Aleena terpaksa harus menolak perjodohan karena dirinya sama sekali tidak menyukai laki-laki pilihan orang tuanya, justru malah tertarik dengan sekretaris Ayahnya.
Berbagai konflik harus dijalaninya karena sama sekali tidak mendapatkan restu dari orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11# Merasa lega
Sudah beberapa hari Devan tidak pulang ke rumah karena sibuk menyelesaikan pekerjaannya, dan ditugaskan untuk tinggal di kediaman keluarga Hamuangka, kini akhirnya selesai juga, dan sudah bisa beraktivitas dengan normal.
Hari minggu yang ditunggu tunggu akhirnya kesampaian juga, yakni libur kerja, dan diizinkan untuk pulang ke rumah, sangat senang pastinya.
"Ibu, Devan pulang, Bu. Livia, Kakak pulang!"
"Kak Devan, Kakak udah pulang!"
Livia mendengar suara kakaknya, pun langsung menuju ke ruang tamu.
"Mana Ibu?"
"Ada dikamar,"
"Ini, tadi Kakak habis belanja, masakin yang enak buat Ibu ya," ucap Devan dan menyodorkan beberapa belanjaan yang ia bawa.
"Oh iya, ini buat kamu,"
"Apa ini, Kak?"
"Sudah sana simpan dulu di kamar, terus kamu masak kesukaan Ibu, ya."
"Makasih ya, Kak, hadiahnya," kata Livia dan tersenyum gembira.
Devan pun tersenyum dan bergegas masuk ke kamar ibunya.
"Ibu, Devan pulang, Bu," katanya dengan gembira.
Ibu Mariana tersenyum senang melihat putranya sudah pulang ke rumah. Kemudian, Devan mencium punggung tangan ibunya.
"Bagaimana kabar Ibu selama Devan tidak pulang, Bu? Maafkan Devan yang sudah membuat Ibu khawatir, ya, Bu. Sekarang Devan sudah bisa bekerja normal lagi. Oh iya, tadi Devan membelikan sesuatu untuk Ibu, ini hadiah untuk Ibu,"
"Kenapa kamu selalu memberi hadiah untuk Ibu, Nak? Bukankah lebih baik kamu menabung uangnya untuk masa depanmu nanti? Ini namanya pemborosan, jangan kamu ulangi lagi, ya."
"Untuk Ibu, tidak ada kata boros. Uang yang Devan punya adalah milik Ibu juga."
"Ibu sudah senang dengan perhatianmu, tidak perlu selalu memberi hadiah. Tapi sekarang, kamu sudah waktunya untuk menikah, kapan kamu akan memberi Ibu menantu, Nak?"
"Maafin Devan, ya, Bu. Belum bisa memenuhi permintaan Ibu yang satu ini. Untuk saat ini, Devan ingin fokus pada pekerjaan dulu, serta merawat Ibu dan Livia yang masih menjadi tanggung jawab Devan."
"Adikmu sudah besar, bukan anak kecil lagi, dan sudah bisa mengerjakan pekerjaan rumah."
"Tapi, Bu, Devan baru bisa merasa lega kalau Livia sudah selesai kuliah dan mempunyai pekerjaan. Setelah itu, mungkin tinggal mengawasi dan memberi dukungan, Devan baru merasa lega, Bu."
"Kamu itu, benar-benar susah diomongin. Ya sudah lah, terserah kamu saja, Ibu tidak akan memaksa kamu lagi. Yang penting kamu tidak mengabaikan diri kamu sendiri ya, Nak," kata Ibu Mariana dengan nada lembut.
Devan mengangguk dan tersenyum.
"Iya, Bu, makasih banyak sudah menjadi peran Ibu yang baik buat Devan," jawab Devan sambil tersenyum dan memeluk ibunya.
Ditempat lain, Bernio yang sudah memutuskan untuk menyelesaikan masalah soal hubungan pernikahan adiknya yang tidak lagi untuk dilanjutkan hubungannya, kini sudah berhadapan dengan Veriando, suami adiknya.
Disebuah tempat yang dijadikan tempat pertemuan, Bernio terang-terangan untuk meminta Veriando bercerai dengan adiknya. Kesepakatan pun akhirnya diterima oleh Veriando dengan syarat yang diminta.
"Kalau tidak mau memenuhi syarat yang aku berikan, maka aku tidak akan menceraikan adik mu!"
Tidak ada cara lain untuk dibicarakan baik-baik, Bernio merasa keberatan. Namun, mengingat perlakuan Veriando yang tidak berperasaan terhadap adik perempuannya, rasanya setimpal untuk dijadikan syarat dari Veriando. Kehilangan uang lebih baik daripada adiknya menjadi korban kekerasan dari suaminya.
"Baik, aku akan urus semuanya, tapi secepatnya kamu urus juga perceraian kamu dengan Aleena. Aku akan membuat perjanjian diatas materai, dan kamu segera urus perceraian kamu. Setelah itu, kita barter, bagaimana?"
"Kamu yakin mau menukar adikmu dengan uang yang segitu banyaknya?"
"Kenapa tidak?"
"Baiklah, aku akan menyetujuinya. Kamu beri aku uangnya, maka hubungan ku dengan adikmu tidak ada lagi ikatan dalam pernikahan."
"Dil!"
"Dil."
Setelah itu, Bernio segera enyah dari tempat tersebut.
'Maafin aku, Ma, Pa, Bernio terpaksa melakukan ini, semua demi keselamatannya Aleena,' batinnya sambil mengendarai mobilnya.
Setibanya di rumah, Bernio langsung merebahkan tubuhnya disofa, benar-benar menguras pikiran demi menyelamatkan adik perempuannya dari hubungan pernikahan dengan Veriando.
"Kak Bernio sudah pulang?"
Mendapat pertanyaan dari adiknya, Bernio langsung bangun dan duduk.
"Iya, Kakak baru saja pulang, tadi Kakak ngajak suami kamu buat ketemuan, dan sudah dil keputusan yang Kakak buat soal perceraian kamu sama Veriando. Kamu tenang saja, semua bakal terselesaikan."
"Kakak yakin? terus, bagaimana dengan kedua orang tuanya, Kak?"
"Orang tuanya pun mengalah, karena sadar kalau putranya memang susah diatur. Jadi, kamu tidak perlu cemas lagi. Setelah kamu bercerai, kamu bebas menentukan pilihan kamu sendiri. Kakak tidak akan memaksa kamu untuk kebebasan dalam memilih pasangan. Kakak mewakili Papa untuk meminta maaf karena sudah membuatmu seperti ini, maafin Kakak juga."
Aleena mengangguk pelan, dan memeluk kakaknya.
"Makasih ya, Kak, udah begitu perhatian sama Aleena. Maafin Aleena yang sudah membuat Kakak sama Ibu khawatir, dan sudah mengecewakan."
"Kamu itu ngomong apa, ha? kamu itu tanggung jawabnya Kakak. Siapapun tidak boleh menyakiti mu, semut aja bakal Kakak jitak kalau nyakitin kamu. Kalau sampai Kakak melukai perasaan mu, Kakak siap menerima hukuman dari kamu."
"Mana ada Kak Bernio mau menyakitiku, yang ada Kakak yang terlalu memanjakanku."
"Setelah semuanya beres, kamu bebas mau ngapain. Kamu tidak lagi dikekang oleh keluarga, kamu raih yang menjadi cita-cita kamu, dan yang kamu inginkan. Kakak akan selalu mendukung mu, asal itu hal yang positif, dan tidak membebani kamu."
"Terima kasih banyak ya, Kak, sudah begitu perhatian sama Aleena," jawab Aleena sambil memeluk kakaknya dengan erat.
"Mulai sekarang kamu tidak boleh larut dalam kesedihan, buatlah diri kamu ceria, dan bahagiakan diri kamu dengan caramu."
Aleena tersenyum bahagia ketika tidak ada lagi beban yang menghantui pikirannya. Kini, akhirnya Aleena dapat bernapas lega karena sebentar lagi dirinya akan lepas dari ikatan pernikahan dengan lelaki yang tidak dicintainya.