kisah lama yang belum usai, membuatku masih hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku selalu menyesali apa yang terjadi saat itu, aku selalu menginginkan masa itu terulang kembali. Walaupun aku tau itu mustahil, aku tetap memimpikannya. Aku ingin memperbaiki kesalahanku yang besar kepada cinta pertamaku, karena aku sudah menghancurkan hatinya sampai tak berbentuk. Masih pantaskah aku jika menginginkannya kembali padaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ashelyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu 1
Kisah ini berawal dari kisah manis yang di alami oleh remaja berusia 18 tahun.
Star High School, sebuah tempat belajar bagi siswa dari kalangan atas. Harga biaya sekolah disini sangatlah tinggi, membuat hanya sebagian orang saja yang bisa masuk ke sekolah ini. Bagi mereka yang beruntung, mereka bisa menggunakan beasiswa untuk bersekolah di tempat ini.
Dan untuk yang pertama kalinya, Teresa menginjakkan kaki di sekolah ini. Dia turun dari mobil hitamnya dengan rambut panjang yang dia biarkan cantik tergerai. Banyak pasang mata yang memperhatikannya. Tapi Teresa tidak peduli dengan semua itu, dia hanya akan menyelesaikan tahun terakhirnya di sekolah ini dengan tenang.
“Ini adalah sekolah ketiga yang aku datangi dalam setahun” ucapnya mengedarkan pandangannya ke gedung sekolah yang megah.
“Teresa?” Ucap seseorang yang tiba-tiba datang dengan papan namanya.
“Kau?” Teresa menatap kearahnya bingung.
“Aku Zeva! Aku teman sekelasmu yang ditunjuk untuk menjemputmu dan mengantarkanmu kedalam kelas” ucap Zeva dengan ramah.
“Salam kenal Zeva, aku Teresa” ucapnya dengan senyuman tipis.
Mereka berjalan bersama memasuki gedung sekolah, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka di setiap langkahnya. Sampai mereka berada di lantai tiga, tempat kelas mereka berada. Teresa masuk dengan langkah yang ragu saat suasana kelas menjadi sunyi saat dia pertama kali masuk kedalam kelas. Dia mulai berpikir apakah ada sesuatu yang salah darinya.
‘Duar!!!
“Selamat datang murid baru!!!” Teriak mereka semua dengan sangat antusias.
Teresa tersenyum saat mendapatkan penyambutan yang mengejutkan ini. Dia membungkukkan tubuhnya untuk berterimakasih kepada mereka semua. Zeva segera menarik tangannya untuk pergi ke meja belajarnya.
“Ini adalah kursi yang sudah di sediakan khusus untukmu” ucap Zeva menepuk bahu Teresa pelan.
“Kamu dimana?” Tanya Teresa menanyakan meja Zeva.
“Aku disini!” Ucapnya sembari menunjuk kursi yang tepat berada di sampingnya.
“Ahh jadi kita adalah teman sebangku” ucap Teresa mengangguk mengerti.
“Kamu benar sekali Teresa!” Ujar Zeva tersenyum dengan lebarnya.
‘BRAK!!
Tiba-tiba pintu terbuka, dan munculah seorang lelaki berwajah datar masuk dengan banyak buku menumpuk ditangannya. Dia meletakan tumpukan buku itu diatas meja guru, dan selanjutnya dia berdiri di depan kelas dengan sorot mata yang tegas.
“Perhatian semuanya!!” Teriaknya, dia berhasil membuat kelas yang ramai menjadi sunyi.
“Dia adalah ketua kelas kita, dia berkepribadian buruk” bisik Zeva.
Teresa menatap Zeva sekilas setelah mendengar bisikannya. Lalu matanya kembali menatap lelaki yang sedang berdiri di depan kelas dengan aura kepemimpinannya. Tatapannya yang menusuk, mampu membuat semua orang terdiam patuh.
“Hari ini guru matematika sedang rapat, jadi kalian di perintahkan untuk belajar mandiri dengan buku yang akan aku bagikan sebentar lagi” ucapnya.
Semua orang yang mendengar kabar absennya guru matematika seketika bersorak gembira. Mereka bahkan terdengar seperti merayakan ketidakhadiran sang guru matematika. Membuat Teresa tersenyum melihat keadaan kelas yang ramai.
“Dan kau!” Ucap sang ketua kelas menunjuk Teresa.
“A-Aku?” Teresa menjawabnya dengan terbata.
“Kau murid baru kan?” Tanyanya, dan Teresa mengangguk.
“Majulah sebentar dan perkenalkan dirimu!” Ucap ketua kelas dengan nada memerintah.
Dengan ragu Teresa mulai bangkit dari duduknya. Dia berjalan maju dan berdiri di samping sang ketua kelas yang memiliki postur tubuh jauh lebih tinggi darinya. Teresa meliriknya sekilas, dia segera memalingkan wajahnya saat mata mereka saling bertemu.
“Namaku Prince, aku ketua kelas disini” ucapnya, mengulurkan tangan kepada Teresa.
Teresa menatap uluran tangan itu, lalu tatapannya beralih menatap wajahnya yang sedang melihat kearahnya. Dia menatap lekat-lekat tanpa berkedip kearah lelaki yang bernama Prince itu.
“Tunggu! Prince! Namamu Prince?” Ucap Teresa menatapnya tak percaya.
“Aku tau namaku memang sedikit berbeda dari yang lain, tapi aku tidak bisa mengubahnya karena menghargai orang tuaku yang sudah memberikan nama untukku” jelas Prince dengan tatapan dinginnya.
Teresa yang mendengarnya dengan cepat menggeleng pelan, dia berusaha menyadarkan dirinya sendiri yang berbicara dengan seenaknya dan melupakan perkenalan sopan yang harus dia lakukan sekarang.
“Maaf! Namaku Teresa!” Teriaknya dengan ragu.
Perkenalan yang terlihat terlalu bersemangat itu membuat semua orang menatapnya aneh. Termasuk Prince yang langsung bergeser untuk sedikit menjauh darinya. Membuat Teresa memainkan ujung rambutnya karena gugup.
“Kau bisa perkenalkan dirimu kepada mereka sekarang” ucap Prince menoleh kearahnya sekilas.
Teresa memejamkan matanya sejenak menahan rasa malu di dalam dirinya. Ia mengutuk dirinya sendiri yang gugup akibat mendengar nama seseorang yang tidak biasa. Sang ketua kelas yang bernama Prince itu berhasil membuatnya salah tingkah.
“Perkenalkan semuanya, namaku Teresa. Semoga kita bisa berteman baik kedepannya, dan mohon bantuannya untuk hal-hal baru yang mungkin belum aku mengerti!” Ucap Teresa dengan senyuman yang dipaksakan.
“Baiklah, kau bisa kembali ke kursimu” ucap Prince tanpa melihat kearah Teresa.
Setelah semuanya kembali seperti semula, Prince mulai membagikan buku yang akan di gunakan untuk belajar mandiri hari ini. Dia membaginya satu persatu setiap meja.
“Latihan soal akan di kumpulkan 30 menit lagi! Aku akan menarik semua kertas tugas kalian tanpa terkecuali!” Ucapnya dengan tegas, membuat semua orang patuh kepadanya.
Suaranya yang lantang tiba-tiba melemah saat dia melihat sang murid baru tengah memperhatikannya. Tatapan mereka bertemu untuk beberapa detik, sebelum akhirnya Teresa memalingkan wajahnya.
“Apa dia tipe pria dingin yang ada di dalam novel-novel romantis?” Bisik Teresa kepada Zeva.
“Dia memang seperti itu! Julukannya adalah ‘Ice Prince!’” Bisik Zeva.
“Ice Prince? Apa dia sedingin itu?” Bisik Teresa lagi.
“Dia sedingin kutub utara” bisik Zeva sembari terkekeh.
Teresa menahan senyumannya, dia kembali menoleh untuk memperhatikan lelaki bernama Prince yang sudah menarik perhatiannya. Dan sialnya, mata mereka justru saling bertemu satu sama lain. Membuat Teresa membeku tak tau harus melakukan apa. Pada akhirnya dia hanya bisa mengabaikannya, melarikan diri dengan beralih menatap buku tebal di depannya.
••••
Jam pulang sekolah akhirnya berbunyi, semua siswa mulai mengemasi barang-barang mereka. Teresa dan Zeva berjalan bersama untuk menunggu jemputan mobil mereka di pintu masuk utama, kemudian hal yang menarik perhatiannya kembali melewatinya begitu saja.
“Prince? Dia naik sepeda ke sekolah?” Ucap Teresa tak percaya saat melihat Prince mengendarai sepedanya.
“Dia selalu seperti itu, dia memang suka sekali mencari perhatian” ucap Zeva sembari terkekeh.
“Apa keluarganya kurang mampu?” Tanya Teresa asal.
“Keluarganya kaya, ayah dan ibunya dokter. Tapi Prince selalu hidup dengan kesederhanaan” jelas Zeva.
Teresa benar-benar tidak bisa mengalihkan pandangannya dari lelaki bernama Prince itu. Dia masih menatap kagum Prince yang berbeda dari siswa lainnya, dia memiliki daya tarik sendiri yang mampu mencuri perhatiannya.
“Aku duluan Zeva! Mobilku sudah sampai” ucap Teresa saat mobil jemputannya sudah datang.
“Sampai jumpa lagi Teresa!” Teriak Zeva melambaikan tangan padanya.
Teresa membuka kaca mobilnya dan membalas lambaian tangan itu. Kemudian mobilnya mulai melaju, Teresa mengarahkan wajahnya ke kaca mobil untuk melihat Prince yang sedang mengendarai sepedanya.
“Tolong jangan tutup kaca mobilnya pa!” Ucap Teresa pada supirnya.
“Baik nona” balasnya.
Teresa meletakan dagunya di jendela mobil yang terbuka. Tanpa sadar dia tersenyum saat memperhatikan Prince yang mengendarai sepedanya. Sampai mobil bertemu dengan lampu merah, Prince terlihat menjauh untuk berbelok kearah yang berlawanan dengannya. Seketika rasa kehilangan itu muncul dihatinya, membuat mata yang semula bersinar menjadi redup.
...----------------...