Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Berkunjung Ke Rumah Bu Net
"Dam, bagaimana jika kita berbincang-bincang dengan keluarga Pak RT, agar tahu hal lainnya, mengenai anak Pak RT, kalau memang adanya cinta segi banyak. Mungkin saja ada hubungannya satu sama lain," kata Viko.
"Bu Net istrinya Pak RT pendiam, Pak RT pun galak, agak mengerikan," sahut Agung.
"Iya!" Diro juga menyahut.
"Bukan kalian berdua yang ku minta, tapi aku bilang Saddam, ya pura-pura apa gitu ke rumah Pak RT, trus ajak ngobrol," balas Viko.
Diro dan Agung cengengesan.
"Oke, nanti sekalian nanya perihal air terjun yang dibuat ke masjid itu, kan mau di buat kolam. Tapi entah kapan akan dibuat kolam," jawab Saddam.
"Tapi Vik, Dam, lebih baik kita ke sana bersama-sama aja, biar lebih enak aja gitu, ntar kan bisa berbincang tanpa dicurigai. Misal kamu bahas kolam, Viko bahas air, aku sama Agung bahas yang lain, ya nggak?" Diro berpendapat.
"Nah, benar, itu lebih baik!" balas Agung sependapat.
"Karena kalian takut di rumah?" selidik Viko.
"Itu juga, tapi kami juga penasaran. Kalau kita bisa memecahkan semua masalah, kita bisa kembali ke kota, apa salahnya? Iya 'kan?" Diro menepuk pundak Viko.
"Benar," jawab Saddam. "Lebih baik kita mencari tahu bersama-sama, semakin banyak informasi lebih bagus!"
"Kalau begitu, besok pulang praktek, kita singgah di rumah Pak RT bagaimana?"
"Setuju!"
Seperti keinginan mereka kemrin, sepulang praktek lapangan, mereka singgah di rumah pak RT.
"Oh, Pak RT ke desa sebelah, maaf ya Bu, kami tidak tahu."
"Tidak apa-apa, duduk lah dulu, kali aja ada yang bisa saya bantu," jawab Bu Net, istri kepala desa.
"Cuma bahas perihal kolam yang akan dibangun di masjid aja Bu, sama beberapa hal lain," kata Viko.
"Oh itu, rencananya bulan depan. Sebentar ya, duduk saja dulu. Aku ambil minum dulu."
Setelah berbincang perihal kolam, air terjun dan lainnya, Saddam mulai bertanya hal lain. "Ibu berdua sama Pak RT aja di rumah? Yang lain di mana Bu?"
"Iya, berdua saja, yang lain merantau, ada yang tinggal dikampung suaminya."
"Ohh, berapa orang Bu, anaknya?"
"Lima orang, satu laki-laki dan empat perempuan," jawab Bu Net.
"Oh, dimana anak laki-laki itu Bu?" Saddam penasaran.
"Sudah meninggal. Itu kuburannya di samping halaman depan, dekat pohon tebu itu." Mata Bu Net mengarah ke kuburan, Saddam dan ketiga temannya juga menoleh kearah pandang Bu Net.
"Sudah lama meninggalnya Bu?" tanya Viko.
"Belum terlalu lama. Tahun 2010, hampir beriringan dengan adik perempuannya," jawab Bu Net. Matanya sendu.
"Berarti sudah empat tahunan ya Bu," kaya Agung.
"Iya."
"Kenapa Bu? Sakit?"
Bu Net menghela nafas. "Dibilang sakit, enggak, dibilang enggak tapi sakit. Dia menahan kesakitan terus, periksa ke rumah sakit baik semua. Setelah anak laki-laki saya meninggal, adiknya sering kesurupan, terus tiba-tiba mengalami kecelakaan saat pulang sekolah, menyebrang pulang."
"Maaf ya Bu, ibu jadi ingat hal sedih seperti itu."
"Iya, tidak apa. Memang sudah ajal mereka berdua."
"Semoga selalu diberi keringan dan amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT, Bu."
"Iya. Kalian bagaimana, ku dengar diantar kalian sempat kesurupan juga, dan ibu guru kalian sampai tinggal di rumah Uda Thalib, itu kenapa?"
Saddam dan tiga temannya saling pandang, bukankah ini bagus, jika Ibu Net sendiri yang memulai bertanya.