Cerita ini adalah kelanjutan dari Reinkarnasi Dewa Pedang Abadi.
Perjalanan seorang dewa pedang untuk mengembalikan kekuatannya yang telah mengguncang dua benua.
Di tengah upaya itu, Cang Yan juga memikul satu tujuan besar: menghentikan era kekacauan yang telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, sebuah era gelap yang pada awalnya diciptakan oleh perang besar yang menghancurkan keseimbangan dunia. Demi menebus kesalahan masa lalu dan mengubah nasib umat manusia, ia kembali melangkah ke medan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 : Kediaman Xue Er
Xue Er membuka gerbang kayu dan memperlihatkan halaman rumah yang sederhana namun terawat. Angin sepoi-sepoi membawa aroma dedaunan dan bunga liar yang tumbuh di sekitarnya. Cang Yan melangkah masuk dan matanya melihat setiap sudut ditempat itu.
"Ini rumahku senior," ujar Xue Er dengan senyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa malunya. "Tidak besar, tapi cukup untuk kami berteduh."
"Rumah adalah tempat keluarga berkumpul. Bukan soal besar atau kecilnya, tapi ketenangan dan kehangatan di dalamnya."
Di depan pintu, seorang wanita paruh baya dengan rambut yang mulai memutih muncul untuk menyambut mereka. Wajahnya hangat, meskipun terlihat jejak kelelahan yang mendalam.
"Nona muda, kamu akhirnya pulang?" wanita itu langsung melirik ke arah Cang Yan dengen heran dan terkejut. "Siapa dia Nona Muda?" tanyanya wanita itu dengan suara penuh rasa ingin tahu.
"Ini..." Xue Er terdiam sejenak. Selama bersama Cang Yan, dia tidak pernah menanyakan namanya. Setelah berpikir sejenak dia menjawab, "Ini seniorku Bibi Lin. Dia yang membantuku di perjalanan."
"Panggil aku Li Wei."
Bibi Lin mengangguk dengan sopan pada Cang Yan, matanya menilai pria muda itu dengan saksama. "Terima kasih telah menjaga nona muda kami nak Li Wei. Silakan masuk."
Mereka melangkah masuk ke rumah. Ruangan utama terlihat sederhana, dihiasi furnitur kayu yang sudah menua. Di sudut ruangan, seorang pria tua terbaring di atas ranjang rendah.
Wajahnya sangat pucat dan keringat dingin membasahi dahinya, namun matanya masih menyiratkan ketegasan yang dulu pernah dimilikinya.
"Ayah," panggil Xue Er dengan lembut, dan langsung melangkah cepat mendekati ranjang ayahnya.
Pria itu membuka matanya perlahan dan menatap Xue Er kemudian menatap Cang Yan dengan tatapan tajam. "Siapa dia Xue Er?" tanyanya dengan suara serak dan nada sedikit dingin.
"Dia Senior Li Wei Ayah. Dia yang membantuku saat aku mencari inti Laba-laba Putih.," jelas Xue Er, takut Ayahnya salah paham.
Mata pria itu menyipit dengan sorot matanya yang tajam. "Jadi, kau benar benar pergi mencari inti Laba-laba Putih? Sudah berapa kali Ayah bilang, jangan lakukan itu... Kenapa kau tidak mau mendengarkan Ayah?"
Xue Er menundukkan kepalanya. "Maafkan aku Ayah. Aku melakukannya karena ingin Ayah sembuh. Aku ingin racun di tubuh Ayah hilang."
Pria itu kembali menatap Cang Yan dengan tajam, sorot matanya penuh kecurigaan. "Dan kenapa kamu membawanya ke sini Xue Er? Aku tidak ingin melibatkan orang luar dalam urusan keluarga kita."
Cang Yan membungkukkan tubuhnya sedikit sebagai tanda hormat. Suaranya tenang namun tegas. "Saya tidak bermaksud mencampuri urusan keluarga Anda. Jika kehadiran saya tidak diinginkan, saya akan pergi, Terimakasih..." Dia melirik Xue Er sekilas, berniat menghindari masalah keluarga mereka.
Namun, sebelum berbalik dan melangkah, suara Xue Er menggema di ruangan itu. "Senior, jangan salah paham. Ayah mungkin tidak ingin melibatkan orang lain karena keluarga kami selama ini jarang berinteraksi dengan orang luar."
Kata-kata tulus putrinya membuat pria yang terbaring di ranjang itu yaitu Mu Hongjun sedikit melunak. Sorot matanya yang dingin perlahan berubah lebih lembut saat menatap Cang Yan. Nada suaranya pun menjadi lebih ramah.
"Maafkan aku." kata Mu Hongjun dengan suara lemah namun tulus.
"Tidak apa-apa." Cang Yan kemudian penasaran dengan racun apa yang menyerang Ayah Xue Er.
"Paman bolehkah aku memeriksa kondisimu?" tanya Cang Yan dengan sopan.
Mu Hongjun berpikir sejenak dan mengangguk pelan, ia memberikan ijin kepada Cang Yan. Cang Yan segera duduk di sisi ranjang, kemudian memegang pergelangan tangan Mu Hongjun dengan lembut. Seketika, aliran energi halus mengalir dari tangan Cang Yan ke dalam tubuh Mu Hongjun, menyusuri meridian dan mencari sumber racun yang menggerogoti tubuhnya.
Mu Hongjun merasakan aliran energi hangat yang mengalir dengan lembut di dalam tubuhnya. Sensasi itu menenangkan sekaligus menghangatkannya, membuat rasa sakit yang sebelumnya menusuk perlahan memudar.
Dalam hatinya, ia bergumam penuh heran, "Energi apa ini? Mengapa terasa begitu hangat dan menenangkan?"
Di sisi lain, Xue Er memperhatikan dengan cemas, jemarinya meremas ujung bajunya erat-erat. Tatapannya tak lepas dari Cang Yan yang saat ini tengah memejamkan matanya. Aliran energi spiritual yang kuat mengalir melalui tangannya, memancarkan aura yang tenang namun penuh kekuatan.
Beberapa saat kemudian, Cang Yan membuka matanya perlahan. Wajahnya serius, seolah olah memikirkan sesuatu yang mendalam.
"Ini bukan racun alami, Pola energi yang tersisa di tubuhnya menunjukkan bahwa racun ini dibuat oleh seseorang dengan keterampilan racun yang tinggi."
Mata Xue Er melebar karena terkejut. "Buatan seseorang? Tapi... orang yang memberi tahu kami tentang inti monster laba-laba putih mengatakan bahwa racun ini berasal dari alam."
Cang Yan menatap Mu Hongjun dengan tenang, namun sorot matanya memancarkan ketegasan yang tak tergoyahkan. "Orang itu berbohong. Racun ini bukan dari binatang buas atau monster. Selain itu, ada sesuatu yang aneh. Energi ini terasa seperti sengaja ditanamkan untuk tujuan tertentu."
Mu Hongjun mengepalkan tangannya dengan lemah, tatapannya benar benar suram. "Aku sudah curiga, dia tidak bisa dipercaya. Meski dia adalah temanku, kemungkinan besar ini ada hubungannya dengan Klan..."
Xue Er yang berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh memegang tangan Ayahnya dengan erat-erat. "Ayah, jadi teman Ayah itu bersekongkol dengan seorang ahli racun dan mencoba meracuni Ayah? Tapi apa hubungannya dengan Klan?"
Mu Hongjun menarik napas berat sebelum menjawab dengan suara yang dipenuhi kepahitan. "Ada kemungkinan ini perintah dari Klan untuk menyingkirkan Ayah. Ini pasti ulah kakak pertamaku yang tidak ingin Ayah tetap hidup Xue Er."
Mendengar itu, Xue Er mengepalkan tangannya erat, tubuhnya sedikit gemetar karena amarah yang ia coba tahan. "Mereka... Mereka benar-benar tega, Walaupun Ayah sudah meninggalkan Klan, mereka tetap ingin menyingkirkan Ayah dengan cara seperti ini!"
Wajahnya memerah karena marah. "Bagaimana mungkin keluarganya sendiri bisa begitu kejam pada darah daging mereka sendiri?" pikir Xue Er, hatinya merasa sakit melihat penderitaan Ayahnya.
Cang Yan berdiri perlahan menatap Mu Hongjun dan Xue Er. "Untuk menyembuhkan Ayahmu sepenuhnya, kita membutuhkan orang yang membuat racun ini. Dia pasti memiliki penawarnya. Apakah paman punya petunjuk lain?"
Mu Hongjun terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. "Orang itu pasti akan kembali. Dari sana, kita bisa mencari tahu siapa dalang di balik semua ini dan siapa yang terlibat dalam penggunaan racun ini."
Suasana ruangan menjadi sunyi sejenak. Xue Er memandang Cang Yan dengan mata yang memerah penuh dengan harapan. "Senior... bisakah kau membantuku sekali lagi? Ayah adalah satu-satunya keluarga yang aku miliki."
Cang Yan menatap Xue Er, melihat kesedihan mendalam yang terlihat di balik matanya. "Baiklah, aku akan mencoba membantumu. Namun, aku tidak bisa menjanjikan hasilnya."
Mendengar jawaban itu, Xue Er tersenyum tipis meskipun air mata mengalir di pipinya. "Terima kasih Senior."
Mu Hongjun yang terbaring lemah di ranjang menghela napas panjang. Suaranya terdengar lebih lembut namun mengandung peringatan. "Jika kau benar-benar berniat membantu, berhati-hatilah. Kultivasi orang itu berada di tahap awal Transformasi Jiwa. Dia bukan lawan yang mudah."