NovelToon NovelToon
Pemburu Para Dewa

Pemburu Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir / Harem / Elf
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ex_yu

Mati sebelum kematian, itulah yang dirasakan oleh Jeno Urias, pria usia 43 tahun yang sudah lelah dengan hidupnya. keinginannya hanya satu, mati secara normal dan menyatu dengan semesta.

Namun, Sang Pencipta tidak menghendakinya, jiwa Jeno Urias ditarik, dipindahkan ke dunia lain, Dunia Atherion, dunia yang hanya mengenal kekuatan sihir dan pedang. Dunia kekacauan yang menjadi ladang arogansi para dewa.

Kehadiran Jeno Urias untuk meledakkan kepala para dewa cahaya dan kegelapan. Namun, apakah Jeno Urias sebagai manusia biasa mampu melakukannya? Menentang kekuasaan dan kekuatan para dewa adalah hal yang MUSTAHIL bagi manusia seperti Jeno.

Tapi, Sang Pencipta menghendaki Jeno sebagai sosok legenda di masa depan. Ia mendapatkan berkah sistem yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Perjalanan panjang Jeno pun dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ex_yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9. Amelia Silverleaf, Penyihir Agung Tingkat 3.

Bab 09. Penyihir Agung Tingkat 3, Amelia Silverleaf.

Rumah-rumah penduduk dan toko yang menjulang tinggi di sepanjang jalan menuju Gedung Serikat Petualang. Langit mulai berubah warna, dari biru cerah menjadi gradasi emas yang mempesona. Namun, keindahan alam tidak mampu mengalihkan perhatian dari suara gemuruh yang menggelegar dari perut Jeno, suara yang mengingatkan semua orang akan betapa kerasnya pertempuran yang baru saja mereka lalui.

"Astaga, Kak Jeno!" Rinka tertawa sambil menutupi mulutnya dengan tangan. "Perutmu bersuara seperti naga yang sedang marah!"

Bahkan Justus, yang biasanya serius dan berwibawa, tidak bisa menahan tawa. "Sepertinya kita harus mencari makanan sebelum perut anak ini benar-benar memberontak."

Jeno menghela napas panjang, wajahnya memerah karena malu. "Maafkan aku, teman-teman. Sejak subuh tadi, aku belum sempat menyentuh makanan apapun. Pertama berhadapan dengan Troll yang menyeramkan, kemudian Rinka dengan antusiasmenya yang menggebu-gebu menyeretku untuk menghadapi gerombolan goblin. Tubuhku sudah seperti kandang kosong yang berteriak minta diisi."

Mata Jeno tertuju pada sebuah lapak sederhana di pinggir jalan. Asap putih mengepul dari tungku kayu, membawa aroma ayam panggang yang menggugah selera. Bumbu rempah-rempah yang tercium dari kejauhan membuat perutnya semakin keras meraung, seakan menuntut haknya untuk segera diisi.

Doru, gadis Beastkin Darewolf yang memiliki hati selembut kulitnya, memperhatikan tatapan penuh kerinduan Jeno. Telinganya yang runcing bergerak-gerak menunjukkan kepekaan indranya terhadap penderitaan teman barunya. Tanpa berkata-kata, dia berjalan menuju lapak ayam panggang.

"Paman, berikan satu potong ayam panggang terbaik yang ada," kata Doru sambil menyerahkan beberapa keping perak.

Pedagang tua itu tersenyum ramah. "Untuk gadis sebaik dirimu, aku akan berikan yang terbaik, Nona Doru."

Setelah mendapat ayam panggang yang masih mengepulkan asap hangat, Doru kembali kepada Jeno. "Ini untukmu," katanya dengan senyum yang tulus. "Anggap saja sebagai ungkapan rasa terima kasihku karena telah menyelamatkan kami dari Troll tadi. Tanpa keberanianmu, mungkin kami sudah menjadi santapan monster itu."

Jeno menatap ayam panggang di tangannya, kemudian menatap Doru dengan mata berbinar. "Terima kasih, Doru! Kau benar-benar malaikat yang turun dari langit."

Tanpa menunggu lebih lama, Jeno mulai melahap ayam panggang dengan nafsu yang luar biasa. Setiap gigitan seakan memberikan kekuatan baru pada tubuhnya yang lelah. Rinka, Justus, dan teman-teman lainnya tertawa melihat cara makan Jeno yang begitu rakus namun menggemaskan.

"Hei, Jeno," Justus berkata sambil berjalan di samping anak muda itu. "Karena kau mengaku berasal dari dusun terpencil, mungkin kau belum tahu banyak tentang dunia Atherion ini. Biarkan aku ceritakan sedikit tentang Kota Velden."

Jeno mengangguk sambil terus mengunyah, matanya penuh rasa ingin tahu.

"Kota Velden memang terpencil, jauh dari gemerlap kerajaan manapun. Namun, jangan salah sangka. Keterasingan geografis justru menjadi daya tarik tersendiri bagi para petualang sejati." Justus menunjuk ke arah pegunungan yang menjulang tinggi di kejauhan. "Di sana, terhampar Pegunungan Pemangku Dunia, di mana konon katanya para dewa konon pernah berpijak. Dan di bawahnya, tersembunyi dungeon yang menyimpan harta karun dan rahasia kuno."

"Kedua tempat itu," lanjut Justus dengan nada yang lebih serius, "adalah surga bagi para petualang yang mencari kekayaan dan peningkatan kekuatan. Tapi juga neraka bagi mereka yang tidak siap menghadapi bahayanya."

--------

Gedung Serikat Petualang Velden berdiri megah di tengah kota, seakan menantang anggapan bahwa kota ini adalah tempat yang terlupakan. Arsitektur bangunan menggabungkan unsur klasik dan modern, dengan pilar-pilar marmer yang menjulang tinggi dihiasi ukiran naga dan phoenix. Jendela-jendela kaca patri memantulkan cahaya matahari sore, menciptakan pola warna-warni yang menari di lantai lobi.

Namun, bagi Jeno, kemegahan ini terasa biasa saja. Matanya yang telah melewati masa lalu, melihat keajaiban sistem, dan kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya, tidak mudah terkesan oleh kemewahan fisik semata.

"Rinka," kata Justus sambil menepuk pundak gadis berambut merah itu. "Bisakah kau membantu Jeno mengisi formulir pendaftaran? Aku ada urusan penting di lantai atas yang tidak bisa ditunda."

Rinka mengangguk antusias. "Tentu saja! Ayo, Jeno, kita ke meja resepsionis."

Saat mereka berjalan melintasi lobi, bisikan-bisikan mulai terdengar dari para petualang yang juga terlibat dalam pertempuran melawan goblin tadi. Mata mereka penuh kekaguman dan rasa ingin tahu terhadap sosok misterius yang telah menunjukkan kekuatan luar biasa.

"Itu dia... pemuda yang melawan tiga Bugbear sendirian..."

"Kekuatannya luar biasa, tapi dia terlihat sangat muda..."

"Siapa sebenarnya dia? Dari mana asalnya?"

Bisikan-bisikan itu mencapai telinga Jeno, membuatnya semakin sadar bahwa identitasnya mulai menjadi perhatian. Dia harus berhati-hati agar tidak membangkitkan kecurigaan yang lebih besar.

Di meja resepsionis, seorang wanita muda berusia sekitar 20 tahun menyambut mereka dengan senyum yang ramah. Rambutnya yang berwarna coklat madu ditata rapi, dan mata hijaunya memancarkan kehangatan yang tulus. Namanya tertulis di papan nama: Calista.

"Selamat sore, Rinka," sapa Calista dengan akrab. "Dan kau pasti Jeno yang telah menjadi pembicaraan satu kota hari ini. Namaku Calista, senang bertemu denganmu."

Jeno sedikit terkejut dengan sambutan yang begitu hangat. "Eh, senang bertemu denganmu juga, Calista. Tapi... pembicaraan satu kota?"

Calista tertawa ringan. "Berita tentang seseorang yang bisa mengalahkan Troll, Bugbear, dan memimpin serangan terhadap goblin tersebar dengan sangat cepat di kota kecil seperti ini. Tapi jangan khawatir, itu bukan hal yang buruk. Malah sebaliknya, kau sudah dianggap sebagai pahlawan."

"Aku ingin mendaftar sebagai petualang," kata Jeno sambil berusaha mengalihkan pembicaraan dari topik yang membuatnya tidak nyaman.

"Tentu saja! Ini formulir pendaftarannya." Calista memberikan selembar kertas yang berisi berbagai kolom yang harus diisi. "Silakan isi dengan lengkap dan jangan lupa untuk menandatanganinya di bagian bawah."

Jeno mengambil formulir dan mulai mengisinya dengan hati-hati. Setiap kolom yang dia isi adalah kebohongan yang telah dia persiapkan: asal daerah, latar belakang keluarga. Hanya namanya yang asli. Semua dirancang untuk menyembunyikan identitas aslinya sebagai manusia yang datang dari dunia lain.

Setelah selesai mengisi formulir, Jeno menyerahkannya kembali kepada Calista. Wanita itu membaca dengan seksama, sesekali mengangguk, kemudian tersenyum.

"Proses pendaftaran membutuhkan waktu sekitar 30 menit," kata Calista. "Ketua Justus sudah menunggumu di lantai tiga. Silakan mengikutiku."

-------

Mereka menaiki tangga marmer yang elegan menuju lantai tiga. Setiap langkah terasa berat bagi Jeno, bukan karena kelelahan fisik, tapi karena perasaan cemas yang mulai menguasai hatinya. Ada sesuatu yang tidak biasa tentang pertemuan yang terlalu formal untuk sekadar pendaftaran petualang biasa.

Ruang kerja Ketua Serikat Petualang berbeda dari yang Jeno bayangkan. Ini bukan sekadar kantor, tapi lebih seperti perpustakaan pribadi seorang sarjana. Rak-rak buku menjulang tinggi hingga langit-langit, berisi koleksi grimoire, kitab sejarah, dan manuskrip kuno. Di sudut ruangan, sebuah peta besar benua Atherion terpampang di dinding, dengan berbagai tanda yang menunjukkan lokasi dungeon dan wilayah berbahaya.

Justus berdiri di dekat meja kerjanya yang terbuat dari kayu oak yang sudah berusia ratusan tahun. Tapi yang membuat Jeno terkejut adalah kehadiran seorang wanita lain di ruangan tersebut. Sosok yang begitu menawan dan seksi, namun sekaligus memancarkan aura kekuatan yang mengintimidasi.

Jeno secara refleks mengaktifkan Mata Dewa Penilai untuk memeriksa identitas wanita tersebut.

[Sistem Analisis Aktif]

- Nama: Amelia Silverleaf

- Ras: High Elf

- Usia: 274 tahun

- Level: 80

- HP: 190.678/190.678

- Profesi: Penyihir Agung Tingkat 3

- Elemen: Sihir Cahaya dan Kegelapan

- Status: Anggota Dewan Penyihir Tertinggi Kerajaan Lumina

Mata Jeno melebar. Level 80 dan HP 190.678: ini adalah kekuatan yang berada di level yang sama sekali berbeda. Bahkan Justus, yang juga dia analisis, memiliki kekuatan yang sedikit lebih rendah meskipun sebagai mantan petualang peringkat A.

Amelia duduk di kursi dekat jendela, posturnya tegap dan anggun. Rambutnya yang berwarna platinum jatuh bergelombang hingga ke pinggang, dan telinga panjang khas elf menonjol dari balik rambut. Namun, yang paling mencolok adalah matanya: sepasang mata biru safir yang tajam dan penuh selidik, seakan bisa menembus jiwa siapa pun yang dilihatnya.

"Silakan duduk, Jeno," kata Justus dengan nada yang lebih serius dari sebelumnya. "Perkenalkan, ini adalah Amelia Silverleaf, salah satu Penyihir Agung dari Kerajaan Lumina yang kebetulan sedang mengunjungi kota kami."

Jeno dan Rinka duduk di kursi tamu yang telah disediakan. Atmosfer ruangan terasa tegang, seakan ada pertanyaan besar yang menggantung di udara.

Justus tidak membuang waktu dengan basa-basi. Dia langsung menatap Jeno dengan tatapan yang intens. "Jeno Urias, aku akan langsung pada intinya. Apakah kau adalah manusia terpilih?"

Pertanyaan itu bagaikan petir yang menyambar di siang hari. Jeno merasakan jantungnya berdetak kencang, dan keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Identitas yang dia rahasiakan dengan bantuan sistem, ternyata bisa diketahui oleh orang lain?

"Angelina, bagaimana mungkin mereka bisa tahu?" Jeno bertanya dalam hati, panik mulai menguasai pikirannya.

Suara lembut asisten sistem langsung menjawab melalui telepati. "Tenang, Tuan Jeno. Mereka tidak benar-benar tahu. Justus hanya menebak berdasarkan hasil Kristal Pendeteksi Mana yang mengeluarkan cahaya pelangi. Cahaya pelangi adalah fenomena yang sangat langka, biasanya hanya muncul ketika ada kehadiran manusia terpilih yang memiliki kemampuan di luar sistem. Tapi itu bukan bukti pasti, hanya spekulasi."

Merasa sedikit lega, Jeno berusaha menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang. "Manusia terpilih? Maaf, tapi aku tidak tahu apa yang Anda maksudkan."

Dia menatap Justus dengan mata yang dipenuhi kebingungan yang tampak tulus. "Aku hanya seorang anak yatim piatu yang berasal dari dusun kecil dekat Veil of Eternity. Orang tuaku meninggal saat aku masih kecil, dan aku hidup sendiri di hutan, belajar bertahan hidup dari alam. Aku tidak tahu apa-apa tentang hal-hal besar seperti manusia terpilih atau apalah itu."

Amelia, yang selama ini diam memperhatikan, tiba-tiba angkat bicara. Suaranya lembut namun mengandung kekuatan yang tidak bisa diabaikan. "Aneh sekali..."

Dia berdiri dari kursinya dan mendekati Jeno. Mata biru safirnya berpendar dengan cahaya magis yang samar. "Sebagai Penyihir Agung yang telah menguasai sihir penglihatan tingkat tinggi, aku memiliki kemampuan untuk melihat sistem yang dimiliki oleh manusia terpilih. Biasanya, sistem mereka terlihat seperti panel transparan yang melayang di sekitar tubuh mereka."

Jeno menelan ludah. Ini adalah momen yang paling mendebarkan sejak dia tiba di dunia ini.

"Tapi padamu," lanjut Amelia sambil mengelilingi kursi Jeno seperti predator yang mengamati mangsanya, "aku tidak bisa melihat sistem apapun. Seharusnya, jika kau adalah manusia terpilih, sistemmu akan terlihat jelas olehku. Tapi... tidak ada apa-apa. Seakan-akan sistemmu tersembunyi oleh kekuatan yang lebih tinggi dari kemampuanku."

Mata Amelia menyipit, ekspresi wajahnya penuh dengan rasa penasaran yang intens. "Siapa sebenarnya kau, Jeno Urias? Dari mana kau berasal? Dan mengapa aura yang kau pancarkan begitu... berbeda?"

Di dalam hatinya, Amelia bergumam, "Ada sesuatu yang tidak beres dengan pemuda ini. Kekuatan yang dia tunjukkan saat melawan Bugbear tidak wajar untuk seorang manusia biasa. Tapi sistem yang tersembunyi... ini adalah fenomena yang belum pernah aku temui selama 274 tahun hidupku."

Jeno merasakan pandangan tajam dari kedua orang dewasa itu yang tampak menyelidikinya. Dia tahu bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya bisa menentukan jalan hidupnya. Satu kesalahan kecil, dan identitasnya sebagai manusia dari dunia lain bisa terbongkar.

"Aku benar-benar tidak tahu apa yang kalian maksud," kata Jeno dengan suara yang berusaha tetap tenang. "Mungkin aku memang berbeda karena hidup sendirian di hutan selama bertahun-tahun. Alam telah mengajariku hal-hal yang mungkin tidak dipelajari oleh orang lain. Tapi soal sistem atau manusia terpilih... aku sungguh tidak mengerti."

Ruangan itu kembali hening. Ketegangan di udara begitu kental sehingga bahkan Rinka, yang biasanya ceria, tampak tidak nyaman.

Amelia kembali ke kursinya, tapi mata tajamnya tidak pernah lepas dari Jeno. Di dalam hatinya, dia semakin yakin bahwa ada rahasia besar yang disembunyikan pemuda ini, rahasia yang mungkin bisa mengubah keseimbangan dunia Atherion.

Sementara itu, Jeno berjuang untuk menjaga ketenangan, sambil berharap bahwa kebohongan yang dia buat cukup meyakinkan untuk mengelabui dua orang yang memiliki pengalaman jauh melebihi dirinya.

Pertanyaan yang menggantung di udara bukanlah sekadar tentang identitas, ini adalah tentang nasib, takdir, dan kekuatan yang tersembunyi yang bisa mengubah segalanya.

1
black swan
...
Kang Comen
Udh OP malah gk bisa terbang ????
Situ Sehat ??!
Kang Comen
lah mkin trun jauh kekuatan nya....
Buang Sengketa
masih pingin baca petualangan excel 😁
Stra_Rdr
kerennnn🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!