Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11.
Retno terus berlari menuju ke rumah Bu Dukuh, menyusul orang orang yang sudah lebih dulu berlarian untuk melihat Mbah Surti yang minta tolong.
Di saat Retno sudah sampai di teras Bu Dukuh. Pintu rumah itu sudah terbuka dengan lebar. Suara orang orang terdengar sangat heboh, sementara Mbah Surti kini menangis sedih.
“Astagfirullahaladzim... “
“Innaillahi wa innalillahi rojiun.....”
“Hu... hu.. hu... Tugiyo... Kamu kenapa... kenapa tidak teriak teriak minta tolong... hu..... hu.... hu....” suara tangis Mbah Surti.
Retno segera melangkah masuk ke dalam rumah itu. Terlihat tubuh Tugiyo membujur kaku di atas sofa panjang. Kedua mata Tugiyo melotot, lidah menjulur keluar.
“Astagfirullahaladzim... Mbah Surti ambil kain untuk menutup tubuh Tugiyo Mbah!” ucap Retno sambil menutup kedua mukanya.
Tubuh Tugiyo bagian bawah dalam keadaan polos, tanpa celana. Burung Tugiyo terlihat membengkak besar.
“Hu... hu... iya Bu Retno saya takut dan bingung, hu... hu.... hu....” Ucap Mbah Surti segera melangkah masuk ke dalam untuk mengambil kain jarit Bu Waspo yang masih ada di dalam rumah itu.
“Tolong cepat kalian lapor ke Er Te dan Pak Dukuh Hardi. Aku akan lapor Polisi, sudah ada pembunuhan di sini.” Ucap Retno yang sudah membuka kedua telapak tangannya. Pak Dukuh Hardi adalah Pak Dukuh baru yang menggantikan Pak Dukuh Warman yang menjadi narapidana.
Retno menatap orang orang yang ada di ruang depan rumah Bu Kadus itu. Dia tidak berani lagi menatap tubuh Tugiyo.
“Iya Bu.” Ucap salah satu orang laki laki. Dia pun segera mengajak satu orang yang lain. Dan cepat cepat melangkah keluar dari rumah itu untuk menyampaikan berita duka.
Sesaat Mbah Surti sudah datang dengan membawa beberapa lembar kain jarit. Dua orang laki laki yang masih ada di rumah itu segera menutup tubuh Tugiyo. Mereka semua tidak berani menyentuh tubuh Tugiyo.
“Mbah, sekarang kamu hubungi anak anak Pak Kadus Warman. Aku akan lapor Polisi. Hand phone ku masih di warung mie ayam.” Ucap Retno sambil menatap Mbah Surti yang terlihat sangat sedih, bingung dan takut.
“I iya Bu..” ucap Mbah Surti yang wajah nya kini menjadi pucat dan kerut di wajahnya tampak semakin jelas.
Mbah Surti melangkah menuju ke telpon rumah yang ada di ruang keluarga. Sedangkan Retno berlari ke luar dari rumah itu, untuk menuju ke warung mie ayam.
Di halaman rumah kini sudah ada berbondong bondong orang yang datang. Ada dua orang laki dan perempuan berusia tua, tampak menangis dengan histeris sambil menyebut nama Tugiyo. Mereka berdua adalah orang tua Tugiyo.
Mereka mendengar kabar kematian Tugiyo yang Misterius, lewat dua orang yang sudah lebih dulu keluar dari rumah Bu Kadus tadi.
Retno terus melangkah menuju ke warung mie ayam.
“Mbak, Tugiyo dibunuh orang ya?” tanya Widowati yang belum menyantap mie ayamnya yang sudah tersaji. Langit dan Lintang kini malah sudah tidur pulas di dalam pangkuannya.
“Iya Wid, aku mau lapor Polisi.” Ucap Retno sambil meraih tas tangan yang ada di samping pantat Widowati.
“Kata Mas penjual mie ayam, ada CCTV di rumah Bu Kadus Mbak.” Ucap Widowati kini mulai menyendok mie ayamnya. Sebenarnya nafsu makannya menghilang karena mendengar berita kematian Tugiyo yang mengenaskan dan menakutkan.
“Iya Bu, ada CCTV nya, bisa dilihat di komputer di kamar Mas Rian anak bungsu Pak Kadus Warman. Tugiyo dan anak anak Pak Kadus pernah bilang ke saya. Tidak ada pass word komputernya.” Ucap penjual mie ayam sambil mencuci mangkok mangkok dan gelas.
“Sampeyan tadi malam lihat ada orang ke rumah Bu Kadus tidak Mas?” tanya Widowati di saat Retno sedang menghubungi Pak Polisi.
“Tidak Mbak, saya jam sembilan sudah tutup sudah pulang ke rumah. Saya tidak melihat mobil atau motor masuk ke rumah Bu Kadus. Tugiyo habis magrib sudah menutup pintu pagar, dan menyalakan lampu lampu.”
“Saya tadi juga sedikit heran, kok lampu menyala dan halaman tampak kotor belum disapu Tugiyo. Biasanya juga kalau saya sudah datang, dia beli gorengan atau kerupuk. Saya kira dia malah pulang ke orang tuanya. Wong kemarin dia bilang katanya Mak nya masuk angin.” Ucap penjual mie ayam lagi sambil menaruh mangkok mangkok dan gelas yang sudah dicuci.
“Apa sampeyan melihat ada orang perempuan memakai baju hitam hitam tadi malam lewat sini Mas?” tanya Widowati lagi dengan jantung berdebar debar.
“Wah saya tidak begitu memperhatikan Mbak..”
Orang orang yang berdatangan ke rumah Bu Kadus semakin banyak. Para pamong pun juga sudah datang. Beberapa menit kemudian dua orang polisi pun sudah datang.
Anak anak Pak Kadus Warman belum ada yang datang. Karena mereka tinggal di luar kota dan yang bungsu sedang kuliah di kota, tinggal di kost di dekat kampusnya.
“Mbak, Langit dan Lintang tidur. Ayo kita ke rumah Bu Kadus, aku ingin ikut melihat CCTV. Aku kok sangat penasaran .” ucap Widowati sambil membayar dua mangkok mie ayam dan dua gelas es jeruk.
“Iya Wid, aku juga sangat penasaran. Ngeri banget itu pasti Tugiyo dicekik. Tapi kok burung dia sampai bengkak gitu ya..” ucap Retno setelah menegak habis es keduanya.
“Kasihan Tugiyo ..” gumam penjual mie ayam dan orang orang yang ada di warung itu.
Widowati yang menggendong Langit dan Lintang segera bangkit berdiri. Dia lalu melangkah bersama Retno menuju ke rumah Bu Kadus.
Polisi sudah memasang garis kuning polisi di rumah Bu Kadus. Mobil ambulance milik kepolisian pun sudah datang. Jenazah Tugiyo akan dibawa ke rumah sakit milik kepolisian untuk diautopsi.
“Langit dan Lintang kok sekarang malah tidur pulas ya Wid. Padahal sekarang ramai orang orang kok macam mereka tidak terganggu.” Ucap Retno sambil terus melangkah.
“Iya Mbak, apa tadi sebenarnya mereka memberi tahu kalau ada yang meninggal di rumah ini ya.. kita saja yang tidak paham bahasa bayi.” Ucap Widowati yang melangkah di samping Retno.
“Minggir minggir!” ucap Pak Polisi yang menggotong jenazah Tugiyo.
Orang orang pun menepi memberi jalan pada tiga orang polisi yang menggotong tubuh Tugiyo.
Tampak ada satu orang polisi yang berdiri di dalam ruang depan itu sambil bertanya tanya pada Mbah Surti yang masih menangis sesenggukan.
Retno dan Widowati melangkah mendekati mereka..
“Pak ada CCTV di kamar Rian.” Ucap Retno agak keras sambil terus mendekat ke tempat Pak Polisi dan Mbah Surti berdiri.
Pak Polisi menoleh ke arah Retno dan Widowati. Lalu menoleh lagi ke arah Mbah Surti.
“Tunjukkan di mana kamar Rian!” perintah Pak Polisi pada Mbah Surti.
Kapokk hancur lebur acaranya
ternyata ilmunya blm seberpaa mkne masih kalah sm om wowo
secara om wowo mah lg tmpil mode gamteng maksimal atuhh 😍😍😍
coba mode 👻👻👻
ngacir dehhh
makin seru g bksa di tebak dehh