Setelah mengusir Arya Widura dari Madangkara, Permadi dan Shakila menjadi orang kepercayaan Prabu Wanapati. Hubungan Dewi Garnis dan Widura pun kandas. Akan tetapi, Widura bersumpah, tidak akan pernah berhenti membongkar kedok Permadi dan Shakila sebagai orang Kuntala. Dewi Garnis dan Raden Bentar berjanji untuk membersihkan nama baik Widura.
Ternyata, bukan hanya Widura saja yang tahu identitas Permadi dan Shakila, ada orang lain lagi, seorang laki-laki misterius yang selalu mengenakan cadar hitam. Lewat si cadar hitam, Bentar dan Garnis mendapatkan kebenaran tentang siapa Permadi dan Shakila itu. Mereka adalah orang-orang licik yang berusaha untuk menggulingkan Kerajaan Madangkara dan mengembalikan kejayaan Kerajaan Kuntala. Menghadapi orang seperti mereka tidak bisa menggunakan kekerasan akan tetapi, harus menggunakan siasat jitu. Berhasilkah Bentar dan Garnis membongkar kedok mereka ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Babak Kesebelas
# 11
Di pagi yang cerah itu, balairung Istana Kerajaan Madangkara tampak Sang Prabu Wanapati duduk pada singgahsananya. Raden Bentar, Raden Paksi Jaladara dan Dewi Garnis, termasuk Permadi dan Shakila yang baru sembuh dari lukanya, duduk tak jauh dari Raja muda itu. Sementara, para pembesar kerajaan mulai dari pangkat terendah hingga para menteri, duduk mengelilingi junjungannya pewaris tunggal kerajaan Madangkara itu. Mereka tengah berunding untuk menangkap Si Cadar Hitam yang telah menggegerkan seisi istana Kerajaan Madangkara dan sekitarnya. Mendadak, sebuah bayangan berkelebat, melompat turun dari wuwungan balairung istana.
“Hei, siapa itu ?!” Teriakan beberapa orang prajurit jaga mengejutkan semua orang, dalam waktu yang tidak lama, ada sekitar 5 orang prajurit sudah mengepung bayangan hitam itu dengan senjata lengkap. Sementara, Raden Bentar, Dewi Garnis, Raden Paksi Jaladara, Permadi dan Shakila sudah berjaga – jaga, melindungi Sang Prabu Wanapati dari serangan mendadak yang bisa saja terjadi sewaktu – waktu.
“Ha... ha... ha... ha.... jangan khawatir, orang – orang Madangkara ... aku hanya melihat betapa nyamannya Raja Muda itu duduk di atas singgahsana dengan didampingi oleh para anjing penjilatnya,”
“SSIINNGG !!”
Saat orang itu mengibaskan tangan kanannya, sebuah cahaya putih keperakan meluncur deras bagai anak panah ke arah Prabu Wanapati. Bagi orang biasa kilatan cahaya itu mungkin hanya berupa pantulan cahaya matahari, tapi, bagi Raden Bentar, Dewi Garnis, Raden Paksi Jaladara, Permadi dan Shakila, itu adalah bukanlah cahaya biasa melainkan sebuah senjata rahasia. Baik putera – puteri Madangkara juga Permadi sama sekali tidak menyangka datangnya serangan mendadak itu, mereka berusaha mencegahnya. Tapi, laju senjata itu terlalu cepat, mereka tak mampu menghalaunya.
Prabu Wanapati membelalakkan matanya, nasibnya bagai di ujung tanduk manakala, cahaya itu sudah berada tepat di depan hidungnya. Tinggal beberapa inchi lagi sebelum cahaya itu menikam lehernya, tapi, mendadak ...
“Awas Paduka yang mulia !! Akkh ...”
Wanapati tersentak, mendadak saja tubuh Shakila sudah ambruk di pangkuannya, “Shakila !” seru Wanapati, ia tidak peduli dengan cairan merah memercik di wajahnya, yang ia pedulikan adalah wajah Shakila yang perlahan – lahan membiru. “Ma... ma... maafkan atas tindakan saya yang ... ku ... ku... kurang sopan ini, saya ... saya mencemaskan keselamatan paduka yang mulia....” setelah berkata demikian tubuh Shakila tergolek lemas tak berdaya.
“Kakang Mas Raden Bentar, Kak Garnis dan Permadi !!” teriak Wanapati.
Pada saat itulah Raden Bentar dan Dewi Garnis datang dan memeriksa keadaan Shakila.
“Untung, pisau ini tidak menancap terlalu dalam, tapi, cukup membuatnya terkejut,” ujar Garnis, “Rayi Bentar... aku akan mencoba untuk mengobatinya sementara, kau tangani orang itu...”
“Saya mohon diri Rayi Prabu,” setelah berkata demikian, tubuh Bentar melesat pesat dan dalam waktu yang tidak lama sudah berada di halaman keraton. Bersamaan dengan itu si pelempar senjata rahasia itu sudah berhasil meloloskan diri dari kepungan para prajurit dan hinggap di wuwungan istana, “Ha... ha... ha... ha... memalukan sekali seorang raja besar seperti Wanapati tidak bisa berbuat apa – apa. Butuh seorang wanita untuk melindunginya .... ha... ha... ha.... ha.... masih pantaskah dia memimpin negeri ini. Kurasa, sudah saatnya Madangkara harus hancur di tangan kami,”
“Tutup mulutmu, keparat ! Kau sudah dua kali mengacau di tempat ini, kali ini aku tidak akan membiarkanmu lolos !” seru Raden Bentar yang mendadak saja sudah berdiri di hadapan bayangan itu.
“Dua kali, katamu ? Maaf anak muda, aku tak ada waktu untuk melayanimu. Selamat tinggal !!”
“SSIINNGG !! SSSIIINNNGGG !!”
Dua berkas sinar putih keperakan menyambar ke arah Bentar, sementara tubuh orang misterius itu sudah berkelebat meninggalkan tempat itu. Namun, Bentar yang sudah bersiap menghadapi kemungkinan yang akan terjadi, berhasil menghindari serangan gelap itu dan mengejarnya.
“Aneh, gerakan orang ini berbeda dengan Si Cadar Hitam yang kutemui beberapa waktu lalu. Dia berlompatan dari atap satu ke atap lain, pohon satu ke pohon lain namun, Si Cadar Hitam seakan melayang. Kalau tebakanku benar, orang ini bukanlah Si Cadar Hitam namun, orang lain lagi. Heran, mengapa akhir – akhir ini istana sering sekali disinggahi oleh orang – orang asing. Dan kebanyakan mereka tak mau menunjukkan wajah aslinya. Aku akan berusaha menangkapnya hari ini. Hup, Hiah !” kata Bentar sambil meningkatkan ilmu peringan tubuhnya. Dalam sekejab, ia berhasil menyusul tamu tak diundang itu dan setelah bersalto dua kali di udara, ia sudah berdiri di hadapannya.
“Mengapa kau terburu – buru tuan ?” tanya Bentar, “Bukankah kita sudah saling mengenal sewaktu berada di hutan Kana Gini,”
“Apa yang kaukatakan ? Kau salah orang anak muda. Akupun tidak tahu dimana hutan Kana Gini itu,”
“Baik. Aku akan memaksamu untuk mengingatnya kembali,” setelah berkata demikian, tangan Raden Bentar berkelebat hendak menyambar kedok yang menutupi lawannya itu. Akan tetapi, orang itu berhasil menepiskan tangan Raden Bentar dengan punggung tangan kirinya, sementara, tangan kanannya bergerak menyerang dada putera angkat Brama Kumbara itu. Bentar bukanlah bocah kemarin sore yang dapat dengan mudahnya dikecoh, maka ia pun menyambut tapak tangan lawan dengan tangan kirinya.
“PPLLAAKK !!”
Dua tapak tangan bertemu di udara, tidak berhenti disitu tamu tak diundang itu kembali menyerang Bentar dengan tapak kirinya. Bentar yang sudah terlatih kembali menyambut serangan itu dengan tapak kanannya. Serangan kedua pun berhasil ditahan, menyusul dengan serangan ketiga dan keempat, Bentar pun dapat dengan mudah menyambut setiap serangan yang dilancarkan oleh lawannya itu. Dalam waktu singkat dua orang itu sudah terlibat dalam pertarungan udara yang sangat sengit.
Puluhan jurus dilalui tanpa ada tanda – tanda siapa yang menang dan siapa yang kalah, mereka sama – sama menyadari, satu – satunya jalan untuk menyelesaikan pertarungan itu adalah adu kadigjayaan. Mereka sama – sama melompat mundur ke belakang dan mengatur pernafasan masing – masing barang sebentar. Kini 2 orang itu berdiri berhadap – hadapan saling mengukur tingkat kepandaian lawan. Bentar semakin menyadari kalau orang bercadar di hadapannya kini, bukanlah Si Cadar Hitam yang beberapa waktu lalu ditemui di Hutan Kana Gini. Ilmunya pun masih berada beberapa tingkat di bawah Si Cadar Hitam alias Si Topeng Emas, bahkan jauh sekali. Hal itu dapat diketahui dengan caranya bergerak. Si Topeng Emas gerakannya begitu ringan sekali, sementara orang ini, gerakannya masih belum sempurna.
“Kau benar – benar hebat,” kata Bentar, “Kukira, kau adalah orang yang pernah menyatroni istana ini beberapa waktu lalu... tapi, ternyata itu salah. Nah, sekarang katakanlah, siapa kau dan apa maksudmu datang ke Madangkara ini ?”
“Sudah aku katakan, bahwa aku hanya kebetulan lewat saja, apakah itu masih belum jelas ?”
“Kau pikir aku bodoh ? Mudah ditipu oleh orang – orang pengecut macam kau. Baiklah karena kau tidak mau mengaku... aku akan memaksamu untuk mengakuinya,”
“Itu tergantung kemampuanmu, anak muda... “ kata orang itu sambil mengibaskan tangan kanan dan kirinya ke depan, bersamaan dengan itu ada lebih kurang 4 berkas cahaya putih keperakan melesat meluncur ke arah Raden Bentar.
“Sing ! Sing ! Sing ! Sing !”
“Permainan anak kecil masih juga kau keluarkan apakah tidak ada serangan lainnya ?” kata Bentar sementara ujung kaki kanannya menjejak tanah. Seketika itu pula, 4 berkas cahaya itu mengapung di udara. Dari situlah Bentar mengetahui wujud sebenarnya cahaya putih keperakan itu. 4 buah batang pisau berwarna putih sementara ujungnya berwarna hitam legam. “Maaf, kisanak... terpaksa kukembalikan pisau mainanmu ini. Hhiiaa !!” setelah berseru keras mendadak saja pisau – pisau itu berubah menjadi es dan berbalik meluncur ke arah tuannya.
Orang bercadar itu tersentak, ia sama sekali tidak menduga akan diserang dengan pisaunya sendiri. Tapi, dengan memutar – mutarkan tapak tangan kanannya, pisau – pisau itu seperti lenyap tanpa bekas. Namun, beberapa detik kemudian, ia merasakan adanya hawa dingin menjalar ke seluruh tubuh bagian kanannya. Buru – buru ia mengibaskan tangan kanannya dan pisau – pisau yang sudah berupa es itu berjatuhan di tanah. Tangan kanannya mati rasa, Ilmu Ikatan Roh milik Raden Bentar berhasil melumpuhkan orang itu membuatnya tak bisa bergerak.
“Akh, tubuhku serasa dingin, dingin sekali dan tangan kananku tak bisa digerakkan seakan... seakan....” kata orang itu sambil mengalihkan pandangan ke tubuh bagian kanannya yang perlahan – lahan berubah menjadi es. “A... apa yang telah kau lakukan, anak muda ?”
“Jika kau tak mau berkata yang sebenarnya, kubiarkan tubuhmu menjadi patung es. Saat itulah nyawamu takkan tertolong lagi,” ancam Bentar.
“Lebih baik aku mati, daripada mengatakan yang sebenarnya,” katanya dan mendadak saja ia tertawa, “Ha ... ha... ha... ha... kalaupun aku mati, aku tidak akan mati sendirian karena gadis cantik jelita yang kini tergolek tak berdaya juga akan menemaniku ... ha... ha... ha... ha...”
Bentar tersentak, “Apa maksudmu ?”
“Anak muda, pisauku itu beracun ... siapa saja yang terkena racun itu, dalam waktu empat jam, tubuhnya akan mengering, ia akan tersiksa sekali dan akhirnya mati. Tak seorang pun bisa menolongnya kecuali aku seorang. Nah, adil bukan ? Dan tampaknya, kau sangat mencintai dan menyayanginya. Nah, akulah yang menang ... ha... ha... ha...” kata orang itu terbata – bata.
“Omong kosong,” ujar Bentar sambil membuka cadar orang itu. Ternyata dia adalah seorang pemuda berumur 25 tahunan, ada goresan memanjang dari dahi kiri hingga pipi kanannya, wajahnya tampak pucat, ia berusaha keras untuk melawan hawa dingin yang mengalir dari tubuh sebelah kanannya.
“Kau ... kau tidak percaya ? Waktumu tinggal satu jam lagi untuk menyelamatkan gadis itu... nah pilihan ada di tanganmu ... ha... ha... ha... aadduuhh,”
“Baiklah,” ujar Bentar, “Aku akan menolongmu,” setelah berkata demikian Bentar menepuk pundak kiri pemuda bercodet itu beberapa kali. Hawa dingin yang mengalir dari tangan kanan berangsur – angsur hilang. Tak lama kemudian, wajahnya kembali cerah. Ia tersenyum penuh misteri, membuat Bentar bertanya – tanya.
Baru saja Bentar hendak bicara, pemuda itu melempar sesuatu di tanah dan ...
“DDUUAARR !”
Ledakan keras terjadi, sebuah cahaya putih menyilaukan mata sempat membuat pandangan Bentar berubah menjadi gelap. Hanya sebentar saja. Saat pandangan mata Bentar pulih, pemuda bercodet itu lenyap dan hanya menyisakan gumpalan – gumpalan asap putih yang berangsur – angsur hilang.
“Kurang ajar, dia menipuku,” umpat Bentar. Setelah asap putih itu hilang, tampak oleh Bentar sebuah kotak kecil terbuat dari kayu cendana yang harum tergeletak diatas tanah, di bawahnya ada sehelai kain kecil. Bentar memungutnya dan membuka lipatan kain kecil itu, ternyata itu adalah sebuah pesan singkat :
“Taburkan bubuk penawar RACUN HITAM di sekitar luka, telan beberapa pil hitam untuk penyembuhan dari dalam. Kita pasti berjumpa lagi, orang gagah... “
“RACUN HITAM ? Mungkinkah dia ada hubungannya dengan KI TENGKES dari RAJABASA dan MAHALI, SI GOLOK SETAN TERBANG, para penyerang Kakang Widura yang diceritakan Si Topeng Emas beberapa waktu lalu ? Keahliannya dalam melempar pisau memang hebat sekalipun belum sempurna. Nanti akan kuselidiki, sekarang, aku akan menyelamatkan Shakila terlebih dahulu. Takkan kubiarkan siapapun merusak apa yang telah kurencanakan bersama Kak Garnis,”
Raden Bentar membalikkan badan dan dengan mengerahkan aji Tatar Bayu, iapun melesat kembali ke istana Madangkara.
Sepeninggal Raden Bentar, tampak sesosok bayangan muncul dari semak – semak yang letaknya tak jauh dari tempat itu. Sosok itu tinggi, tegap dan kekar pada punggungnya tergantung sebilah golok besar dan panjang. Tampaknya, bayangan itu sudah lama berada disana mungkin sebelum pemuda bercodet dan Bentar terlibat pertempuran sengit.
“Dasar orang tolol, melakukan pekerjaan kecil saja tidak becus malah memancing keributan hingga menyeret orang istana hingga kemari. Aku akan memberimu pelajaran,” Setelah berkata demikian, ia melompat ke udara dan hinggap pada salah satu dahan pohon. Gerakannya ringan seakan tanpa bobot, detik berikut tubuhnya seakan menyatu dengan pepohonan yang tumbuh lebat di sepanjang jalan.
..._____ Bersambung _____...