"Cinta bukan hanya tentang rindu dan sentuhan. Tapi juga tentang luka yang diwariskan, dan rahasia yang dikuburkan."
Kael Julian Dreyson.
Satu pria, dua identitas.
Ia datang ke dalam hidup Elika Pierce bukan untuk mencintai ... tapi untuk menghancurkan.
Namun siapa sangka, justru ia sendiri yang hancur—oleh gadis yang berhasil membuatnya kehilangan kendali.
Elika hanya punya dua pilihan :
🌹 Menikmati rasa sakit yang manis
atau
🌑 Tersiksa dalam rindu yang tak kunjung padam.
“Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson.” — Elika Pierce
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Aku Taklukkan, Justru Menaklukkanku
...❤︎...
..."Gadis itu tak lebih dari sekadar pion di awal permainan. Tapi satu langkah salah dari sang raja ... menjadikannya ratu tanpa mahkota."...
...❤︎...
Kael kembali ke apartemen di mana semua rencananya mulai berantakan. Ia mengambil sandwich buatan Elika yang masih berada di atas meja ruang tengah. Lalu memakannya dengan berat hati.
"Ugh!" Kael mengunyah paksa sandwich di dalam mulutnya. Matanya berkaca-kaca.
Rasa sandwich itu sama seperti biasa. Hanya saja, yang saat ini Kael makan bukanlah sandwich pada umumnya. Ia memakan kenangan lama yang sangat ia rindukan, serta cinta yang tak seharusnya hadir pada gadis yang ia jadikan sebagai alat.
Setelah menghabiskan sandwich itu, ia membuka satu kotak bekal lagi. Kotak yang belum terbuka sejak Elika mengeluarkannya dari dalam tas.
Kael menghela nafas saat melihat isi kotak bekal itu. Spaghetti aglio olio.
"Kau ... gadis yang istimewa, Elika."
...❤︎...
Terdengar suara ketukan pintu. Sesaat kemudian, daun pintu bergerak pelan. Logan hadir seperti biasa. Tenang dan tanpa suara.
Kael terlihat sedang menuangkan wine ke dalam gelas kaca yang ada di meja kerjanya. Ia sedang bersandar di kursi, dengan tiga kancing kemeja yang terbuka. Rambutnya berantakan dengan ekspresi wajah yang kacau.
Kael mengangkat gelas tadi ke arah Logan.
Logan tahu, saat ini Kael sedang tidak baik-baik saja. Ia pun mendekat dan mengambil gelas yang disodorkan Kael padanya.
"Aku kalah, Logan." Suara Kael terdengar serak dan tak berdaya. Ia mengambil gelas miliknya dan meneguk sedikit anggur yang ada di dalamnya. Lalu, ia terkekeh pelan. Suara yang sarat akan ejekan.
"Kau jatuh hati pada gadis itu?" Logan melangkah maju ke belakang kursi Kael. Ada jendela yang terbuka dengan pemandangan taman rumah yang besar itu.
Semilir angin sore masuk dan mengajak rambut kuning Logan menari.
Pria rambut kuning dengan mata biru itu menatap lurus ke arah luar jendela.
"Bagaimana kau tahu?" kekeh Kael pelan.
"Ck!" Logan berdecak. Pria rambut kuning itu memutar pelan gelas yang sedang ia pegang. Lalu menyeruput sedikit anggur merah di dalam gelasnya. "Kau itu sahabatku sejak kita di panti asuhan, Kael."
Kael tertawa. Tawa yang sarat akan kekalahan dan ketidakberdayaan.
"Saat kau lengah, ingat lagi. Seperti apa kematian tragis orangtuamu." Logan menegak habis anggur di gelasnya. Lalu ia melangkah maju, berdiri di depan meja Kael.
"Jangan lupa—" Logan meletakkan gelas kosongnya di atas meja Kael. "—kau bahkan belum sempat bertemu dengan adik yang kau tunggu-tunggu."
Logan menekan kedua tangannya ke sisi meja. Menatap Kael dengan kesadaran penuh. Sebagai seorang sahabat, bukan seorang ajudan. "Jika kau kalah, bajingan itu akan menua dengan bahagia."
"Saat kau menderita, keluarga Conner Pierce sedang bahagia. Mereka tak pernah ingat, bahwa mereka pernah menghancurkan masa kecil seorang anak laki-laki yang tak berdosa," imbuhnya dalam dan sangat menusuk.
...❤︎...
"Sayang!" sapa Emma, wanita paruh baya yang terlihat masih muda di usianya yang sudah tak lagi muda. Wanita itu mendekat ke arah putri kesayangannya. Ia memeluk Elika dengan sangat erat. "I miss you."
"Miss you too, Ma." Elika balik memeluk Emma dengan sangat erat.
"Papa juga kangen sama putri Papa yang cantik ini." Suara seorang pria paruh baya mengusik kemesraan Elika dan Emma.
Pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih itu memeluk anak dan istrinya dalam satu dekapan. "Papa dan Mama bawa sesuatu buat kamu."
Conner mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak kecil berwarna biru tua. Ia menyerahkannya pada Elika.
"Untuk putri Papa yang cantik."
Saat tiga orang itu sedang tertawa bahagia, di sudut ruang kerja yang sepi, Kael menatap layar laptopnya dengan seksama. Logan berhasil meretas cctv yang ada di kediaman Pierce.
"Kau masih bisa tertawa setelah membunuh orangtuaku Conner?"
Kael melempar gelas kaca yang ia pegang sejak tadi. Ia semakin marah saat melihat Elika tertawa. Padahal, kemaren ia meninggalkan gadis itu dan sudah membuat gadis itu terluka. Seharusnya, bukan itu ekspresi yang ia harapkan.
"Ck! Ternyata kau sama saja dengan orangtuamu, Elika."
...❤︎...
Usai menerima kalung dari Conner, Elika kembali ke kamarnya. Wajah cerianya di depan Emma dan Conner langsung berubah menjadi tak bersemangat. Ia menatap layar ponselnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
"Tak biasanya dia terlambat," batin Elika gelisah.
Gadis dengan dress putih se paha itu terlihat jalan berputar-putar di depan meja belajarnya. Ia ragu, apakah ia harus mengirim pesan atau menghubungi Julian?
Tak lama kemudian, ada sebuah pesan masuk dari sosok yang ia tunggu-tunggu.
^^^"Jangan tunggu aku. Hari ini aku tidak hadir."^^^
^^^"Kerjakan soal yang aku kirimkan. Besok aku akan memeriksanya."^^^
Elika langsung menghempaskan badannya ke atas ranjang. Ia memeluk bantal empuk itu dan menenggelamkan wajahnya. Perasaannya berkecamuk, bercampur aduk. Ia tak tahu, apakah Julian merasakan hal yang sama? Tapi saat ini ... ia merindukan sentuhan hangat pria itu. Ciumannya, pelukannya dan ... kebuasannya.
Elika mengambil ponselnya.
"Kau yang membuatku seperti ini, Julian! Satu-satunya pria yang menolakku!" gerutu Elika sambil jarinya sibuk menyentuh layar ponsel.
Lalu ia memotret bibirnya sendiri dan mengirimkan sebuah pesan singkat pada Julian.
"Bibir ini merindukanmu."
Elika kembali memotret bagian dadanya yang menampakkan sedikit belahan.
"Dada ini membutuhkanmu."
Lalu yang terakhir, gadis itu memotret pahanya yang mulus dan putih.
"Dan ini ... apa aku harus melebarkannya? Lalu mengirimkan gambar isi di tengahnya agar kau percaya kalau aku merindukanmu?"
Beberapa detik kemudian, ponsel Elika berbunyi. Julian yang menghubunginya. Tanpa berlama-lama, ia langsung mengangkat panggilan itu.
^^^"Apa yang kau lakukan?"^^^
"Menggodamu." Elika menjawab ucapan Julian dengan singkat dan berani.
^^^"Jangan kekanakan. Pergi belajar dan—"^^^
"Lebih baik aku menjadi kekanakan. Buktinya, kau menghubungiku sekarang."
^^^"Elika. Aku sedang tidak bercanda."^^^
"Aku tidak bercanda Mr Julian Dreyson. Aku begini karena kau."
^^^"Sudahlah. Aku akan mengakhiri panggilan i—"^^^
"Okay. Aku akan mengirimkan foto terakhir."
Terdengar suara helaan nafas Julian. Sepertinya ia mendadak pusing dengan kegilaan Elika yang tak ia sangka-sangka. Gadis manis nan terlihat polos, ternyata licik dan keras kepala.
^^^"Apa maumu, Elika?"^^^
"Kau."
^^^"Aku?"^^^
"Ya. Aku mau kau. Jiwa dan ragamu, harus menjadi milikku."
^^^"Bagaimana kalau orangtuamu menolak?"^^^
"Mereka harus menerima."
^^^"Kalau mereka—"^^^
"Aku tidak peduli. Kau harus menjadi milikku seorang."
...❤︎❤︎❤︎...
...To be continued .......
But love can also be a disaster due to the hatred and resentment that lingers....
Lagian ku merasa hidup lu ga pantas utk bersanding dengan Kael bukan..
ditambah finansial orangtua lu udh ga menunjang utk hidup hadon, pergi jauh-jauh..
support dr anak satu-satunya akan lebih dibutuhkan untuk orangtuamu..
Dan tinggalkan Kael dengan seribu penyesalan terdalam karena terlalu sibuk dengan mendendam.
Indeed Love and hate have equal emotional intensity, but opposite directions, and one can swiftly turn into the other with betrayal or heartbreak