Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rian kelimpungan
Rian melajukan mobilnya, ah lebih tepatnya mobilnya Misha dengan kecepatan tinggi. Setelah menempuh waktu 15 menit akhirnya dia sampai parkiran kantor. Dia memarkirkan mobilnya lalu gegas masuk ke dalam kantor.
Rian nampak tergesa-gesa, berlari menuju ruang meeting. Ternyata di depan pintu ruang meeting ada yang menjaga. Ketika Rian akan masuk, penjaga tersebut menahan Rian.
"Maaf, Anda tidak diperbolehkan masuk, karena di dalam sedang ada rapat penting." Ujarnya.
"Tapi, aku mau masuk karna aku juga mau meeting."
"Sekali lagi maaf. Anda sudah digantikan dengan karyawan yang lain. Jadi, Anda silahkan kembali ke ruangan Anda."
"Bagaimana bisa begitu? Aku disini manajer loh."
"Saya hanya menjalankan perintah dari CEO, Pak. Anda nanti bisa menanyakan hal ini setelah meeting selesai."
Rian merasa kecewa.
'Argh, sial. Niat hati mau nyari perhatian CEO malah gagal begini.' Hatinya menggerutu.
*****
Pukul 10.00 WIB acara meeting telah selesai. Refan keluar dengan diikuti sekretaris sekaligus asistennya.
Mereka saat ini sedang berada di dalam lift.
"Jo. Saya mau kamu memberi laporan perihal hasil kinerja Manajer Rian."
"Baik, Pak. Secepatnya akan saya kirim ke email, Anda." Jawab sekretaris Jo.
Refan mengangguk.
Ting!
Pintu lift terbuka, mereka berdua pun melangkah keluar.
Karyawan yang berpapasan dengan mereka mengangguk hormat.
"Eh, dia siapa?"
"Astaga kamu tidak tahu? Dia itu CEO kita."
"Hah, ganteng banget."
"Ganteng tapi killer."
"Masak iya?"
"Sudah, lebih baik jangan membahasnya. Daripada kita nanti dipecat tanpa pesangon."
"Ih, ngeri. Ya udah yuk."
Begitulah obrolan kedua karyawan.
Refan di kantor memang terkenal dingin dan tidak memberi ampun. Dia tidak mau ada kesalahan sekecil apapun.
Singkat cerita, Refan saat ini sudah sampai di rumah. Refan langsung melangkah masuk ke dalam. Di depan pintu kamar Misha, dia mengetuk pintu.
Tok! Tok! Tok!
Sama sekali tak ada sahutan.
"Apa dia tidur ya? Tapi, ini masih pagi."
Refan hendak pergi tapi dia urung ketika mendengar suara yang dia kenal.
"Mas Refan udah pulang?"
Refan menoleh.
"Iya, baru aja. Kamu dari mana?"
"Oh, aku dari pengadilan agama membuat pengajuan cerai. Kalau nunggu laki-laki kaya dia mah, kelamaan. Aku pengen segera lepas dari status yang membuatku begitu pening. Sungguh merepotkan bukan? "
Refan nampak menganggukkan kepalanya.
"Kenapa kamu gak bilang sama aku? Kan kita bisa sekalian bareng."
"Ah, maaf, Mas. Aku lupa tadi. Toh, Mas Refan kan kerja."
Refan membenarkan ucapan Misha.
"Ya udah, kalau gitu aku naik dulu."
"Iya, Mas."
Refan melangkahkan kaki.
"Mas Refan." Panggil Misha.
Refan berhenti dan berbalik.
"Mas Refan mau dimasakin apa?"
Refan tersenyum karena tersentuh. "Terserah kamu. Aku pasti suka."
Misha mengangguk.
Mereka pun berpisah.
Setelah Misha istirahat sebentar di kamar, dia gegas keluar dari kamar lalu pergi ke dapur.
Sebelum sampai di dapur, Misha samar-samar mendengar seseorang sedang mengobrol. Alhasil Misha mendekat secara perlahan untuk melihat dan menguping pembicaraan mereka.
Misha mengintip dibalik tembok. Terlihat dua pelayan sedang duduk mengobrol sambil mengupas bawang merah.
"Iya, Sari. Baru ketemu aja aku langsung gak suka sama dia. Dia belagak seperti tuan rumah disini."
"Ih, masak iya sih? Tapi, baru pertama kali ini Tuan membawa wanita ke rumah. Apa dia spesial ya buat Tuan?"
Mereka berdua tidak tahu kalau Refan selama ini sudah menikah.
"Kamu bilang apa sih? Gak ada spesial-spesialan. Lagian wanita itu jelek. Cantikan juga aku."
"Emang iya?"
'Oh, mereka ngomongin gue nih.' Batin Misha.
"Ehem." Misha yang tadi diam-diam menguping pun keluar dengan ekpresi datar dan melipat kedua tangannya bersedekap dada.
Sontak kedua pelayanan yang sedang asik mengobrol pun terkejut karna kedatangan Misha.
"Pada ngomongin apa?" Tanya Misha.
"Kepo banget sih. Lagian ngapain kamu kesini?" Jawab Arum.
Sedang pelayan satunya yang bernama Sari diam menunduk namun diam-diam mencuri pandang.
'Apa Mbaknya ini yang dimaksud Arum? Mata Arum minus apa ya? Jelas-jelas Mbaknya cantik dan manis gitu. Siwer bener nih mata si Arum.' Batin Sari.
"Gue mau kemana juga suka-suka gue. Ngapain kepo?" Balas Misha balik.
"Kamu ya. Aku bilangin ke Tuan kalau kamu disini mau maling."
Sontak Misha tertawa.
"Elo, mau bilang ke Mas Refan kalau gue mau maling? Loe lucu, sumpah. Dah, gue gak mau ngurusin orang gak penting kaya elo. Cuma pelayan aja belagu." Jawab Misha.
"Ak-"
Sari menyenggol lengan Arum.
"Apa sih, Sar?"
Sari mengedipkan matanya meminta Arum untuk diam.
Misha tak mempedulikan Arum lagi. Melihat Misha mengambil bahan masakan dari kulkas, gegas Sari mendekati Misha.
"Mbak, mau masak ya? Saya bantu ya!" Tawar Sari.
Misha mengangguk.
Arum nampak tak suka dan memilih pergi, apalagi Sari terlihat mendukung Misha.
'Dasar munafik kamu, Sar.' Batin Arum yang dongkol.
Misha akhirnya masak dibantu Sari.
"Mbak, namanya siapa?" Tanya Sari sambil membantu mengupas helm udang.
"Loe tanya nama gue?" Tanya Misha balik.
Sari mengangguk.
"Kenalin, nama gue Misha. Loe sendiri, siapa nama loe?"
"Aku Sari, Mbak. Aku pelayan disini, sama seperti Arum, hanya saja pangkat dia lebih tinggi dari aku."
Misha nampak manggut-manggut.
"Disini pelayan masih muda-muda ya? Loe aja terlihat lebih muda dari gue. Apa yang bekerja disini hanya kalian berdua?" Tanya Misha menatap Sari.
"Ah, Mbak ini mau ngeledek aku, ya. Umurku mah udah tua, Mbak. Udah 28 tahun. Beda sama Arum, dia memang masih muda, baru kemarin nambah umur jadi 23 tahun. Sebenarnya yang bekerja disini banyak, Mbak. Hanya karena mereka baru ambil cuti jadi seminggu kedepan hanya ada aku dan Arum. Satu lagi ada Pak Yoyo." Jelas Sari.
"Tapi, kelihatan mudaan loe sih dari dia. Gue rasa dia kaya ondel-ondel." Jawab Misha apa adanya.
Sari terlihat celingak celingukan melihat situasi sekitar.
"Duh, Mbak. Jangan begitu, nanti kalau dia dengar, dunia bisa berguncang. Dia itu kaya anak kecil, Mbak. Masih suka tantrum masalahnya." Jawab Sari sedikit berbisik.
Misha melongo mendengarnya. Lalu mereka berdua tertawa. Misha kembali melanjutkan mengupas kulit udang.
"Mbak, kalau boleh tahu, Mbak ini pacarnya Tuan ya?"
"Hah?" Misha terkejut dan malah terbengong. "Oh, bukan." Imbuhnya.
"Kirain pacar, Mbak. Masalahnya Tuan baru pertama kali ini membawa wanita ke rumah ini. Dan, baru kali ini juga, Tuan ada di rumah. Biasanya sibuk banget dan jarang pulang kemari."
'Hah, tenan ora iki? Jadi, Si nenek lampir Tika itu belum pernah diajak ke rumah Mas Refan! Wuahhh, gue berani taruhan sih ini, kalau sampai dia tahu pasti dia bakal mati kejang-kejang, terus arwahnya gentayangan sambil nangis-nangis, haha.' Batin Misha sambil tersenyum cekikikan membayangkan nasib Tika.
"Kalau gak pulang kemari, Mas Refan pulang kemana?" Tanya Misha yang penasaran.
"Biasanya sih, Tuan lebih suka tinggal di apartemen, Mbak." Jawab Sari.
Misha nampak manggut-manggut.