seorang remaja laki-laki yang berumur 15 tahun bernama Zamir pergi ke pulau kecil bersama keluarganya dan tinggal dengan kakeknya karena ayahnya dialih kerjakan ke pulau itu.
kakek Zamir bernama kakek Bahram. Kakek Bahram adalah oramg yang suka dengan petualangan, dan punya berbagai pengalaman semasa hidupnya.
Saat kakeknya sedang membereskan beberapa catatan lama. Ada selembar catatan yang menuliskan tempat yang belum kakek Bahram ketahui tentang pulau ini. jadi kakek Bahram mengajak cucunya Zamir untuk ikut menyelidiknya.
Akankah mereka menemukan tempat tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radit Radit fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berkunjung ku Museum di Kota
"tidak apa, itu sudah sangat membantu bagi kami. Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Jeremy? Sudah lama aku tidak mendengar tentangnya." kakek Bahram bertanya.
"oh, Jeremy, yang warungnya kita singgahi setelah ke apartemen itu ya? Dia sudah pindah, warungnya sudah tutup." kakek Gled menjawab.
Dan dengan awal pembicaraan itu, pembicaraan selanjutnya yang cukup panjang pun dimulai. Kakek Gled dan kakek Bahram saling mengobrol tentang petualangan di masa lalu mereka.
Aku dan teman-temanku mendengarkan. Obrolan ini sudah seperti dilakukan dua orang paling tau sejarah Alean. Bahkan beberapa hal tidak aku mengerti.
"mereka hebat sekali, bahkan ada beberapa hal yang baru aku ketahui." Naurah bergumam, aku dan teman-temanku yang mendengarnya mengangguk.
Beberapa menit berlalu, teh hangat kami mulai habis. Kami meletakkan gelasnya kembali ke nampan tadi.
"terimakasih ya sudah memberikan informasi tadi. Tapi sepertinya aku dan anak-anak ini sudah harus pergi dulu sekarang." kakek Bahram berkata, bangkit dari posisi duduknya.
"tidak masalah. Seharusnya aku yang berterimakasih karena kalian mau mampir." kakek Gled berkata.
Kakek Bahram mengangguk, menyalam tangan kakek Gled sebelum hendak pergi. Aku dengan teman-temanku juga menyalaminya.
Tubuh pria tua dengan rambut yang sudah putih dan mengenakan kacamata itu melambaikan tangan kanannya kepada kami satu-persatu yang mulai keluar daru bingkai pintu rumahnya.
Walau sudah tua semangat masa mudanya masih terasa. Dia tersenyum hangat membiarkan kami melanjutkan perjalanan.
Kami berpamitan juga dengan anak kakek Gled yang menjaga kedai perpustakaannya. Lalu keluar ke parkiran.
"kita mau kemana kek? Bukannya ini belum waktunya kakek Welkie beristirahat?" aku bertanya.
"kakek tau kalau hanya mencari tau tentang apartemen itu pastinya membosankan jika kita sudah jauh-jauh ke kota. Jadi kakek sudah menyiapkan dua tempat untuk kita datangi diluar kegiatan pencarian petunjuk ini. Yang pertama museum, dan yang kedua adalah restoran." kakek berkata, kami mengangguk, mengerti.
Museum? Sepertinya menarik. Mengingat aku belum pernah ke museum di pulau ini. Kakek mengerti walau kami tertarik dengan pencarian lokasi apartemennya, kami tentunya juga mau mampir di tempat kota lain yang diluar hal itu.
Kami semua naik ke motor masing-masing, dengan aku memboncengi kakek. Tidak butuh waktu lama, kendaraan kami melaju mulus di jalanan.
Aku yang berada paling depan dipandu kakek untuk pengarahan ke museum itu.
Tidak butuh waktu lama lagi, kami sampai ke museum itu. Di bagian depannya ada dua gerbang terbuka di bagian kiri dan kanan, di tengahnya ada nama museumnya yaitu "Jejak Dulu".
Kami masuk lewat salah satu gerbang. Bangunan museumnya besar. Motor kami terparkir dengan rapi di halaman depannya. Lalu membuka dan menaruh masing-masing helm kami di motor masing-masing.
Di depan museum, tepatnya di bagian tengahnya ada teras ke bagian pintu utama museum. Kami mendekat kesana.
Ada dua orang penjaga tempat tiket museumnya.
"selamat datang di museum jejak dulu, tiket perorang Rp.10.000." salah satu petugas tiketnya berkata, tersenyum menyambut kami.
Kakek yang membayarkan tiket kami, mulanya Eron menawarkan agar kami membayar masing-masing biar tidak merepotkan, tapi kakek bilang tidak apa-apa.
Saat sudah di dalam, kami bertemu dengan ruangan utama museum. Ruangannya besar, tidak membentuk persegi, tapi membentuk oktagon yang punya 8 sisi.
Bagian sisi kiri dan kanannya ada pintu menuju ruangan lain. Ada juga dua pintu di bagian sisi serong kiri dan kanan menuju halaman dalam ruangan museum.
Kami melihat-lihat di bagian ruangan utama ini. Di berbagai sisi dinding ada lukisan-lukisan lama. Ukurannya juga besar.
Ada lukisan seseorang membawa senjata api di dinding bagian kanan. Sepertinya itu saat perang terjadi. Di dinding bagian kanan juga ada lukisan lain dimana ada seorang wanita yang membuat vas besar dari tanah liat dengan bentuk yang khas.
Di bagian dinding museum depan ada lingkarang dengan beberapa tangan tergenggam menuju bagian pusat yang sepertinya melambangkan persatuan.
Di bagian kiri ada gambar hewan yang sedang tidur, tapi aku belum tau maknanya.
"kalian mau ke kiri, kanan, atau halaman dalam museum dulu?" kakek Bahram bertanya kepada kami.
"bagaimana kalau ke kanan dulu?" Bhanu menawarkan, aku dan teman-temanku mengangguk setuju, nanti di akhir baru ke halaman dalam museum.
Kakek Bahram mengangguk. Kami masuk ke ruang sebelah kanan, sepertinya ruangan di museum ini mengitari halaman dalam, jadi ada delapan ruangan.
Di ruangan kedua ini, ada beberapa fosil hewan yang terletak di dalam kaca. Ada juga penjelasan hewan apanya ini di bagian tengah bawah tempat kacanya. Fosil-fosil itu ada di bagian pinggir ruangan.
Di ruangan ketiga, isinya ada beberapa buku dan catatan yang dipajang di dinding. Itu buku dan catatan yang punya nilai sejarah.
"banyaj yang berubah dari museum ini tentunya, karena ada beberapa hal yang memang tidak bisa diperbaiki dan beberapa hal yang baru ditemukan." kakek Bahram bergumam.
Ruangan keempat, isinya ada berbagai senjata perang dulunya. Senjata tradisional yang dipajang di dalam kaca. Ada satu senjata dengan ukuran lumayan besar di pajang di bagian tengah halaman, itu seperti senapan dati zaman dulu.
Ruang kelima berisi gambar-gambar para pahlawan beserta sejarahnya. Beberapa dari mereka juga ada yang terlihat luka setelah dari medan perang.
Ruang keenam berisi kostum budaya lama yang dipajang. Kostum-kostum yang punya corak unik.
Ruangan ketujuh berisi terrarium iklim di pulau Alean. Ini miniatur dan kelihatannya keren sekali, ada yang pemukiman, hutan, dan pantai.
Pada ruangan kedelapan. Isinya adalah beberapa alat untuk melaksanakan budaya disini, serta catatan budaya apa itu.
Sampai akhirnya pada halaman tengah, ini seperti taman. Kakek bilang kami bisa beristirahat disini, ada beberapa kursi untuk duduk dan bersantai.
Di bagian tengah halaman juga ada patung seorang pahlawan terkenal di pulau Alean yang sedang hormat serta ada namanya di altar patung.
Sejak tadi Naurah sibuk mencatat berbagai hal di museum ini. Sepertinya ini memang pertama kalinya dia ke museum ini dan ada beberapa informasi baru yang ditemukannya.
Naurah duduk di kursi semen yang mengitari patung itu. Teman-temanku yang lain juga berpencar disini melihat-lihat beberapa hal.
Ada pengunjung lain juga yang sejak tadi berlalu-lalang disini. Tapi setidaknya tidak terlalu ramai jadi bisa lebih tenang.
Kakek Barham sedang melihat-lihat buku catatan yang dia bawa dari rumah. Eron sedang berbaring di salah satu kursi panjang yang ada di dekat bangunan museum, dia benar-benar bersantai disini.
Bhanu sedang memperhatikan bangunan museum ini. Memang tampak menakjubkan sudah seperti bangunan lama dengan sentuhan modern.
Elysia sedang duduk di sebelah Naurah sambil memakan camilannya. Sementara aku berjalan-jalan di halaman ini, dasarnya ada yang rerumputan hijau, jadi nyaman untuk dipandang.