Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
Menyesal bicara menghakimi, Natasha gelagapan, bingung mengatasi kepedihan hati cowok yang tersiksa menanggung kepahitan.
"G-gue mi–minta maaf," terbata Natasha lalu memeluk Sangga walau tidak diminta.
"Jadi ini, alasan dibalik ikat pinggang?" sindir Kevin menatap miris pemandangan di dalam kamar mandi.
Natasha meluruskan pandangan, menemukan Kevin geleng-geleng di ambang pintu.
"Ini enggak seperti-" klarifikasi Natasha terhenti saat pelukannya susah dilepas.
"Sangga, lepasin gue!" panik Natasha.
Tangan melingkari pinggang Natasha makin erat terkunci, Kevin melengos pergi teramat sakit hati melihat gadis disukainya, berpelukan.
"Vin, ini salah paham! Gue bisa jelasin, jangan pergi!" teriak Natasha.
"Sorry."
Sangga melonggarkan pelukan, mengecup singkat hidung Natasha, setelahnya keluar pergi.
*
"Pak, kenapa saya dipanggil ke ruang BK? Apa salah saya?" cemas Natasha.
"Seorang siswa memberi laporan kepada saya atas nama kamu dan Sangga. Kalian ditemukan berduaan di kamar mandi," jawab guru olahraga.
"Saya dan Sangga terjebak di sana tanpa sengaja, tolong jangan seret saya ke ruang konseling," mohon Natasha meminta belas kasihan.
"Saya tidak ingin mendengar pembelaan apapun dari kamu, jelaskan pada guru pembimbing yang akan mengadili," usir Pak Sudif.
"Tapi Pak," melas Natasha.
Pria tinggi bersetelan olahraga menggeleng, menolak permintaan bantuan anak didik bermasalahnya.
Berat hati, Natasha melangkah sedih meninggalkan lapangan di jam 08:30, diiringi sorakan dari sebagian teman-temannya yang tidak suka kepadanya.
Gibran mengepalkan tangan, memendam kemarahan untuk peristiwa kedua kali mengecewakan hati dibuat Natasha.
Adara dan Alleta? Saling menggenggam tangan erat-erat, takut di panggil ke ruang BK tuk dijadikan saksi mata. Bagaimanapun, pelaku menjebak Natasha adalah Adara, dan Alleta mengetahuinya.
"Sebelah sini!"
Natasha mengedarkan mata mencari orang barusan menyerukan panggilan.
"Cepetan lari!"
Natasha mendapati Sangga melambai tangan di tengah-tengah lorong.
"Gue nyesel ngobrol lama bareng Lo, imbasnya di panggil ke ruang BK!" sesal Natasha.
"Ngapain nyesel udah terjadi juga, meratapi apa yang udah berlalu tetap aja waktu enggak bisa diputar," balas Sangga bersisian melangkah menaiki undakan tangga.
"Gue tinggal di asrama belum ada setahun, tapi kenapa masalah silih berganti menerpa, biang keladinya kenal sama Lo, jalan hidup gue jadi banyak durinya, dilalui sakit, di langkahi susah, maju kena mundur kena, serba salah!" rutuk Natasha.
"Siapa suruh kenal gue," acuh Sangga.
"Lo amnesia? Pertama kali gue pindah ke sini, Lo duluan mepet gue ajak kenalan, dan sekarang Lo menyudutkan gue atas semua kekacauan udah terjadi," kesal Natasha mendorong punggung Sangga agar cepat meniti tangga.
"Lo kalau ada masalah suka ngomong jadi enggak nyambung? Syaraf kepala Lo mendadak korslet? Mau gue benerin biar normal kembali?" canda Sangga tidak memberontak didorong-dorong.
"Lo yang enggak nyambung!" pungkas Natasha.
Aura ruang BK mencekam tegang, dengan posisi saling rindengan menghadap bapak berkumis, Sangga menggenggam tangan dingin Natasha di bawah meja.
"Saksi mengatakan, kalian berdua hilang bersamaan di jam pelajaran olahraga, teman-teman kalian mencari di gedung tempat ganti, menggeledah semua kamar mandi dan tidak menemukan apapun. Tapi kemudian, kalian kepergok di kamar mandi tersebut dalam keadaan cukup berantakan, kalian melakukan sesuatu di luar nikah?"
"Enggak Pak! Kita sama sekali enggak berbuat apa-apa, kita kejebak di sana tanpa sengaja!" sahut Natasha mengulang penjelasan kesekian, bedanya kali ini bicara pada orang penentu sanksi yang berkuasa atas pelaku pelanggaran.
"Kita korban kesalahpahaman, kita dikunci orang lain, Pak," tambah Sangga.
"Lalu saat teman-teman kalian mencari, kalian ada di mana? Kenapa kalian tidak di temukan saat itu juga?" tembak Pak Guru.
Skak-!
Natasha menahan tangis, intimidasi pria di seberangnya laksana peluru menembus jantung.
"Natasha, apa enggak sebaiknya kita cukup mengelak?" bisik Sangga.
"Lo mau akui tuduhan miring enggak berdasar menimpa kita mesti kita enggak melakukannya!" emosi Natasha.
"Kita emang melakukannya, kan? Kenapa harus takut mengakui kesalahan kalau kita leluasa saat berbuat?" sahut Sangga.
"Lo bicara apa, kenapa jadi ngawur! Bantu gue jelasin ke Pak guru kalau diantara kita enggak terjadi apapun!"
"Harap tenang!" tegur Pak Guru menepuk meja.
"Sangga, beri saya keterangan."
"Kejadiannya begini Pak ..."
Sangga membocorkan rahasia nyaris disembunyikannya dari semua orang, saat terjebak di kamar mandi bersama Natasha hingga tamat cerita.
"Sungguh fatal, hukuman tepat bagi kalian adalah menikah untuk menutup aib supaya diantara kalian tidak ada yang berani mendekati murid lain di asrama, selain itu kalian harus membersihkan gedung-gedung selama enam bulan," putus sang Guru.
"Menikah! Hukuman macam apa itu, Pak!Selaku murid, kita enggak melanggar aturan senekat itu, dan Bapak tahu itu, kenapa hukumannya di luar sanksi! Saya menolak, saya enggak mau nikah, saya suka rela di hukum bersihin asrama selama satu dekade dibanding nikah muda!" protes Natasha.
"Saya keberatan nikah, seantero asrama akan tau berita mengejutkan ini dan mereka akan mengusir kita secara kasar, perjalanan saya masih panjang Pak, cita-cita saya belum tercapai enggak mungkin saya mengubur semua impian demi menikahi anak orang," bantah Sangga.
"Ganti hukumannya Pak, saya mohon!" pinta Natasha.
"Hukuman tidak akan digugat. Pernikahan adalah hukuman jera untuk pelaku pencemar nama baik asrama. Setelah kalian menikah private yang dilaksanakan di luar asrama, kalian boleh memutuskan tetap tinggal di sini melanjutkan sekolah sambil merahasiakan status kalian sebagai suami, istri, hingga kenaikan kelas ajaran tahun depan, dengan syarat terikat hubungan namun tidak boleh tidur seranjang atau memilih putus sekolah sebelum menerima ijazah," tegas Guru killer.
"Saya belum siap nikah!" rajuk Natasha.
"Pasti ada jalan tengah selain harus menikah, Pak?" tanya Sangga.
"Nak, saya memahami segenap keresahan di hati kalian. Tentang asa dan impian, saya tau kalian belum meraih cita-cita, saya menyarankan kalian menikah sembunyi-sembunyi agar nama asrama tidak memburuk di kalangan generasi luar akan hadir berikutnya, kasus seperti ini langka saya tangani, kamu tahu sekolah asrama ini menjunjung nama baik?"
"Kalau kita nikah, apa Bapak menjamin status saya dan Sangga tidak terendus penghuni asrama?" jengah Natasha kehabisan rasa sabar.
Guru di depannya mengangguk mantap. "Saya bisa menjamin dengan catatan masing-masing kalian tidak membongkar rahasia ini kepada siapapun, diluar apa yang saya katakan, kalian tanggung sendiri akibatnya."