NovelToon NovelToon
Istri Yang Tersakiti

Istri Yang Tersakiti

Status: tamat
Genre:Tamat / Selingkuh / Dendam Kesumat
Popularitas:844.9k
Nilai: 4.9
Nama Author: neng_yanrie

sekian tahun Tasya mencintai suaminya, selalu menerima apa adanya, tanpa ada seorang anak. bertahun-tahun hidup dengan suaminya menerima kekurangan Tasya tapi apa yang dia lihat penghianatan dari suami yang di percaya selama ini..

apakah Tasya sanggup untuk menjalankan rumah tangga ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neng_yanrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12

"Sedang apa?" Tasya mematung berdiri di depan kamar mandi. Ternyata ia belum mandi dan lupa membawa lulurnya, ia memang ingin merelaksasi diri malam ini, melapaskan segala beban.

Ponsel milik istrinya masih ada dalam genggaman sebelum akhirnya ia meletakan ponsel itu kembali ke dalam tas.

"Ponselmu tadi berdering, takut penting."

Tasya tidak menjawab, ia menyeret langkah mengambil lulur di meja rias.

"Tidak mungkin ada panggilan penting padaku."

Setelahnya ia kembali masuk ke dalam kamar mandi dan meredam. Tasya tidak sebodoh itu, ia mengganti pengaman ponselnya, kini tidak lagi menggunakan pola, melainkan struktur wajah. Meski ia harus tertidur dengan masker malam ini, agar Devan tidak membukanya diam-diam ketika dirinya sedang tidur.

Devan menunggu dengan gelisah istrinya keluar dari kamar mandi. Hampir satu jam berendam, Tasya pun keluar dengan tubuh yang jauh lebih segar. Devan masih duduk di tepi ranjang, menatap istrinya dengan Semar, sorot matanya tidak dapat di jelaskan, ada kemarahan di sana. Ia semakin mencium suasana yang berbeda.

Tasya pun hanya manusia biasa, ia tidak bisa memasang senyum dan terus berpura-pura, ada bagian dari hatinya yang terasa begitu lelah. Bagaimana pun suasana sudah berbeda dan tidak lagi sama.

"Jawab jujur kamu dari mana?"

"Aku sudah jelaskan kemarin di telpon ke mana, rasanya itu cukup."

Devan beranjak, ia mendekati istrinya, sorot matanya tajam.

"Aku bertanya sekali lagi kamu dari mana?"

Kali ini Tasya terdiam, enggan menanggapi. Jujur saja, ini untuk pertama kalinya selama pernikahan mereka, Devan terlihat begitu marah padanya.

"Jawab!" Kini Devan mencengkeram tangan istrinya dengan erat, membuat Tasya sedikit tersentak kaget dan kesakitan.

"Kamu jangan sekali-kali berbohong padaku!"

Tasya sesaat terdiam, sebelum akhirnya membuka suara dengan berat. Tapi ia sudah berjanji untuk tidak lagi menangis.

"Pernahkah sekali saja dalam pernikahan kita aku berbohong?" Ucapnya lirih, ia menatap mata elang suaminya. sakit.... menyesal rasanya.

lima belas tahun bersama mengapa ia tidak pernah sekali pun tersadar atas segala kecurangan. Mengapa ia terlalu menjunjung cinta begitu tinggi. Tasya menghela napas dan membuang wajah, air matanya nyaris tidak bisa di bendung.

Sementara Devan mulai melonggarkan pegangannya, ia membawa tubuh Tasya dalam pelukan.

"Maafkan aku." Ucapnya lirih seraya membelai lembut rambut istrinya. Tasya terdiam tidak membalas, lalu kemudian melapaskan diri dan naik ke atas ranjang, keduanya terlelap sampai pagi menjelang.

*****

.

.

.

.

Waktu menunjukan pukul enam pagi ketika Tasya sudah bersiap. Ia mengenakan pakaian kantor yang modis, perpaduan warna putih dan biru yang cerah. Make-up tipis, tai begitu memancarkan aura, rambutnya di gerai dan di buat sedikit keriting di bawahnya. Sempurna dan paripurna, seperti Tasya tujuh tahun lalu.

"Kamu mau kemana?" Tanya Devan heran.

"Aku akan kembali ke kantor mulai hari ini. Aku sedang rindu masa-masa itu."

"Tapi kantor baik-baik saja." timpal Devan.

"Iya. Aku tahu. Aku kembali bukan karena kantor sedang buruk."

Devan tidak menjawab lagi, ia sangat keberatan dan tidak suka dengan keputusan Tasya yang sama sekali tidak diskusi dengannya. Ia pun merasa tidak akan lagi bisa leluansa bila Tasya ada di kantor. Gerak geriknya akan terbatas.

Tasya mengambil tas mewah miliknya yang senada dengan pakaian yang dikenakan. Lalu meninggalkan kamar dan pergi ke meja makan menikmati sarapan yang di siapkan asisten rumah tangganya di sini.

"Mbak mau ke mana?" tanya Sintia heran melihat penampilan Tasya yang berbeda.

"Ke kantor." jawabnya singkat seraya memberi selai coklat pada roti untuk suaminya.

"Tumben, mbak."

"Iya... Aku rindu bekerja."

"Kenapa mbak? Hidupmu sudah enak bukan, dengan segala yang di punya ini."

"Karena aku sadar, baju mewah ini, tas mewah ini, perawatan tubuh yang mahal tidak bisa di beli begitu saja pakai daun, rasanya lebih nikmat bila di hasilkan dengan uang pribadi. Jangan kayak anak muda jaman sekarang, mau cantik mau banyak uang, lebih memilih jadi simpanan pria beristri." Jawabnya dengan nada penuh kesombongan.

Sintia menatap tajam pada Tasya, kalimat itu seperti sedang memukul telaknya. Belum sempat ia menyelanya, Devan datang dan duduk di samping istrinya. Tasya lalu memberikan sepotong roti.

"Mas, kayaknya mulai besok aku akan pulang ke rumah. Soalnya dari sini terlalu jauh jaraknya ke kantor?"

"Sintia gimana?" tanya Devan sedikit terkejut dengan keputusan Tasya yang tiba-tiba.

"Dia kan sedang hamil dan butuh kita di sini."

"Aku bisa kirim orang untuk menjaganya."

"Gak mau! Aku gak mau sama orang lain." Sintia menolak tegas.

"Kamu gak usah aneh-aneh, Sya. sudah di sini jauh lebih nyaman." Timpal Devan.

"Tidak, aku tetap pulang ke rumah. Di sini terlalu jauh kalau aku ke kantor."

"Lagi pula siapa yang menyuruhmu ke kantor, kamu sudah tidak percaya dengan kinerjaku?"

"Aku tidak ingin berdebat." Tasya beranjak tanpa menghabiskan sarapannya.

"Kita berangkat masing-masing, aku membawa mobilku." ia pun berlalu begitu saja.

Dua langkah ia berjalan, terdengar Devan mengebrak meja. Tasya sempat berhenti sesaat dan memejamkan mata. Menetralisir rasa terkejutnya, kemudian ia kembali melangkah tanpa sedikit pun menoleh. Suara mobilnya mulai terdengar menderu, lambat menjauh dan mulai menghilang.

"Mas sepertinya kamu harus menyelidiki istrimu! Ada yang mencurigakan menurutku."

Devan mengatur napas, ia terengah-engah.

"Apa mungkin ia curiga tentang kita?" Lanjut Sintia.

Devan menatap ke arah Sintia. "Jangan macam-macam kamu?"

"Aku juga tidak yakin... Atau bisa jadi dia sedang dekat dengan seorang laki-laki?"

"Dia tidak mungkin seperti itu. Aku sangat mengenalnya."

Mang ade mendengar dan memantau dari kejauhan, semenjak memasang CCTV itu, ia insten memberi kabar pada Tasya tentang segala hal apapun yang terjadi di rumah. Termasuk membicarakan pagi ini. Sejak dulu, ia memang ingin membongkar segala kebusukan Devan, tapi apa daya ia tidak kuasa dan ketakutan. Bagai mana pun mang Ade selalu ada di pihak Tasya, seorang baik yang sudah ia kenal begitu lama.

Pagi ini perjalanan tidak terlalu macet, Tasya mengemudi dengan lancar. Sebelum ke kantor ia akan mampir ke kantor ibu Shinta, banyak hal yang perlu di diskusikan. Dengan kembali dirinya ke kantor, ia yakin bisa mencegah segera kecurangan yang akan di lakukan Devan. Hingga saat ini pun ia belum menelusuri lebih dalam, apa saja yang sudah Devan lakukan. Sedikit saja celah membuat Devan mundur, ia berjanji akan melakukan itu.

Sementara Radit memilih untuk cuti dari pekerjaannya beberapa hari ke depan. Ia akan fokus pada beberapa hal, salah satunya membantu Tasya pastinya.

Segala bukti yang selalu Tasya kirimkan pun sudah ia simpan dan aman. Sibuknya dengan laptopnya, ada beberapa hal yang sedikit mengganggu pikirannya, nama itu seperti tidak asing.

Ya... Di Indonesia tidak hanya satu pastinya yang memiliki' nama itu, tapi Radit jarang mendengar. Hanya mendengar sesekali.

Lamunannya buyar ketika sebuah panggilan dari Tasya datang, akhir-akhir ini semesta kembali mendekatkan mereka, setelah belasan tahun begitu sangat berjarak.

"Aku di kantor Ibu Shinta, kamu mau datang? Temani aku."

"Oke, aku ke sana,"

"Oke, Dit."

Panggilan pun tertutup. Radit segera bersiap setelah itu segera pergi menemani Tasya.

Di tempat lain Tasya menghentikan mobilnya di pelataran parkir kantor ibu Shinta. Sebelum ke luar, ia menyandarkan kepalanya di kursi dan berfikir sejenak. Ada sebuah rasa bersalah menyergap, mengapa di saat sedih, ia selalu datang dan mencari Radit. Bahkan di saat sahabatnya itu kehilangan istri dan anaknya. Ia sama sekali tidak ada untuk sekedar menemani memberi kekuatan

Waktu menunjukan pukul sebelas siang ketika Devan tiba di kantor dan ia tidak mendapati Tasya di sana. Tanpa berpikir panjang, Devan masuk ke dalam ruangan Rara untuk mencari tahu.

"Coba jelaskan, akhir-akhir ini kenapa Tasya berubah dan terlihat seperti menghindari ku."

"Aku tidak tahu. Kami sudah jarang berkomunikasi."

"Tidak mungkin! Aku tahu kalian dekat."

"Iya! Kami memang dekat, tapi itu dulu. Setelah aku tahu bila kamu adalah laki-laki gila."

"Sudahlah Rara! Jangan mengembangkan pembicaraan kita pada hal lain. Aku hanya ingin tahu Tasya kenapa."

"Aku benar-benar tidak tahu."

"Kalau begitu kamu cari tahu."

Rara menghela napas panjang, lalu mengeluarkannya dengan kasar. Ia beranjak dari tempat duduknya dan sedikit mengebrak meja.

"Cukup Devan! Aku rasa sudah cukup segala hal aku lakukan untuk menutupi segala kebusukan mu dan menutupi semua hal gila itu! Ada waktunya aku akan benar-benar pergi dari sini karena malu! Ya... malu pada orang sebaik Tasya."

Rara keluar dari ruangannya sambil membawa beberapa berkas dan bersiap untuk melakukan pertemuan dengan direksi. Begitu pun Devan yang mengikutinya, ia mencoba untuk kembali bersikap tenang dan berwibawa di hadapan seluruh bawahannya.

Sintia sejak tadi terlihat gelisah, ia mencoba menganalisa apa yang sedang terjadi pada perubahan Tasya. Jujur saja, ia ketakutan bila saja Tasya mengetahui segala tindakan gila mereka. Ia memang berniat menyingkirkan istri kekasihnya itu, tapi tidak sekarang. Nanti ketika seluruh aset di pastikan menjadi milik Devan dan ia tinggal menikmatinya.

Tiba-tiba Sintia merasa ingin buang air kecil, ia beranjak dari ranjangnya dan pergi ke kamar mandi, sebelum benar-benar pergi, ia melihat ke arah meja samping ranjang, terlihat sesuatu keluar dari sebuah lampu tidur. Ia sedikit membungkukkan tubuh, menoleh lebih dekat pada benda itu. Sebuah chip kecil menjuntai dengan kabel kecil, Sintia mengambilnya dan mengamati. Jantungnya berdegup kencang ketika mencoba mencermati dengan seksama bila itu seperti kamera.

Sintia segera mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Devan, tapi tidak ada jawaban.

Sementara kabar buruk lain pun kembali datang, wajah Devan memucat ketika mendapati hasil pertemuan, keuangan perusahaan ini goncang parah. Penyebabnya sedang di telusuri, bukannya hanya produk yang kurang sukses di pasaran. Tapi juga ada dana ghaib yang belum di ketahui seperti apa. Bila tidak di tangani maka perusahaannya bisa jasa mengalami kebangkrutan.

Tangan Sintia bergetar seraya terus menelpon Devan. Ia yakin bila CCTV itu sengaja di pasang Tasya untuk memata-matai mereka. Sintia keluar dari kamar dan mencari asisten rumah tangganya. Ia berteriak-teriak penuh amarah.

Sementara di tempat lain, selepas pulang dari ibu Shinta dan mendapatkan pencerahaan yang melegakan. Radit dan Tasya menikmati makan siang di sebuah kafe, Tasya sendiri belum mendapatkan kabar apapun tentang perusahaannya kini yang mulai terguncang. Beberapa saat kemudian, ponsel Tasya berbunyi, sebuah pesan masuk dari mang Ade yang menginfokan suasana di rumah dan tentang CCTV. Semua benar-benar di luar dugaannya.

.

.

.

.

Bu kayaknya non Sintia sudah tahu tentang CCTV itu.

1
sri endah
Luar biasa
sihat dan kaya
tak ikhlas
sihat dan kaya
ayahnya non muslim ke?
sihat dan kaya
kau sekeluarga dah hancur keluarga Tasya.... nk apa lagi? harta dah dpt... gila betul laaaa... hidup penuh dendam kesumat.... padahal asal muasal masalahnya pada maknya sendiri
Nany Halianson: padahal asal muasal masalahnya pada maknya sendiri
total 1 replies
sihat dan kaya
kahkahkahkahkah...kau jijik dgn Sintia??? Lalu kau??? Kau sama saja bejatnya kaya Sintia koq... suka MELABUR sembarangan...
sihat dan kaya
CELAKA... SUNGGUH CELAKA.... 😭😭😭🤬🤬🤬🤬
Anifa Anifa
Tasya itu pembawa sial, coba aja Radit nggak berhubungan sama Tasya, nggak akan jadi seperti ini, karena Tasya itu kamu thour pembawa sial bagi keluarga mu
Anifa Anifa
kenapa nggak sekalian mati aja sih si Tasya, eneg tau
Anifa Anifa
skip skip skip males bacanya novel nggak bermutu
Anifa Anifa
itulah bodoh nya Tasya, makanya tuhan tidak kasih dia kebahagiaan, adilkan karena dia terlalu bodoh, syukur deh tuhan ambil ortu nya harta nya lewat Devan
Kasmawati S. Smaroni
sepertinya tasya ga cocok jadi ibu,
Kasmawati S. Smaroni
ga ngerti jg aku jalan ceritanya,serasa baca koran krimal
Kasmawati S. Smaroni
ga selamanya pemeran wanitanya bahagia
Nita Kusnitawati
jalan ceritanya koq jd loncat ke rumah di puncak ya
Yusan Lestari
the best👍
Hilda Hayati
jangan2 kirana nih yg bakal jadi penggnti Tasya
Hilda Hayati
Lumayan
Hilda Hayati
Kecewa
Akun Lima
athornya pengecut anjing kaga ada respon anji k
Akun Lima
thor jangan terlalu goblok dong balas anjink
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!