NovelToon NovelToon
Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Agent Khusus Yang Diceraikan Istrinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Anak Lelaki/Pria Miskin / Penyelamat
Popularitas:592
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Percikan Api Dari Dua Pria

Fabian merasa kesal karena Yansya justru membalas dengan senyuman yang menyebalkan. Padahal, Fabian sudah berusaha menjaga profesionalismenya sebagai direktur senior dan atasan. Fabian tahu persis bahwa Yansya sengaja melakukan hal itu untuk memprovokasi dirinya. Apalagi, Fabian melihat Yansya melirik ke arah Lisa yang masih berdiri di sampingnya.

Fabian mendengus lebih keras, rahangnya mengeras. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak oleh junior yang baru saja ia temui. Apalagi Yansya berani bersikap kurang ajar seperti itu di depan Lisa, seseorang yang juga Fabian incar posisinya.

"Dengar," ucap Fabian dengan suara rendah yang penuh ancaman. Matanya menusuk tajam ke arah Yansya. "Kau mungkin tidak tahu siapa aku sebenarnya, tetapi aku tidak akan membiarkan siapa pun, terutama bawahan baru, bertindak semena-mena di hadapanku."

Fabian melipat tangan lebih erat, gestur yang selalu ia gunakan untuk menunjukkan dominasinya di kantor.

Yansya hanya mengangkat satu alisnya. Senyum sinis masih menghiasi wajahnya. Ia seolah tidak terpengaruh sedikit pun oleh nada suara Fabian yang mengintimidasi.

"Oh, benarkah?" balasnya santai. "Aku kira itu sudah cukup jelas siapa dirimu, Fabian, seorang direktur senior yang terlalu serius menghadapi kehidupan ini dan mungkin perlu sedikit bumbu candaan agar lebih santai."

Lisa yang sejak tadi diam, hanya bisa menggelengkan kepala samar-samar. Lisa tahu persis bahwa Yansya memang sengaja memancing emosi pria itu, dan pria itu, seperti biasa, terlalu mudah terpancing.

Fabian semakin memajukan wajahnya, amarahnya sudah di ubun-ubun. Ia tidak peduli lagi dengan siapa yang melihat pertengkaran ini. Ia hanya ingin membuat Yansya tunduk padanya.

"Kau ini sudah gila ya," bentaknya. Suaranya menggelegar di seluruh lapangan. "Kau itu tahu siapa aku dan apa posisiku, tetapi kau masih berani bicara seperti itu kepadaku, kau mau mati muda?"

Yansya tertawa kecil. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman Fabian, justru ia merasa semakin tertantang. Yansya tahu persis bahwa Fabian hanya bisa mengandalkan jabatan untuk menakut-nakuti orang lain.

"Santai saja," ucap Yansya sambil menepuk bahu Fabian dengan senyum tipis. "Aku ini sudah sering menghadapi orang-orang yang lebih menyeramkan darimu, jadi ancamanmu itu tidak akan mempan bagiku, apalagi aku tidak suka jika ada orang yang berteriak-teriat di hadapanku."

Fabian menghela napas kasar, matanya menyiratkan kekalahan meskipun ia mati-matian menyangkalnya. Fabian tahu bahwa Yansya sengaja membuatnya terlihat buruk di depan Lisa.

"Baiklah, kalau kau memang tidak mau mendengarku," ujar Fabian, suaranya sedikit lebih tenang namun masih menyimpan nada kekesalan yang mendalam. "Tetapi jangan salahkan aku jika nanti kau menyesal karena sudah berani bersikap kurang ajar padaku, karena hidup ini tidak selalu tentang siapa yang paling berani, melainkan siapa yang paling cerdas dalam menghadapi situasi."

Fabian melirik Lisa sekilas, mencoba mencari dukungan, tetapi Lisa hanya diam dengan ekspresi datar yang sulit dibaca.

Yansya tersenyum tipis, kali ini senyumnya lebih lembut, karena Yansya tahu bahwa Fabian sudah mulai kehabisan akal untuk menakut-nakutinya. Yansya memutuskan untuk memberikan pukulan terakhir yang mungkin akan membuat Fabian semakin kesal.

"Tentu saja," ucapnya, nadanya penuh keyakinan dan sedikit mengolok, "aku tidak pernah meragukan kecerdasanku, dan mungkin karena itu juga ia terlihat sangat nyaman berada di dekatku, apalagi aku tidak suka memamerkan jabatan untuk mendapatkan sesuatu."

Yansya melirik wanita itu, matanya berkedip nakal, ingin melihat reaksi keduanya sekaligus.

Wajah Fabian langsung memerah padam, urat-urat di lehernya menonjol. Fabian merasa seolah disambar petir mendengar sindiran Yansya yang begitu telak. Apalagi Yansya menyebut nama Lisa dan menyiratkan bahwa Lisa nyaman dengannya.

Fabian mencoba membuka mulut untuk membalas, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar, karena Fabian tahu persis bahwa Yansya memang sengaja menggodanya di depan Lisa. Fabian hanya bisa menatap Yansya dengan tatapan yang penuh kemarahan, sedangkan Yansya hanya tersenyum tipis, menikmati kemenangan kecilnya.

Lisa, yang sejak tadi hanya menjadi penonton, akhirnya memutuskan untuk ikut bicara. Lisa merasa sudah cukup melihat drama yang terjadi di depannya. "Sudah cukup, kalian berdua," ucapnya dengan nada tenang namun tegas. Tatapannya beralih dari Yansya ke Fabian yang sedang marah. "Ini bukan arena tinju, ada hal yang lebih penting yang harus kita bahas daripada adu mulut yang tidak ada habisnya ini." Lisa melipat tangannya di dada, menunjukkan bahwa ia serius dengan ucapannya, dan tidak ada yang berani membantah keputusannya saat ini.

Fabian mendengus, tetapi tidak lagi membantah. Fabian tahu persis bahwa Lisa adalah seseorang yang harus dihormati, karena posisinya di divisi investigasi rahasia tidak main-main. Bahkan Lisa juga dikenal memiliki koneksi kuat. Fabian hanya bisa menatap Yansya dengan tatapan tajam yang masih menyimpan dendam, sementara Yansya hanya tersenyum puas, karena Yansya berhasil membuat Fabian terdiam tanpa kata.

Lisa melangkah maju, memecah ketegangan yang masih menyelimuti udara. Lalu Lisa menatap Yansya dengan tatapan peringatan, seolah memberitahunya agar tidak memperkeruh suasana lagi. "Kita ada pertemuan penting di ruang rapat dalam sepuluh menit," ujarnya dengan suara yang kembali profesional. Tidak ada lagi jejak godaan atau amarah yang tadi sempat terlihat. "Jadi, lebih baik kalian bersiap, karena aku tidak mau ada keterlambatan hanya karena hal sepele seperti ini." Lisa menoleh ke arah Fabian yang masih diam, lalu memberikan isyarat dengan matanya agar Fabian segera beranjak.

Fabian dan Yansya saling pandang, seolah ada percakapan tanpa kata yang berlangsung di antara mereka. Lalu Fabian membuang muka dengan kasar. Ia tahu ia harus menuruti perintah atasan tidak langsungnya itu, tidak ada pilihan lain karena Lisa tidak bisa dibantah. Yansya hanya tersenyum tipis, menatap punggung Fabian yang menjauh dengan tatapan penuh kemenangan. Ia tahu pertarungan mental mereka belum berakhir, justru baru saja dimulai. Lalu Yansya menoleh ke arah Lisa dengan senyum yang semakin lebar, seolah ingin mengatakan bahwa ia siap menghadapi tantangan apa pun yang akan datang.

Meskipun tim Fabian saat ini menduduki posisi teratas, pria itu tidak pernah meremehkan kemampuan Lisa. Ia tahu persis bahwa wanita itu memiliki wibawa kepemimpinan yang kuat, ketegasan yang tidak bisa dibantah, dan juga koneksi yang tidak main-main di internal organisasi. Ia tidak bisa sembarangan berhadapan dengannya karena itu bisa memengaruhi posisinya di mata para petinggi. Ketakutannya bukan karena Lisa lemah, melainkan karena potensi pengaruh dan kekuatan yang bisa Lisa gunakan kapan saja. Ia tidak mau ambil risiko menghadapi masalah yang tidak perlu.

Lisa kemudian menghela napas panjang, ia menatap Yansya dengan tatapan yang lebih santai, karena ia tahu Fabian sudah pergi, tidak ada lagi yang mengganggu mereka. "Kau ini memang tidak pernah berubah, selalu saja mencari masalah dengan atasan," ucap Lisa sambil tersenyum tipis, "tetapi aku harus mengakui, kau berhasil membuat dia bungkam, sesuatu yang jarang terjadi." Ia melirik ke arah Yansya, ada kilatan jenaka di matanya, seolah mengagumi cara Yansya menghadapi situasi tadi.

Yansya mengangguk pelan, ia tahu apa yang dimaksud wanita itu. Ia membalas senyum Lisa, merasa puas karena berhasil memenangkan "pertarungan kecil" itu. "Aku hanya ingin sedikit menghibur diri, dan kebetulan dia target yang paling mudah untuk dipancing emosinya," balas Yansya dengan nada santai, seolah hal itu bukan masalah besar, lalu ia melanjutkan, "apalagi aku tidak suka melihat orang yang terlalu sombong hanya karena jabatannya, terkadang mereka perlu sedikit 'teguran' agar lebih membumi."

Senyum Lisa semakin melebar, namun kali ini lebih misterius. Ia tidak lagi melihat Yansya sebagai bawahan biasa, karena ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar persaingan jabatan yang ia rasakan. Jantungnya berdesir aneh setiap kali Yansya melontarkan godaan atau tantangan kepadanya, dan ia tahu persis bahwa perasaan ini akan membawa mereka ke dalam permainan yang jauh lebih rumit daripada misi apa pun yang pernah ia pimpin. Ia menatap Yansya, seolah ingin mengatakan bahwa ia siap menghadapi tantangan apa pun, dan ia tidak sabar menantikan bagaimana semua ini akan berakhir, karena ia tahu persis bahwa Yansya adalah kunci untuk membuka rahasia terbesar yang ada di organisasi mereka.

1
Khusus Game
oke, bantu share k
Glastor Roy
yg bayak tor up ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!