kisah seorang gadis desa yang dicintai sang mafia iblis..
berawal dari menolong seorang pria yang terluka parah.
hmm penasarankan kisahnya..ikutin terus ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Queenzya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
misi penyelamatan...
"kalau mau gadis ini bebas selamat,lepasin calvin,hahahaha"ucap bram ayahnya calvin.
Axel merebut hp stev"kalau sampai terluka sedikitpun,kamu akan melihat mayat anakmu"langsung mematikan sambungan telfonya dan menyuruh melacak no nya.
Akhirnya, Stev bisa mendapatkan lokasi di mana Rara disekap. Axel segera mengatur strategi penyelamatan. Axel menugaskan Rico untuk mengajak Bram, ayah Calvin, bertemu. Setelah selesai menyusun strategi, Axel beranjak ke ruangannya.
"Maafkan aku, Rara, aku tidak becus menjagamu. Maafkan aku, Nenek Asih, telah gagal menjaga Rara." Monolog Axel dalam hati.
Ia menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk Maya karena bagaimanapun, Maya sudah ia anggap seperti kakak oleh Rara. Sesampai di rumah sakit, kondisi Maya masih koma, entah kapan ia bisa sadar. Axel menempatkan beberapa bodyguard untuk menjaga ruangan Maya.
Setelah dari rumah sakit, Axel langsung menuju mansionnya untuk berganti baju. Sesampainya di kamar, terlintas bayangan Rara yang bergelayut manja di benaknya. "Semoga kamu baik-baik saja, Sayang. Tunggu, Mas akan menjemputmu," ucapnya pelan.
Tiba-tiba, ponsel Axel berdering. "Bagaimana, sudah ada waktu pertemuan?" tanya Axel tanpa basa-basi.
"Sudah, Tuan. Nanti malam di klub XX. Dia meminta saya tidak membawa pengawal ke sana," ucap Rico.
"Kamu atur saja. Aku memercayakan urusan Bram padamu," Axel membalas sembari memutuskan panggilan.
"Huft, dasar!" maki Rico, meluapkan kekesalannya. Rico kemudian menemui Stev untuk mengatur rencana mereka.
Malam pun tiba. Rico datang ke klub XX sendirian, tetapi para pengawalnya sudah berada di klub itu, menyamar dengan pakaian biasa. Sementara itu, Axel sudah berangkat menuju lokasi disekapnya pujaan hatinya.
Entah Bram yang bodoh atau bagaimana, ia tidak mengenali wajah asli ketua Klan Lion King yang ada di hadapannya.
"Selamat malam, Tuan Bram," sapa Rico berbasa-basi, yang dibalas dengan jabat tangan dari Bram.
"Malam juga, Tuan Rico. Silakan duduk. Layani Tuan Rico dengan baik," perintah Bram sambil memerintahkan beberapa gadis penghibur.
"Maaf, Tuan Bram, saya tidak suka disentuh wanita lain," tolak Rico dengan tegas.
"Langsung ke intinya saja, Tuan Rico. Bebaskan putraku, nanti aku akan melepaskan gadismu itu," ujar Bram. Ia sembari memperlihatkan video Rara yang terlihat ketakutan.
Emosi Rico mulai naik, tetapi ia sebisa mungkin tidak menunjukkannya.
"Apakah ini negosiasi, Tuan Bram? Yang jelas, putramu yang mencari masalah!" tukas Rico tajam.
"Axel dan rombongannya tiba di lokasi penyekapan, sebuah bangunan tua yang tampak tak terurus. Dalam kegelapan malam, mereka bergerak hati-hati, mengendap-endap mendekati pintu belakang.
Jantung Axel berpacu, membayangkan Rara yang disekap di dalam. Sementara anak buahnya bertugas mengalihkan perhatian penjaga, memancing keributan yang segera pecah di luar.
Axel fokus pada satu tujuan: Rara. Suara tembakan dan teriakan mulai terdengar samar, menjadi latar belakang adrenalinnya.
Dengan satu dorongan keras, Axel berhasil mendobrak pintu reyot. Jantungnya mencelos melihat Rara tergeletak tak sadarkan diri di lantai, di tengah ruangan yang pengap.
''Sayang? Rara!' Axel langsung berlutut, memeluk erat tubuh lemas itu. Kepalanya dipenuhi rasa bersalah dan cemas.
''Maafin aku, Rara... Maafkan aku.'' Tanpa menunggu jawaban yang tak kunjung datang, Axel mengangkat tubuh Rara yang seringan kapas, menggendongnya keluar dari sarang penyekapan itu.
"Cabut! Sekarang!' perintahnya tegas kepada anak buah yang sudah menyelesaikan tugas mereka di luar. Di tengah kekacauan, salah satu anak buah Axel dengan cepat mengirim pesan singkat ke Rico, mengabarkan bahwa Nyonya Rara telah berhasil diselamatkan.
Di sisi lain, Rico menarik napas lega, sebuah beban besar terangkat dari dadanya saat membaca pesan singkat dari anak buahnya.
Sebuah senyum tipis, penuh kepuasan, tersungging di bibirnya. "'Kurasa sampai di sini pertemuan kita,'"suara Rico terdengar datar namun dingin, ditujukan kepada seseorang yang kini gemetar di hadapannya.
"'Soal anakmu, tenang saja. Besok dia akan saya antarkan pulang."' Mata Rico menajam, menatap tajam ke arah lawan bicaranya.
"'Tapi ingat, jangan pernah sentuh gadis itu lagi. Jika tidak, anakmu tidak akan pernah melihat matahari lagi."' Tanpa menunggu respons, Rico berbalik, meninggalkan ruangan itu dengan langkah tenang namun penuh kuasa.
Setelah urusannya selesai, Rico bergegas kembali menuju mansionnya. Dalam perjalanan, ia tak lupa mengirimkan isyarat singkat kepada anak buahnya yang berjaga di klub, sebuah perintah tak terucap untuk segera bubar dan kembali ke posisi masing-masing.
Axel tiba di mansion tanpa membuang waktu. Dengan hati-hati, ia membaringkan Rara di atas tempat tidur empuk. Wajah Rara yang pucat dan tubuhnya yang kotor membuat hati Axel teriris. Ia membersihkan noda-noda yang menempel, lalu dengan lembut mengganti pakaian Rara dengan yang bersih, memastikan kekasihnya nyaman.
"'Steven!" panggil Axel dengan suara berat, rahangnya mengeras. 'Panggil Dokter Mark. Suruh dia terbang ke sini sekarang juga, tidak pakai nanti!'
"'Baik, Tuan,' jawab Steven sigap. Tanpa menunggu perintah kedua, ia segera bergegas turun ke lantai bawah, ponsel sudah menempel di telinga, menghubungi Dokter Mark.
Setelah beberapa dering, suara serak Dokter Mark menyahut dari seberang. 'Halo, Steven? Ada apa malam-malam begini?'
'Mark, saya sudah siapkan helikopter di atap rumahmu. Cepat ke sini sekarang, Tuan Axel yang menyuruh,' kata Steven, tidak berbasa-basi.
" Siapa yang sakit memangnya?' tanya Mark, terdengar bingung.
"Nanti kau akan tahu sendiri,' sahut Steven singkat, sebelum memutuskan sambungan telepon, tidak memberi Mark kesempatan bertanya lagi.
Huft, seenak jidatnya saja menyuruh orang,' gerutu Dokter Mark sambil terhuyung dari tempat tidurnya. Namun, tanpa banyak protes, ia segera meraih tas dokternya dan bergegas menuju atap rumahnya, sudah hapal dengan kebiasaan mendadak Axel.
Tak lama kemudian, Rico tiba di mansion dan langsung melangkah menuju kamar Axel. Setelah mengetuk pelan, ia membuka pintu. 'Permisi, Tuan,' ucap Rico, matanya menatap Axel yang masih menjaga Rara. 'Tuan Bram sudah menghubungi saya. "Dia memohon agar anaknya dilepaskan."
Wajah Axel mengeras. Amarah kembali membakar matanya yang lelah. "Dia sudah terlalu berani menyakiti gadisku," desis Axel dingin"'dan membuat traumanya kembali lagi. Aku bersumpah, tidak akan kubiarkan anaknya itu hidup tenang. Bahkan bernapas pun tidak akan kubiarkan!' Nada suaranya penuh dendam yang menggelegar.
semua anak buah good Banggt menurut ku kaya di film badabest Banggt 👍
lanjut Thor
Weh Weh obat perangsang dah ga laku lah let lagu lama itu