NovelToon NovelToon
Beauty To Crystal

Beauty To Crystal

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Anak Lelaki/Pria Miskin / Romansa
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Reenie

Di atas kertas, mereka sekelas.
Di dunia nyata, mereka tak pernah benar-benar berada di tempat yang sama.

Di sekolah, nama Elvareon dikenal hampir semua orang. Ketua OSIS yang pintar, rapi, dan selalu terlihat tenang. Tak banyak yang tahu, hidupnya berjalan di antara angka-angka nilai dan tekanan realitas yang jarang ia tunjukkan.

Achazia, murid pindahan dengan reputasi tenang dan jarak yang otomatis tercipta di sekelilingnya. Semua serba cukup, semua terlihat rapi. Tetapi tidak semua hal bisa dibeli, termasuk perasaan bahwa ia benar-benar diterima.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reenie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19. Aku Disuruh Melupakannya

Ruang makan keluarga Velmorin malam itu dipenuhi aroma lezat dari makanan yang tertata rapi di atas meja marmer. Namun, Achazia hampir tidak menyentuh makanannya. Suasana terasa dingin, bukan karena pendingin ruangan, tapi karena tatapan Papa yang terus mengarah padanya tajam, penuh maksud.

“Achazia,” suara Papa memecah keheningan. “Papa dengar… kamu masih sering berkomunikasi dengan teman-teman SMA kamu.”

Achazia menelan ludah. “Iya, Pa. Kami… masih sering chat. Kadang video call.”

Papa meletakkan garpu dan pisau makannya.

“Termasuk… anak laki-laki itu?”

“Namanya Elvareon, Pa.”

Mama menghentikan gerakan tangannya, menatap Achazia sejenak, lalu kembali menunduk. Seperti tak ingin terlibat.

“Papa sudah peringatkan kamu, Za. Teman boleh siapa saja, tapi kamu harus tahu batas. Kita keluarga terpandang. Papa tidak mau reputasi kita jatuh karena kamu bergaul dengan—”

“Orang seperti dia?” potong Achazia, suaranya pelan tapi tegas.

Papa mendengus, wajahnya mengeras. “Dia anak miskin yang tidak punya masa depan pasti. Hanya mengandalkan beasiswa. Kamu pikir dia bisa membahagiakanmu nanti?”

Achazia menggigit bibir. Hatanya berdebar hebat. “Pa, Elvareon bukan sekadar ‘anak miskin’. Dia kerja keras, dia belajar tanpa lelah. Dia ingin jadi dokter, dan dia bisa. Dia bukan orang sembarangan.”

“Kamu mulai membantah Papa sekarang?” suara Papa meninggi. Mama mencoba menenangkan, “Sayang… mungkin kita bisa bicara ini nanti...”

Namun Papa melambaikan tangan. “Tidak. Ini harus sekarang. Achazia, mulai besok, kamu berhenti kontak dia. Kalau kamu tidak bisa, Papa akan ambil ponselmu dan batasi akses kamu.”

“Pa!” seru Achazia, berdiri dari kursinya. Matanya mulai berkaca-kaca. “Aku bukan anak kecil lagi!”

Papa berdiri pula. Tingginya menjulang, membuat Achazia merasa kecil, meski hatinya berontak. “Kamu tetap anak Papa. Dan kamu belum tahu apa-apa tentang dunia.”

Tanpa berkata apa-apa lagi, Achazia berjalan cepat meninggalkan ruang makan, tangisnya pecah di tangga menuju kamarnya. Mama memanggil, tapi ia tak menjawab.

Di dalam kamar, Achazia meraih ponselnya. Tangan gemetar, ia membuka grup chat:

Group: Masa SMA Paling Chaos 🌀

Achazia: Teman-teman… aku gak kuat. Papa suruh aku lupain Elvareon…

Brianna: Zia? Astaga. Serius kamu?

Kaivan: Dia tahu kalian dekat?

Achazia: Kayaknya dia curiga dari video call semalam. Mama juga tahu. Mereka mengintai aku.

Elvareon: Maaf… ini salahku. Aku harusnya jaga jarak.

Achazia: Bukan salah kamu, El. Aku yang gak bisa jaga semuanya tetap rahasia.

Brianna: Zia… kamu tahu, ada cara biar kalian tetap bisa saling cerita. Nulis surat.

Achazia: Surat?

Brianna: Iya. Gak ada yang bakal ngecek surat, kan? Kirim aja lewat aku. Aku bisa titip ke Kaivan yang sering kirim barang ke kota Elvareon.

Kaivan: Bener tuh. Aku sering kirim paket. Surat kecil gak bakal ketahuan.

Achazia menatap layar lama. Air matanya menetes, tapi juga senyum muncul perlahan.

Achazia: Oke. Aku akan coba nulis. Biar dia tahu… aku gak akan pergi.

Di St. Aurelius University, malam itu Elvareon duduk di balkon asramanya. Tangan kirinya memegang surat beramplop putih yang baru saja diselipkan oleh kurir.

Brianna telah menepati janji. Ia tak bilang apa-apa di chat. Hanya mengirim stiker amplop dan pesan:

“Ini dari dia. Baca pelan-pelan.”

Dengan hati berdebar, Elvareon membuka surat itu. Tulisan tangan Achazia memenuhi halaman, rapi, namun terlihat ada noda air mungkin air mata.

“Elvareon…

Aku tidak tahu harus bilang apa lagi selain, aku kangen. Papa menyuruhku menjauh, tapi hatiku gak bisa. Aku nulis ini supaya kamu tahu, kamu tidak sendirian.

Aku gak peduli kamu naik sepeda atau pakai jas putih nanti. Buatku, kamu tetap Elvareon yang aku kenal.

Kamu bilang kamu gak pantas untuk aku? Salah. Mungkin aku yang takut gak pantas buat kamu yang terus berjuang.”

Air mata Elvareon jatuh. Ia menutup surat itu, menggenggamnya kuat.

“Za…” bisiknya. “Aku janji, aku akan jadi seseorang yang bisa berdiri di sampingmu… meski harus tunggu waktu lama.”

Elvareon memegang surat itu ditangannya lalu mengusap wajahnya. Tiba-tiba suara kaki terdengar melangkah dibelakang Elvareon

"Bro." ucap Arvin yang tiba-tiba muncul

Elvareon terkejut

"Arvin. Kok kamu datang gak bilang-bilang? Terus kamu datangnya juga malam. Emangnya security gak ada?" tanya Elvareon

"Ada, tapi tadi dia sedang berbicara dengan temannya jadi aku menerobos masuk saja"

Elvareon lalu mengangguk

"Aku nginap ya di asrama mu. Mommy dan kakek nenekku pergi ke luar kota. Mereka ada meeting katanya. Aku bilang aku gak mau sendiri dirumah. Jadi aku meminta mommy untuk mengantarku ke asramamu," ucap Arvin

Elvareon menghela nafas dan menepuk pundak temannya itu

"Hhhhh iya bung, kau boleh menginap. Lagi pula besok hari merah."

Arvin mengangguk. Dia melihat Elvareon memegang amplop surat

"Apaan tuh?" tanyanya

"Ini dari Achazia." ucapnya ragu

"Achazia? Pacarmu?"

Elvareon tidak berani mengangguk.

"Ada apa bro? Kau terlihat murung akhir-akhir ini. Bahkan di IGD juga, kadang dikelas, di kantin. Apa yang kau pikirkan?" tanya Arvin

"Kau tidak akan mengerti. Aku hanya merasa sakit hati terhalang oleh tembok." ucap Elvareon

"Hah? Tembok? Kau dan pacarmu beda agama?"

"Beda status sosial. Dia anak orang kaya. Aku? Miskin gak punya apa-apa. Motor aja gak punya apalagi mobil, bro." ucap Elvareon

"Jadi surat itu untuk apa?" tanya Arvin penasaran

Elvareon pun dengan tenang hati menceritakan kejadian itu. Dia sudah mempercayai Arvin sebagai teman dekatnya semasa kuliah ini. Mulai dari ia bertemu pertama kali dengan Achazia, dia mengantarnya dengan sepeda tuanya, sampai saat terakhir mereka Video Call dan pesan terakhir.

Arvin mendengarkan. Dia lalu mengerti apa permasalahannya. Papa Achazia tidak merestui karena Elvareon dari keluarga tidak terpandang. Entah kenapa Arvin ikut sedih dan berat hati merasakan itu.

Memang benar, papa Achazia memang mengatakan kebenaran. Tapi apa salahnya jika ingin berjuang? Semua orang juga punya kesempatan masing-masing.

"Jadi begitu, ya. Memang berat soal percintaan ini. Apalagi masalah status, sudahlah."

Arvin menyambung pembicaraan lagi

"Tapi tak apa bro, aku mendukungmu. Sebagai lelaki kau harus bisa menunjukkan bahwa kau bisa. Aku yakin Achazia tetap menjadi gadis yang kau kenal. Dan dihatinya cuman ada dirimu." ucap Arvin

Elvareon mengangguk. Tak lama, dia mengajak Arvin masuk ke kamarnya dan menyimpan surat itu di laci meja belajarnya.

Elvareon membentangkan kasur satu lagi yang berada disudut lemari. Dia menganjurkan Arvin tidur di kasur itu dan Arvin mengangguk lalu langsung berbaring.

"Kau tidak punya pacar?" tanya Elvareon tiba-tiba

Mendengar itu, Arvin langsung kembali duduk di kasur itu.

"Aku tidak tertarik untuk pacaran, bro. Aku ingin membahagiakan mommy aku dulu. Apalagi kan papa aku udah gak ada. Sebagai lelaki aku juga harus bisa menjadi peran almarhum papa. Aku tahu kalau mama ku masih merasakan kesepian." ucapnya

"Oh, bagus." ucap Elvareon.

Selang beberapa waktu, Elvareon membuka ponselnya dan seperti yang dia pikirkan tidak ada notif dari Achazia. Terdengar suara orang tertidur. Itu adalah Arvin. Dia lalu tidur dengan nyenyak. Elvareon juga berbaring di kasurnya disamping kasur Arvin. Dia menatap langit-langit kamarnya berharap suatu saat, dunia merestuinya dengan gadis impiannya itu.

1
Nana Colen
ceritanya ringan tapi asiiik 🥰🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!