedia meminjamkan rahimnya untuk melahirkan anak Satria dengan Zahra melalui proses bayi tabung.
Satria terpaksa melakukan hal itu karena dia tidak mau menceraikan Zahra, seperti yang Narandra minta.
Akhirnya Narandra pun setuju dengan cara tersebut, tapi dengan syarat jika kesempatan terakhir yang dia berikan ini gagal, maka Satria harus menikahi Gladis dan menceraikan Zahra.
Gladis adalah anak dari Herlina, adik tiri Narandra yang selalu berhasil menghasut dan sejak dulu ingin menguasai harta milik Narandra.
Apakah usaha Satria dan Zahra akan berhasil untuk mendapatkan anak dengan cara melakukan program bayi tabung?
Yuk ikuti terus ceritaku ya dan jangan lupa berkarya tidaklah mudah, jadi kami para penulis mohon dukungannya. Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. CANGGUNG
Pak Yusuf memandang Aisyah, tidak terasa menetes air bening dari kedua sudut matanya yang renta.
Dia akan melepas tanggungjawabnya dan mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada Satria, meski beliau tahu hanya untuk sementara saja.
Narandra bersikap lebih tenang tapi ketenangannya terganggu saat Gladis tiba-tiba muncul dan memintanya agar menggagalkan rencana pernikahan tersebut.
Narandra tidak mungkin membatalkan kesepakatan yang telah kedua keluarga setujui, kemudian dia meminta pengawal dan pak sopir untuk membawa Gladis pergi dari sana ketimbang merusak acara.
Gladis meronta dan memohon, tapi Narandra hanya menatapnya dengan tajam. Dia marah kenapa Gladis membuat onar di tempat tersebut.
Seiring dibawa perginya Gladis, acara akadpun segera akan di mulai.
Penghulu perkawinan mengucapkan kata pembuka, memberi sedikit wejangan untuk pengantin dan memberikan contoh ucapan akad.
Serta meminta kedua mempelai dan saksi untuk menandatangani surat menyurat.
Pak Yusuf dan Satria sudah berjabat tangan lalu dengan satu kali tarikan nafas lafadz ijab qobul pun telah di ucapkan.
Saat Satria mengucapkan lafadz tersebut, air mata Zahra mengalir deras begitu pula dengan Aisyah.
Kini Zahra telah membagi hak kepada perempuan lain untuk mengurus dan melayani Satria.
Para saksi mengatakan Sah, lalu diikuti oleh seluruh yang hadir juga mengatakan Sah.
Zahra mencium tangan Satria, lalu Satria pun mencium kening serta puncak kepala Aisyah sembari mengucapkan doa agar segera di berikan keturunan yang baik.
Zahra memeluk Aisyah, mengucapkan kata selamat. Lalu keduanya saling peluk dan menangis.
Sesaat suasana haru memenuhi ruangan tersebut. Pak Yusuf pun menghapus air matanya yang tak kuasa dia tahan lagi.
Zahra memeluk Satria dan Satria pun ikut menangis, dia sangat tahu apa yang saat ini Zahra rasakan.
Setelah tangis Zahra mulai reda, Satria dan Aisyah pun sungkem kepada kedua orangtua.
Pak Yusuf dan Papa Narandra mendoakan agar semuanya berjalan lancar sesuai yang mereka harapkan.
Setelah selesai sungkem, penghulu pernikahan pun membacakan doa untuk keberkahan keluarga serta kedua pengantin.
Rentetan acara Akad nikah sudah selesai dilaksanakan. Kini saatnya Satria, Zahra dan Aisyah mempersilakan semua yang hadir untuk menikmati hidangan yang telah di sediakan.
Acara makan pun selesai, para tamu satu persatu mulai meninggalkan tempat tersebut. Termasuk Pak Yusuf dan juga Papa Narandra.
Kini hanya tinggal Satria, Zahra dan Aisyah serta sopir yang akan mengantar Zahra ke bandara.
Zahra menolak saat Satria dan Aisyah yang akan mengantar dengan alasan pamali, darah manis untuk pengantin baru bepergian.
Satria memeluk Zahra, kembali tangis pun pecah, tapi Zahra berusaha untuk tegar agar tidak memberatkan hati orang-orang yang dia tinggalkan.
Setelah itu, Zahra pun memeluk Aisyah dan dia berbisik agar Aisyah berbahagia.
Tanpa menoleh ke belakang lagi, Zahra pun meninggalkan rumah Aisyah dan dia buru-buru masuk ke dalam mobil agar Satria serta Aisyah tidak melihat dirinya yang kembali menangis.
Mobil perlahan meninggalkan tempat itu dan Zahra pun sesenggukan menahan tangis.
Pak sopir memperhatikan Zahra lewat kaca spion, beliau pun turut sedih. Namun beliau tidak berani berucap apapun.
Zahra sudah tiba di bandara, dan sebelum Pak sopir pergi, Zahra berpesan agar Pak sopir mengantar kemanapun Aisyah pergi jika Satria tidak di rumah.
Karena Zahra takut terjadi hal buruk menimpa Aisyah, apalagi dengan sikap Gladis serta mamanya yang sangat tidak bersahabat.
Setelah mendapatkan anggukan dari Pak Sopir, Zahra pun masuk, lalu check-in, setengah jam lagi pesawatnya akan berangkat dengan tujuan Manado.
Sepeninggal Zahra, Aisyah benar-benar merasa canggung, dia tidak berani bertatap mata dengan Satria.
Aisyah mengganti pakaiannya, lalu membantu Bibi untuk membereskan rumah, meski Bibi melarang.
Sementara Satria berada di kamar, dia membuka laptop dan sibuk berkutat dengan pekerjaannya.
Selesai membereskan rumah, Aisyah pun duduk sejenak di dapur, dia bingung harus melakukan apa.
Untuk kembali ke kamar Aisyah masih canggung, karena ini kali pertama dia berduaan dengan seorang pria, apalagi di ruangan tertutup.
Aisyah memang belum pernah pacaran, makanya dia kaku dalam bersikap terhadap seorang pria.
Satria yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, melihat arloji, dia ingin menelepon Zahra. Satria tidak akan bisa tenang sebelum mengetahui jika Zahra sudah tiba di kampung halamannya.
Dengan senyum merekah, Satria pun mengangkat hapenya yang berdering. Orang terkasih yang dia nanti sejak tadi ternyata menelepon.
Zahra tersenyum saat melihat wajah Satria muncul di layar ponselnya, dia langsung memberitahu jika sudah sampai di rumah orangtuanya.
Setelah beberapa saat berbincang dengan Zahra, Satria pun menyapa keluarga Zahra satu persatu.
Dia terpaksa berbohong jika saat ini sedang banyak pekerjaan hingga tidak bisa ikut kesana untuk menjenguk.
Setelah puas mengobrol, hape dikembalikan ke Zahra dan dengan suara pelan, Zahra pun menanyakan keberadaan Aisyah.
Untung saja Aisyah baru masuk ke dalam kamar, hingga Satria tidak perlu mencari alasan jika sejak tadi Aisyah sibuk di luar dengan pekerjaan rumah.
Zahra menyapa Aisyah, lalu kembali berpesan dan menyebutkan beberapa kebiasaan Satria yang perlu Aisyah ketahui.
Satria hanya menggelengkan kepala, baginya tidak ada wanita yang lebih sempurna dari Zahra. Apalagi dalam hal melayaninya.
Zahra pun menutup panggilan, setelah melambaikan tangan. Dia tidak berani berlama-lama, takut keluarganya curiga.
Setelah panggilan berakhir, Aisyah pun mengambil handuk dan pakaian ganti, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Dirinya masih canggung bagaimana harus bersikap di depan suaminya.
Satria juga merasakan hal yang sama, lalu dia memainkan ponsel, mengecek akun Instagram serta akun facebooknya sambil menunggu Aisyah selesai mandi.
Aisyah yang sudah selesai tidak berani keluar, dia menatap dirinya di cermin, sambil berdoa semoga Satria sudah tertidur.
Satria menatap pintu kamar mandi, dia tahu pasti Aisyah saat ini sengaja berlama-lama untuk menghindarinya.
Lalu Satria pun memejamkan mata, malam ini dia ingin memberikan kesempatan kepada Aisyah untuk beristirahat tanpa takut atau canggung saat melihat dirinya masih terjaga.
Dengkuran halus terdengar, Satria sudah lelap dalam alam mimpinya.
Aisyah akhirnya memberanikan diri untuk keluar, dan dia mengelus dada, merasa lega saat melihat Satria sudah tidur dengan membelakangi arah kamar mandi.
Kemudian Aisyah pun mengeringkan rambut, membersihkan wajah serta memakai handbody sebagaimana biasa ritualnya selesai mandi.
Setelah itu, Aisyah pun merebahkan diri di samping Satria dengan meletakkan guling pada posisi tengah sebagai pembantas.
Aisyah juga melakukan hal yang sama membelakangi Satria, bedanya Aisyah tidak bisa tidur hingga malam berganti pagi.
Begitu suara Adzan berkumandang, Aisyah buru-buru bangkit, dia mandi bersiap untuk melaksanakan ibadah.
Mendengar suara gemericik air, Satria pun terbangun, lalu melihat jam. Dia tidak menyangka jika terlelap tanpa tahu jam berapa Aisyah berangkat tidur.
Bersambung....