Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?
Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Malam pesta
Aula hotel bintang lima malam itu gemerlap oleh ribuan lampu kristal. Kilau emas dan putih mendominasi ruangan, dinding-dindingnya dihiasi bunga segar yang mahal, aroma mawar dan anggrek memenuhi udara. Di tengah ruangan, sebuah pelaminan megah berdiri, dengan Ardian dan Shila duduk bersanding.
Para tamu, pejabat tinggi, pengusaha kelas kakap, dan konglomerat berdiri berkelompok, berbincang dengan suara tertahan namun penuh arti. Suara gesekan gelas sampanye, denting piano, dan tawa kecil membentuk irama pesta.
“Selamat untuk pernikahannya, Tuan Ardian, Nona Shila,” ucap seorang pengusaha berjas abu-abu. Dia menyalami Ardian dengan mantap, lalu menoleh ke Shila sambil tersenyum penuh penghormatan.
“Tak kusangka bisa bertemu langsung dengan nona muda keluarga Arummuda … sebuah kehormatan.”
Ucapan itu disambut anggukan kecil dari Shila. Senyum yang ia tampilkan begitu anggun, seolah ia memang terlahir sebagai pewaris Arummuda. Ardian, yang berdiri di sampingnya, merasa bangga sekaligus tenang. Ia percaya sepenuhnya pada identitas yang Shila klaim.
Bisikan-bisikan kecil terus terdengar dari kelompok tamu lainnya.
“Benarkah itu nona muda Arummuda?”
“Ya, kalau tidak, mana mungkin pesta ini sebesar ini …”
“Tyan Ardian beruntung sekali, ia kini menantu keluarga kaya.”
"Dengar-dengar, Tuan Ardian pernah menikah sekali," bisik yang lain.
"Benarkah? Berarti Nona Shila istri kedua?" bisikan itu sampai ke telinga Shila dan Ardian tetapi keduanya terlihat tak terganggu sama sekali.
Shila menegakkan punggungnya, menikmati setiap lirikan hormat itu. Namun di balik senyumannya, ada ketegangan yang ia sembunyikan rapat. Hening sesaat menyelimuti ruangan, ketika pintu besar aula terbuka perlahan. Semua kepala menoleh dan seseorang melangkah masuk.
Gaun malamnya berwarna merah marun dengan kilau halus, menempel sempurna di tubuhnya. Rambut panjangnya disanggul anggun, hanya beberapa helai jatuh membingkai wajahnya. Setiap langkahnya diiringi bunyi sepatu hak tinggi yang menusuk keheningan dan seperti magnet, semua mata menatapnya.
“Bukankah itu … Arunika?” bisik seorang wanita sosialita sambil menutup mulutnya dengan kipas lipat.
“Ya, pasangan Tuan Rafael Pentronas itu …”
“Tapi kenapa dia datang sendiri?”
“Jangan-jangan … dia sudah dicampakkan oleh Tuan Rafael?”
Bisikan itu beredar cepat, bagaikan api kecil yang merambat di padang kering. Arunika tersenyum tipis, seolah tak peduli dengan bisikan tajam yang menusuk telinganya. Tatapannya lurus ke arah Ardian dan Shila. Ada kilatan yang sulit diartikan di matanya antara ejekan, amarah, dan permainan baru.
Ardian sempat terdiam melihatnya. Shila di sisi Ardian menggenggam tangannya erat, senyumannya kaku.
'Untuk apa dia datang?' gumam Ardian dalam hatinya.
Oke, aku lanjutkan dengan versi revisi sesuai arahanmu—penuh drama, emosional, dan menggantung di akhir agar tegangannya semakin terasa.
“Selamat atas pernikahan kalian.” Suara Arunika terdengar tenang namun menusuk, bibirnya tersungging senyum samar saat ia berdiri di depan Ardian dan Shila.
Namun, Shila langsung menepis ucapan itu dengan tawa kecil yang terdengar menusuk telinga.
“Ucapan selamatmu tak diperlukan di sini. Kehadiranmu pun … sebenarnya tak kami harapkan.”
Arunika menegakkan punggung, tatapannya dingin.
“Aku mendapat undangan ini.” Ia mengangkat selembar kertas merah muda dari tas kecilnya. “Bukankah kau sendiri yang mengundang keluarga Arummuda? Makanya aku datang … sebagai bagian dari keluarga itu.”
Bisikan tamu mulai terdengar lagi.
“Keluarga Arummuda?”
“Apa maksudnya?”
Shila menoleh, sinis dan dalam hatinya berbisik, 'tidak mungkin! Bertahun-tahun nona muda keluarga itu tak pernah muncul di publik, bagaimana mungkin perempuan ini mengaku-ngaku?'
“Berhentilah berpura-pura, Arunika.” Suara Shila terdengar tegas, penuh ejekan. “Kau pikir mudah menyamar menjadi nona muda Arummuda? Identitas itu milikku. Kau tak lebih dari seorang wanita desa … pedagang buah, yang bahkan sudah dicampakkan suamimu, kini kau juga dicampakkan pria yang pernah membelamu,"
Shila menajamkan tatapannya, lalu menambahkan dengan nada yang lebih pedih, menusuk jantung Arunika.
“Alasan kau dicampakkan, karena kau mandul bukan? Bagaimana bisa kau bandingkan dirimu denganku, Shila, nona dari keluarga Arummuda yang terhormat?”
Tamu-tamu sontak bergemuruh. Suara lirih berdesir dari segala penjuru aula.
“Mandul?”
“Benarkah dia pedagang buah?”
“Dia pasti berbohong …”
Beberapa tamu, yang mulanya kagum pada keanggunan Arunika, kini menatapnya dengan sinis.
“Kalau benar kau nona Arummuda … buktikan!” seru salah seorang tamu senior, suaranya lantang.
Arunika terdiam sejenak, tatapannya tajam namun terhenti, seolah menahan sesuatu. Shila tersenyum puas, lalu mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah benda kecil berkilau, stempel berukir lambang keluarga Arummuda.
“Bukti itu ada padaku. Stempel keluarga ini. Dan hanya yang asli yang bisa memilikinya.”
Mata Arunika membelalak. 'Itu … milik Ayah. Bagaimana mungkin ada di tangan Shila?!'
Tanpa pikir panjang, Arunika maju, hendak meraih stempel itu. Namun Shila dengan gesit menghindar, dan Ardian langsung berdiri, mendorong tubuh Arunika menjauh.
“Jangan membuat keributan di acara ini!” sergahnya.
Gaun Arunika hampir terhempas ke lantai, tapi ia menahan diri, kembali berdiri dengan sorot mata membara.
“Aku memang Nona Arummuda yang asli. Kalian semua akan tahu … cepat atau lambat.”
Suasana menegang, tamu-tamu makin gaduh, sebagian berbisik, sebagian terang-terangan menghakimi. Tiba-tiba, suara langkah berat bergema di pintu aula, semua kepala serentak menoleh. Zhilo muncul, tegap dalam setelan hitam, wajahnya dingin. Di sampingnya berjalan Archilo, putranya, dengan senyum tipis penuh misteri.
Geger di antara tamu semakin menjadi.
“Itu … Tuan Zhilo.”
“Adik Tuan Roman, paman dari nona muda Arummuda …”
“Dia pasti tahu kebenarannya. Mari kita lihat, siapa yang sebenarnya keponakan asli itu …”
Arunika menahan napas, hatinya berdegup keras. 'Ya … akhirnya semua orang akan tahu kebenaran. Akulah Nona muda itu,' Arunika tersenyum sembari melirik Shila, tetapi wanita ini terlihat tak getir sedikitpun dengan kedatangan Zhilo.
Arunika terlihat akan menang setelah itu. Namun, langkah Zhilo tak pernah mengarah padanya. Justru pria itu meraih tangan Shila dan menggenggamnya erat, sebelum menunduk memberi selamat. Zhilo melewati Arunika begitu saja.
“Selamat, keponakanku,” ucap Zhilo lantang, dengan senyum tipis yang menusuk dada Arunika.
Seluruh aula sontak bergemuruh.
“Jadi benar … Shila adalah nona Arummuda!”
“Tak kusangka … aku kira wanita itu yang asli …”
Arunika terperangah, kedua matanya membelalak tak percaya.
“Paman! Aku Arunika! Aku keponakanmu, darah Arummuda yang asli!” serunya lantang, suaranya bergetar antara marah dan putus asa.
Zhilo berbalik menatapnya dengan pandangan dingin. Senyum sinis menghiasi wajahnya. “Lancang sekali kau, Arunika.”
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Suara itu menggema ke seluruh aula, membuat para tamu terperanjat.
“Kau berani merebut identitas Shila, nona muda Arummuda, demi kepentinganmu sendiri? Tak tahu malu!” hina Zhilo, nadanya menusuk seperti belati. Arunika terhuyung ke samping, pipinya memerah. Air matanya menggenang, tapi ia menahan agar tidak jatuh. Ia berdiri dengan kepala tegak meski tubuhnya gemetar hebat.
“Paman … mengapa? Aku … darah Arummuda yang asli!” suaranya lirih, hampir tenggelam dalam hiruk pikuk tamu yang kini mulai menghujat.
Di sisi lain kota, Rafael baru saja keluar dari ruang rapat gelap bersama para mafia ketika Marco mendekat dengan wajah cemas.
“Tuan … apa Anda akan berangkat ke pesta pernikahan Tuan Ardian dan Nona Shila?” tanya Marco hati-hati.
“Tak penting ... cukup kirimkan hadiah. Aku tak punya waktu untuk pesta murahan itu.”
Marco menelan ludah, lalu berbisik, “Tapi … Nyonya Arunika ada di sana.”
Sejenak, Rafael menghentikan gerakannya. Tatapan matanya berubah tajam dan menjadi dingin.
“Siapkan mobil.”
Sementara itu, di aula pesta, situasi semakin memanas. Rohani, berdiri dengan air mata pura-pura berlinang. Tangannya menggenggam erat lengan menantunya, Shila, seolah ingin melindunginya.
“Dulu … Arunika memang menantuku,” ucap Rohani lirih, dengan nada yang penuh kepura-puraan.
“Tapi Ardian menceraikannya … karena ia berselingkuh dengan pria dari kelas atas. Rafael, mafia terkenal itu. Betapa malangnya anakku … dikhianati istrinya sendiri.”
Para tamu terperanjat, sebagian menggelengkan kepala dengan nada menghina.
“Jadi benar … perempuan itu tak tahu diri.”
“Sudah miskin, mandul, selingkuh pula …”
Arunika merasakan dunia runtuh di sekelilingnya. Kata-kata mereka menusuk lebih tajam daripada tamparan Zhilo. Tubuhnya bergetar, jantungnya berdetak keras, hingga akhirnya ia berteriak.
“Bohong! Semua itu kebohongan!”
Suara lantang Arunika menggema, membuat seluruh aula terdiam seketika. Semua mata kini kembali menatapnya.
“Justru Shila lah yang berselingkuh dengan Ardian saat aku masih sah menjadi istrinya! Dia yang merebut rumah tanggaku! Mama, tau itu kan?!" sentak Arunika mencengkram kuat lengan ibu mertuanya.
"Lepaskan tangan ibuku!" Ardian menarik paksa tangan Arunika dari lengan ibunya.
Arunika berdiri dengan tubuh gemetar, wajahnya masih memerah karena tamparan pamannya. Suaranya serak ketika ia membela diri, “Mereka lah yang berselingkuh! Aku yang dikhianati, bukan sebaliknya! Dan bukan aku yang mandul tapi pria itu!" Arunika menunjuk tepat di wajah Ardian. Sontak pernyataan itu membuat Ardian terperanjat. Bagaimana tidak saat ini Shila tengah mengandung anaknya.
“Perempuan murahan! Kau berani membuat keributan di pesta suciku?!” teriak Ardian lantang. Para tamu menahan napas, beberapa bahkan menutup mulut menunggu tamparan itu jatuh.
"Ah, Mas Ardian ... lebih lembut. Kalau Aru tau kita ada di hotel ini berdua ... apa yang akan kamu jelaskan padanya nanti?"
Tangan Ardian yang semula terangkat untuk melayangkan pada Arunika kini diturunkannya pelan dengan wajah terkejut serta pucat. Suara dari layar besar di aula itu terdengar begitu nyaring dan jelas, semua mata terarah ke sana. Bukan foto prewedding atau slide kenangan yang muncul, melainkan rekaman buram di sebuah kamar hotel.
"Aku capek disembunyikan! Berapa lama lagi aku harus menunggu kamu menceraikan istrimu?"
Suara pria dalam video terdengar lirih, namun cukup jelas untuk membuat ruangan hening.
"Sabar sedikit lagi... semua akan beres, aku janji. Kamu tahu aku cuma mencintaimu."
Wanita itu kembali menimpali dengan nada keras, "Janji? Sampai kapan? Aku juga punya hak atasmu!"
Beberapa tamu menutup mulut, tak percaya dengan apa yang mereka lihat dan dengar. Shila, nampak terkejut pandangannya langsung beralih pada Arunika, dia berjalan cepat dan berusaha menyerang Arunika.
"Kau! Ini semua pasti ulahmu! Dasar jalang!" ketika Shila melangkah untuk menyerang Arunika, sosok lain muncul di depan pintu.
"Siapa yang kau sebut jalang?"
Salam sehat ttp semangat... 💪💪😘😘
Salam kenal Thor.. 🙏🏻
mikir nihh